Fundamentalisme Agama yang Menguat, Apa Dampaknya Bagi Perempuan?

Luviana- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Menguatnya fundamentalisme agama yang terjadi di Indonesia dalam beberapa bulan ini, telah menghancurkan demokrasi bagi perempuan Indonesia.

Solidaritas Perempuan mempunyai catatan untuk ini, hal ini mulai terlihat dari momentum Pilkada DKI Jakarta,  pembubaran berbagai forum diskusi, pembubaran  Organisasi Masyarakat (Ormas), pemblokiran  situs online, pembiaran Peraturan-Peraturan Daerah (Perda) Diskriminiatif menjadi bukti atas  penghancuran  demokrasi  yang  dilakukan  oleh  negara. Hal ini jelas membawa dampak besar bagi perempuan.

Peristiwa Di Seputar Pilkada DKI Jakarta

Aksi massa yang berlangsung  selama  proses Pilkada  Jakarta  maupun  pembubaran  paksa terhadap berbagai aktivitas dilakukan dengan menghimpun banyak kekuatan kelompok muslim dari berbagai pihak dan Ormas.

Cara-cara yang digunakan sebagai upaya untuk unjuk kekuatan mayoritas ke seluruh penjuru  Indonesia  untuk  mengintimidasi  dan  menghasilkan  ketakutan  pada  warga  negara  lainnya, dalam  hal ini kelompok  minoritas. 

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy mengatakan dalam pernyataan sikapnya 20 Mei 2017 kemarin, bahwa aksi-aksi  tersebut  telah  menciptakan  dan menyebarkan  politik ketakutan  di tingkat  individu,  keluarga,  dan masyarakat. Bahkan  negara   turut terlibat  dalam menghancurkan wajah keberagaman untuk kepentingan politik kekuasaan.

“Negara seharusnya bersikap tegas dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi dan memastikan jaminan hukum serta hak asasi manusia dengan prinsip non diskriminasi. Faktanya, negara justru takluk pada suara mayoritas yang merasa terancam dari tegaknya demokrasi dan keberagaman.”

Ini terlihat nyata dari berbagai tindakan respresif negara maupun pembiaran  atas tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok fundamentalis.

Solidaritas Perempan melihat bahwa negara telah secara aktif  mengambil peran dalam berbagai pembungkaman demokrasi dan hak asasi manusia, namun negara malah  menggunakan  hukum untuk  membungkam  demokrasi. 

Bahkan  ditetapkannya  Basuki  Tjahaya  Purnama  (Gubernur  DKI Jakarta) sebagai pelaku penistaan agama oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Utara melalui KUHP  pasal  156a  dan  menjatuhkan  vonis  2  tahun  penjara  pada  Basuki  Tjahja  Purnama  (Ahok), melebihi tuntutan jaksa, merupakan keputusan yang anti demokrasi dan menunjukkan matinya penegakkan keadilan karena cenderung tunduk pada suara mayoritas.

“Keputusan ini sangat memperlihatkan  bahwa  intimidasi  dan  tekanan  yang  dilakukan  oleh  kelompok  fundamentalisme agama telah menjadikan negara tidak lagi memegang teguh pada nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila serta melanggar hak menyatakan pendapat dan hak kebebasan berekspresi. Bukan hanya dalam kasus Ahok,  pasal  ini  juga  kerap  dipergunakan  untuk  merepresi  kelompok  minoritas,  khususnya  dalam rangka mengkriminalisasi  individu  atau kelompok  minoritas  yang dianggap  mengancam  kelompok mayoritas,” ujar Puspa Dewy.


Dampak Fundamentalisme Agama Bagi Perempuan

Menguatnya dominasi fundamentalisme  agama ke berbagai ranah baik keluarga, masyarakat bahkan negara, selain mengancam demokrasi dan menimbulkan perpecahan, juga berdampak lebih bagi perempuan. 

Perempuan  selama  ini  telah  menjadi  korban  kekerasan  dan  diskriminasi  akibat  tafsir agama mayoritas yang cenderung intoleran, mengontrol seksualitas perempuan, dan melanggengkan sistem pemerintahan  dan politik patriarki.

Terbukti setidaknya  terdapat 421 kebijakan diskriminatif yang  menyasar  seksualitas  perempuan  tersebar  di  berbagai  wilayah  di  Indonesia,  dan  sebagian besarnya berbasis pada interpretasi agama. 

“Pada situasi yang demikian, perempuan telah kehilangan kedaulatannya untuk bebas berekspresi, bebas menyampaikan pikiran dan pendapat, serta perempuan kehilangan hak untuk berkumpul, berorganisasi, dan bergerak bebas. Politik ketakutan membungkam suara perempuan, perempuan akan mendapatkan stereotype sampai intimidasi jika pemikiran dan pendapatnya  berbeda dari pemahaman  agama dari kelompok mayoritas yang cenderung intoleran. . Hal ini akan  semakin  membungkam  perempuan,  sehingga  perempuan  semakin  termarjinalkan  dan rentan  mengalami  berbagai  penindasan  dan kekerasan  pada lapisan-lapisan  identitas  perempuan  di setiap ranah kehidupan. Penghancuran demokrasi jelas merupakan ancaman bagi gerakan perempuan di Indonesia.”

Solidaritas Perempuan memandang  bahwa semakin mendominasinya  fundamentalisme  agama yang bersatu dengan sistem politik  patriarki,  akan menghancurkan  demokrasi  dan keberagaman  di Indonesia,  serta  berdampak pada  penghancuran  gerakan  sosial  termasuk  gerakan  perempuan  yang  telah  dibangun  sejak  lama.

Bagaimana Keterlibatan Negara?

Solidaritas Perempuan  menyatakan bahwa pemerintah harus bersikap dan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang memprovokasi dan melakukan  upaya  penghancuran  demokrasi  dan  keberagaman  dengan  mengatasnamakan agama, ataupun identitas lainnya untuk kepentingan politik.

Tokoh-tokoh agama juga harus hadir untuk memaknai dan menyebarkan nilai-nilai agama yang mengajak ke jalan  kebaikan,  toleransi  dan  perdamaian,  serta  menolak  dimanfaatkan  untuk  kepentingan politik.

“Hal lain, elite politik tidak menggunakan  kekuasaannya  dan memanfaatkan  fundamentalisme  agama dan memecah belah semangat persatuan dalam keberagaman untuk kepentingan kelompoknya maupun untuk kepentingan pribadinya,” ujar Puspa dewy.

Puspa Dewy juga mengajak seluruh  masyarakat  Indonesia  untuk  menyebarluaskan  nilai-nilai  toleransi,  dalam keberagaman, dan tidak terprovokasi serta menyebarkan opini yang berpotensi memunculkan konflik berbasis suku, agama, keyakinan, dan ras serta menghancurkan keberagaman dan demokrasi.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!