Perempuan Indonesia Belum Hidup Aman dan Bebas dari Kekerasan Seksual

Para perempuan akan memperingati hari anti kekerasan terhadap perempuan sedunia yang jatuh setiap tanggal 25 November. Dalam rangka memperingati hari anti kekerasan terhadap perempuan, www.konde.co selama sepekan yaitu dari tanggal 20 November-26 November 2016 akan menampilkan sejumlah artikel khusus bertema: kekerasan terhadap perempuan. Ini tak lain, untuk menyajikan fakta masih banyaknya kekuasaan dan kontrol terhadap perempuan yang menyebabkan kekerasan terus-menerus terjadi pada perempuan. Tulisan ini tak hanya menyajikan fakta, namun juga menjadi bagian dari perjuangan perempuan untuk menolak kekerasan. Selamat membaca.



Estu Fanani,
www.konde.co 

Jakarta,
Konde.co – Hari ini 25 November merupakan hari internasional anti kekerasan
terhadap perempuan. Hal ini ditetapkan oleh PBB sejak tahun 1999 melalui
resolusi no.54/134, dengan sejarah bahwa pada hari ini diperingati untuk
mengenang pembunuhan keji tiga bersaudari Mirabal yang merupakan perempuan
aktivis pejuang hak-hak buruh.

Komnas Perempuan
bersama dengan Join Task Force Kampanye Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan
(Join Task Force K16HAKTP), sebuah jejaring yang melibatkan banyak lembaga di beberapa
wilayah Indonesia, dalam konferensi pers (24/11) menginformasikan akan ada
serangkaian kegiatan dengan beragam bentuk selama 16 hari yang dimulai 25
November hingga 10 Desember. Dengan mengangkat tema Wujudkan Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual, Komnas Perempuan berharap pemerintah dan DPR RI
benar-benar melihat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menjadi hal
penting dan genting yang menjadikan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual prioritas dan segera disahkan.

Wakil Ketua
Komnas Perempuan, Yunianti Chuzaifah menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada
jaminan perlindungan dan pemenuhan hak bagi perempuan dan anak korban kekerasan
seksual, bahkan belum ada tindakan pencegahan yang sistematis di berbagai
sector dilakukan.

Dari catatan
tahunan Komnas Perempuan2016, terdapat 6500 kasus kekerasan seksual yang
terjadi sepanjang tahun 2015. Dan ini terjadi di ranah personal/rumah tangga
maupun di ranah komunitas. Pola kekerasan seksual yang terjadi pun di beberapa
tahun terakhir bahkan disertai dengan pembunuhan, dilakukan oleh lebih dari
satu orang pelaku dengan korban usia anak hingga dewasa.

“Perkawinan anak
juga menjadi satu hal yang perlu ditegaskan kembali untuk menjadi perhatian,
karena masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia,” tambah Yunianti.

Veni Siregar
dari LBH APIK menjelaskan bagaimana hukum masih minim mengatur dan melindungi
korban kekerasan seksual, mulai dari substansi hukum, penanganan hukumnya
hingga layanan pemulihan korban. Bagaimanapun, kekerasan seksual dampaknya
terus dirasakan oleh korban sepanjang hidupnya, jika hal ini tidak tertangani
dengan baik hingga pemulihannya, akan mengganggu kehidupan korban selanjutnya.
Sehingga penting untuk terus mendorong segera dibahas dan disahkan UU Penghapusan
Kekerasan Seksual.

RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual masuk dalam Prolegnas 2016, namun belum menjadi prioritas
pembahasan. Saat ini, dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI untuk
penentuan prolegnas 2017. Sebagian besar fraksi di DPR RI mendukung RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual.

LBH APIK Jakarta
menjadikan kekerasan seksual di Jakarta sebagai contoh bagaimana pentingnya
jaminan hukum atas rasa aman bagi perempuan. LBH APIK mencatat sepanjang tahun
2015 menerima 573 kasus kekerasan terhadap perempuan, 40 kasus merupakan
kekerasan seksual dan hanya 4 kasus yang berhasil diputus di pengadilan.
Artinya, negara belum hadir bagi korban dalam penyelesaian kasus kekerasan
seksual. Padahal, Jakarta sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun
2011 tentang perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan serta
Peraturan Gubernur No. 134 Tahun 2007 tentang penanggulangan sosial terhadap
korban tindak kekerasan di propinsi DKI Jakarta. Namun pelaksanaannya sendiri
masih belum maksimal.

Perempuan buruh,
PRT, perempuan difabel, perempuan buruh migran, anak yang dilacurkan, perempuan
dengan HIV-AIDS baik di pedesaan maupun di perkotaan juga menghadapi kekerasan
seksual dengan berbagai bentuknya. Dari pelecehan seksual, eksplotasi seksual, pemaksaan
perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, perkosaan, pemaksaan pelacuran, perbudakan
seksual hingga penyiksaan seksual. Sehingga, kepedulian bersama untuk
menghapuskan segala bentuk kekerasan seksual menjadi penting.

Sophia Haque
dari Lentera Sintas Indonesia anggota dari Join Task Force K16HAKTP menjelaskan
bahwa kekerasan seksual harus menjadi kepedulian bersama karena kekerasan
seksual tidak hanya menjadi persoalan perempuan saja. Itu yang mendasari
kemudian lahirnya #GerakBersama.

Kampanye ini
melibatkan 24 lembaga dengan sekitar 156 ragam kegiatan yang melibatkan banyak
orang dari orang muda, buruh, akademisi, masyarakat umum, guru, pemerintah,
aparat penegak hukum, pegiat seni, dari tingkat nasional hingga tingkat dusun.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!