Menyibak Hambatan Perempuan Berbicara di Depan Publik

Luviana – www.konde.co

Melihat Hillary Clinton, kandidat presiden Amerika yang tampil berpidato di depan publik membuat banyak orang berdecak kagum. Inilah simbol independensi perempuan. Hillary tampil percaya diri dan sangat meyakinkan. Banyak perempuan pemimpin di dunia juga melakukan hal yang sama.

Namun menjadi perempuan yang tampil secara powerfull di depan publik ternyata tak mudah. Sejumlah penelitian bahkan menyebutkan bahwa laki-laki dianggap lebih percaya diri jika tampil di depan publik dibanding perempuan. Mereka juga seperti tidak terbebani jika melakukan pidato di depan umum.

Untuk melihat bagaimana perempuan dibandingkan laki-laki dalam melakukan komunikasi di depan publik: seperti berbicara di depan umum, berpidato di depan masyarakat atau berkampanye politik di depan umum, maka kita harus mengidentifikasi apa hambatan perempuan dalam  melakukan komunikasi di depan publik.

Ada sejumlah identifikasi soal hambatan perempuan juga kelebihan perempuan yang kami kumpulkan. Dianne G. Bystrom, Iowa State University dalam artikel berjudul: “Women as Political Communication Sources and Audiences” misalnya menyebutkan bahwa perempuan mengalami hambatan kultural dan pengetahuan, namun perempuan mempunyai kelebihan seperti sangat persuasif, hangat dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari:

Hambatan Kultural

Secara kultural, perempuan distereotypekan sebagai orang yang: pemalu, takut, suka menangis. Sedang laki-laki identik dengan: berani, pantang menyerah, tidak pernah menangis. Inilah yang menyebabkan perempuan mempunyai kendala dalam melakukan komunikasi  di depan publik karena stereotype inilah yang kemudian menyebabkan menjadi  minder, tak punya keberanian dan rendah diri ketika mendapatkan kritikan.

Hambatan kultural lain, perempuan juga distereotypekan masyarakat sebagai ibu rumah tangga, pekerja domestik, tak pantas tampil di publik dibandingkan laki-laki.  Inilah yang menyebabkan perempuan tidak mudah untuk percaya diri.

Perempuan juga distereotypekan sebagai orang yang: tak pantas memimpin. Identitas inilah yang menyebabkan perempuan menjadi enggan untuk berbicara terbuka, malu, tidak percaya diri. Stereotype yang dibesarkan masyarakat ini terus melekat pada perempuan.

Hambatan Pengetahuan

Selain secara kultural, perempuan juga mempunyai banyak hambatan pengetahuan. Banyak perempuan yang tidak punya waktu untuk pergi dari rumah karena ia bertanggungjawab secara domestik. Perempuan yang bekerja di luar rumah misalnya di kantor, juga tak banyak mempunyai akses untuk berkomunikasi/ berjaringan/ mencari pengetahuan karena ia juga diberikan beban harus mengurusi urusan domestik.

Inilah yang menyebabkan laki-laki mempunyai banyak waktu dalam mengakses pengetahuan dan banyak waktu untuk berjaringan. Dalam berkomunikasi secara politik, ini menyebabkan perempuan menjadi minder ketika berbicara di depan publik.

Indentifikasi tentang politik yang kotor dan korup juga menyebabkan perempuan menjadi takut untuk berkiprah di dunia politik. Dalam berkomunikasi secara politik, di satu sisi ini merupakan hambatan bagi perempuan untuk maju dalam berpolitik.

Begitu juga dalam hal mendapatkan akses. Di media, karena tak banyak tampil di depan publik dan merasa tak punya pengetahuan cukup, maka perempuan tak berani berbicara di depan media. Inilah yang mengakibatkan banyak laki-laki yang mengisi media sebagai narasumber untuk berkomunikasi di depan publik.

Kelebihan perempuan: persuasif dan praktek

Namun sejumlah penelitian lain juga menyebutkan bahwa dengan kondisi ini perempuan harus melihat kelebihannya, yaitu: perempuan lebih pandai untuk berkomunikasi secara personal, tidak sombong dan acuh, inilah yang menyebabkan perempuan lebih dekat dengan publik ketika berkampanye atau berbicara di depan masyarakat.

Kelebihan lain, karena setiap hari berpraktek dengan lingkungannya, ini menjadikan perempuan sangat paham bagaimana mengelola isu dan berpraktek secara isu, misalnya: melakukan komunikasi politik dengan membawa isu kemiskinan, kesehatan, dll. Perempuan juga dekat dengan masyarakat dan mempunyai contoh-contoh konkret apa yang sudah ia lakukan selama ini.

Karena perempuan tak banyak berteori, ia berpraktek dan melakukannya dalam kehidupan sesehari.

(Foto: Rahmadarsyad.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!