Perempuan Desa Wisata Tenun

Luviana – www.konde.co

Jogjakarta, Konde.co – Para perempuan itu sibuk menenun, yang lainnya terus merajut. Perempuan lain sibuk melayani tamu dan para wisatawan yang datang. Mereka bekerja dalam sunyi, di tengah suasana desa yang masih hijau. Sesekali ada suara kereta api lewat, atau kendaraan yang datang untuk membawa barang-barang hasil kerajinan buah tangan para perempuan ini.

Berkunjung ke Desa Gamplong adalah melihat potret bagaimana perempuan disini mengurus usaha rumahan dengan bahan-bahan yang diambil dari desa-desa`di sekitar mereka tinggal. Mereka bekerja menenun di rumah, lalu suami-suami atau laki-laki di desa ini yang memasarkannya keluar desa.

 

Usaha Rumahan Perempuan

Kondisi Gamplong memang tak jauh beda, paling tidak dalam 5 tahun terakhir. Gamplong merupakan salah satu desa wisata tenun yang  berada di Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman, Jogjakarta. Letaknya tak jauh dari Jl. Wates. Kita bisa melihat banyak orang berbelanja hasil tenun para perempuan disini. Hingga saat ini terdapat 22 usaha rumahan di desa wisata yang sudah berdiri sejak tahun 1950an ini.

Awalnya para perempuan disini bercocok tanam, hal ini bisa dilihat dari suburnya tanah dan letak desa yang berada di tengah-tengah sawah dan kebun yang luas. Namun mulai tahun-tahun itulah, kemudian banyak perempuan yang belajar dan akhirnya bekerja sebagai penenun. Mereka menggunakan alat tenun tradisional atau yang bukan berasal dari mesin. Dari tenun ini para perempuan kemudian menghasilkan kain-kain yang kemudian dipasarkan di Jogjakarta.

Tak hanya itu. Mereka juga mampu menggunakan bahan-bahan lain untuk membuat hasil kerajinan. Para perempuan kemudian memanfaatkan lidi kelapa yang banyak tumbuh di sekitar mereka, mendong, enceng gondok dan akar wangi.

Maka jika anda berkesempatan pergi ke Desa Wisata Gamplong, sejumlah produk telah dihasilkan para perempuan dari bahan-bahan ini. Ada sepatu hasil rajutan yang dipatok dengan harga Rp. 85 ribu – Rp. 150 ribu. Ada juga tas rajut dengan harga Rp. 100 ribu – Rp. 400 ribu. Ada juga tas anyaman dengan harga Rp. 35 ribu. Selain itu mereka juga memproduksi souvenir seperti pensil yang dihias dengan bahan mendong, taplak dari lidi kelapa, penutup toples dari bahan enceng gondok.

 

Untuk bahan enceng gondok ini, pemilik Wida’s Collection salah satu usaha rumahan di Gamplong ini, Widaningsih mengatakan bahwa walaupun bahannya mudah didapat yaitu berasal dari Wates, namun perawatan enceng gondok sangatlah mahal. Maka para perempuan kemudian mencari bahan alternatif yang tumbuh di sekitar desa mereka seperti lidi kelapa dan mendong.

“Perawatan enceng gondok  sangat mahal, lalu kita mencari alternatif bahan-bahan lain sambil melihat bagaimana selera pasar. Kita menyesuaikan dengan model yang disukai konsumen,” begitu papar Widaningsih.

Tas dan sepatu dari bahan tenun dan rajutan ini memang menjadi oleh-oleh menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Jogja. Warnanya berwarna-warni, modelnya juga bermacam-macam. Hingga kini, barang-barang ini tak hanya dipasarkan di Jogja, namun sudah ke banyak kota dan sejumlah negara seperti di Asia, Australia dan beberapa negara Eropa.

Dari Paket Kunjungan Wisata Hingga Pelatihan Menenun

Harwiyanti kami temui sedang berada di dalam rumah. Ia terlihat sibuk menghitung dagangannya. Sesekali ia bisa mengawasi rumah jika hujan akan segera turun, maka ia telah bersiap-siap untuk mengambil jemurannya. Hari ini memang mendung menggantung di Gamplong. Hujan gerimis turun kemudian. Gamplong makin terlihat sunyi dan sejuk.

Harwiyanti adalah pemilik Ragil Jaya Craft. Suaminya, Waludin merupakan ketua Paguyuban “Tegar”, yaitu sebuah paguyuban yang didirikan para pengusaha kecil rumahan desa ini. Ada sebuah pendopo di samping rumahnya. Pendopo ini kemudian sering digunakan untuk pameran hasil kerajinan penduduk disini.

“Ada 22 usaha rumahan, pendopo ini kemudian digunakan sebagai pameran bersama-sama. Kami sering mengadakan pameran bersama,” ujar Harwiyanti.

Selama ini Tegar tak hanya menjadi tempat berorganisasi  bagi mereka, namun juga mengusahakan terobosan-terobosan ekonomi dan wisata. Seperti mengusahakan berjejaring dengan sejumlah pengusaha di banyak negara agar barang-barang disini bisa dipasarkan lebih meluas.

Selain itu Paguyuban Tegar juga bekerjasama dengan Pemerintah Kabubaten Sleman dan telah menjadikan tempat ini sebagai desa kunjungan wisata.

Lalu dibuatlah wisata di desa ini. Sejumlah paket kunjungan wisata dibuat. Ada paket kunjungan wisata dengan menggunakan mobil odong-odong. Kapasitasnya 40 orang dengan menggunakan kereta mini. Wisatawan hanya dipatok dengan biaya Rp. 3 ribu rupiah saja. Mereka akan ditemani para pemandu desa untuk mengelilingi desa ini. Paket lain yaitu paket pelatihan membuat tabungan atau toples untuk anak-anak PAUD dan SD. Untuk anak-anak SMA akan diajari menenun dan merajut.

Selain itu desa ini juga menawarkan penginapan bagi wisatawan yang berkunjung. Harwiyanti mengatakan, saat ini jika laki-laki bertugas mengurus pemasaran hasil kerajinan, para perempuan selain membuat barang kerajinan, juga mengurus paket kunjungan wisata dan penginapan.

“ Sekali menginap rata-rata Rp.30 ribu perorang. Banyak perempuan disini yang mempunyai usaha ini, menyewakan kamar-kamar mereka untuk para wisatawan.”

Harwiyanti mengatakan, selain menjadi pengusaha tenun rumahan, para pegawai di usaha rumahan ini juga hampir semua berasal dari desa ini dan desa-desa tak jauh dari sini.

Tenun bagi penduduk desa Gamplong adalah tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Dan para perempuan dan anak-anak di Gamplong inilah yang dengan setia melestarikannya.

(Barang-barang hasil kerajinan Desa Wisata Gamplong, Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman, Jogjakarta. Foto: Nakku Cinta Mentari Pagi dan Candid Nusantara)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!