Lubang Tambang Perempuan (Rahmawati)

Petisi yang dibuat oleh Rahmawati di change.org

*Siti Maimunah – www.konde.co

“Laporan Rahmawati kepada Polsek setempat tentang kematian anaknya  Raihan, di lubang tambang, ditolak. Karena Rahmawati adalah seorang perempuan.”

Tepat
hari Ibu, 22 Desember 2014, Raihan Saputra, anak kedua Rahmawati ditemukan
meninggal di lubang tambang bartubara milik PT Graha Benua Etam. Lubang tambang
yang berjarak tak sampai 100 meter dari pemukiman itu sudah 3 tahun dibiarkan
mengganga penuh air. Tepat jam 6 sore, Raihan ditemukan kaku pada dinding
lubang di kedalaman 8 meter,sekitar 6 jam setelah ia tenggelam. 

“Kami tak
sanggup, menunggu Tim SAR, air di lubang itu asam, sakit mata saat
menyelam”, ujar Ayah Raihan. Perusahaan memberikan santunan Rp 15 juta,
dan menganggap semuanya selesai.

Kesedihan
mendalam karena kematian Raihan membuat Rahmawati tak tenang. 

Sendirian, ia
mendatangi kantor perusahaan, menagih tanggung jawab. Wakil perusahaan
mengatakan bahwa kematian Raihan itu berbeda dengan kematian akibat kecelakaan,
yang ada asuransinya. 

“Kata perusahaan, kematian Raihan itu harus dianggap
musibah beda dengan kecelakaan”, ujar Rahma, menceritakan hasil
kunjungannya.

Rahma
lantas melaporkan kematian anaknya ke pada kepolisian setempat. Tapi polisi tak
mau menerima laporannya dengan dua alasan. Pertama, karena ia perempuan, dan
bapaknya tak melaporkan. Kedua, karena keluarnya sudah menerima uang santunan
dari perusahaan.

 “Kata mereka harus Bapaknya yang melapor, tapi kan saya
ibunya”, ujarnya. Rahmawati pulang, tak tahu kepada siapa harus
memperkarakan kematian anaknya.

Upaya Berlanjut, Mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup 



Rahmawati,
bersama Jatam Kaltim, akhirnya memutuskan mendatangi Menteri KLHK. Tapi ini tak
mudah. Sebelum keberangkatan ke Jakarta, perusahan mengirimkan utusannya untuk
mengingatkan agar dia memikirkan kembali rencana keberangkatannya ke Jakarta.
Perusahaan berencana menambah dana santunan. Jika dia tetap pergi, santunan itu
bisa dibatalkan. Rahmawati keras kepala, dia dan suaminya memutuskan datang ke
Jakarta. Hasilnya, tambang itu disegel pemerintah pusat dan diperintahkan
menutup lubangnya. Lubang itu ditutup alakadarnya, bukan direklamasi. Padahal
Rahmawati berharap 4 lubang tambanga lainnya juga ditutup, dan kasus kematian
anaknya diproses secara hukum.

Situasi
makin tidak menguntungkan bagi perusahaan. Pemerintah menutup dan mencabut ijin
lingkungan 11 perusahaan tambang batubara di Samarinda, termasuk PT GBE. Tapi
Rahmawati juga kena getahnya. Perusahaan berkali-kali mengutus orang untuk
merayu agar ayah ibu Raihan ini menerima santunan Rp 100 juta dan
menandatangani surat pernyataan. 

“Semula tentara, terus polisi, terus suami
sahabat saya, terus keluarga yang menemui kami”, ujar Rahmawati. Ia
menolak dengan cara yang halus.

Rupanya
misi santunan ini siasat perusahaan. Tersiar berita, Rahmawati sudah menerima
RP 100 juta dari perusahaan. 

“Padahal tidak. tetangga bilang: enak ya kamu
dapat uang meskipun anaknya meninggal”, ujarnya menceritakan bagaimana
pernyataan-pernyataan diterimanya dari lingkungan sekitar. 

Ia juga merasa sakit
hati karena dianggap tidak realistis, tak bisa menerima kematian anaknya. 

“Saya diminta melupakan kematian anak saya, dan menerima uang itu”. 

Tak hanya itu, suami Rahmawati juga ditelpon berkali-kali di tempat kerjanya
agar menerima uang, juga keluarga dekat mereka.

Lubang Tambang Yang Menenggelamkan Raihan

Terakhir,
perusahaan masuk melalui keluarga dekat yang tak tahu duduk perkara kematian
Raihan. Akhirnya Rahmawai menegaskan penolakannya. 

“Urusan perusahaan
bukan lagi dengan kami, tapi dengan pemerintah”, katanya untuk meredam
serbuan lobby perusahaan.

2 Tahun Kematian

Kematian
Raihan sudah hampir dua tahun lalu. Tapi tak ada langkah penegakan hukum apapun
selain pencabutan ijin lingkungan. Bagaimana rasa kehilangan dan ketidakadilan
yang dialami Rahmawati dan keluarganya? Bagaimana reklamasi lubang-lubang
tambang lainnya. Kini ada lebih 200 lubang tambang yang ditinggalkan begitu
saja di Samarinda. Apa skenario pemerintah mengurusnya? Tak ada.

Raihan
korban ke-11 yang meninggal di lubang tambang. Kini ada 22 anak yang meninggal
dunia dengan cara serupa Raihan di Kalimantan Timur, terbanyak di Samarinda –
ibukota Kaltim. Apa skenario pemerintah mengurusnya? Tak ada.






*) Penulis adalah aktivis Jaringan Perempuan dan Tambang

(Sumber foto : Melly Setyawati)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!