Semangat Toleransi Pendeta Magyolin (2)

*Kustiah- www.Konde.co

Jakarta. Konde.co – Pendeta Magyolin Carolina, (41) atau biasa disapa Yolin dan suaminya Elang Dharmawan (39) adalah orang-orang yang kemudian ikut membangun toleransi di kampung Kramat Jati, Jakarta ini. Pendeta yang ditugaskan Majelis Sinode untuk memimpin jemaat di Gereja Kristen Pasundan ini awalnya kaget saat melihat beberapa ibu mengenakan kerudung memasuki gerejanya.

“Soalnya saya baru pertama kali melihat ada ibu-ibu berkerudung mau masuk gereja. Saya bertanya dalam hati, bener ini ibu-ibu berkerudung mau masuk gereja?” kata Yolin mengenang pengalaman pertamanya menjadi warga di Gang Dharma.

Rupanya, di gereja tersebut terdapat semacam aula yang biasa digunakan para ibu warga Gang Dharma untuk latihan paduan suara atau aktivitas lainnya seperti rapat.

”Saya merasa tenang dan damai begitu tahu kehidupan warga di gang ini begitu harmonis,” ujar ibu dua anak ini mengaku lega setelah awalnya kuatir keberadaannya diacuhkan warga.

Mendongeng di Sabtu Ceria

Semangat toleransi antar umat beragama yang tinggi inilah yang mendorong Pendeta Yolin untuk membuat komunitas Anak Sabtu Ceria (KASC). Komunitas yang didirikan pada 2012 ini beranggotakan puluhan anak-anak usia 3-12 tahun.

Awalnya, kegiatan mendongeng dilakukan di rumah dinas Yolin. Namun, seiring waktu anggota terus bertambah. Dan mengetahui rumah dinas yang ditempati Yolin tak terlalu luas untuk kegiatan mendongeng, maka Ketua RT dan tokoh agama kemudian mempersilakan PendetaYolin menggunakan Mushala Al Al Mukhlashiin yang letaknya 30 meter dari rumah Yolin.

”Selain tempatnya lebih luas, warga bisa memantau langsung kegiatan mendongeng. Ibu-ibu juga bisa ikut hadir mendampingi anak-anaknya tanpa curiga,” ujar tokoh agama Gang Dharma Ustad Harun.

Akhirnya mushala seluas 5×10 meter ini menjadi tempat tetap aktivitas anak-anak yang ingin mendengarkan dongeng Pendeta Yolin dan suaminya.

Setiap Sabtu belasan bahkan kadang puluhan anak berkumpul dengan suka cita. Sebelum acara mendengarkan dongeng dimulai anak-anak dibebaskan membaca buku terlebih dulu. Sementara para ibu disediakan buku resep masakan atau mendampingi anaknya membaca.

Amelia Fatih (12) salah satu anggota KASC mengaku senang bisa menjadi anggota kelompok dongeng. Selain mendapatkan wawasan, Amel mengaku menjadi tahu tentang banyak hal.

“Dari dongeng saya jadi tahu tentang sifat manusia, persahabatan, dan banyak lagi ,” katanya.

Begitu juga Putri Mairisa Aprilianti (8). Anak kedua dari dua bersaudara ini mengaku tak pernah absen mengikuti KASC karena senang. Bahkan, baik Amel maupun Risa malah tak mempedulikan jika yang membawakan dongeng seorang pendeta.

Untuk itu, ia mengapresiasi upaya Pendeta Yolin yang menanamkan semangat bertoleransi dan kerukunan beragama kepada anak-anak. Toleransi, menurut Dandy, lebih tepat ditanamkan sejak usia dini. Sama seperti ketika orang tuanya mengajarkan kerukunan beragama kepada anak-anaknya.

“Nyatanya kami pun tak sadar memiliki pemahaman bertoleransi. Karena, kerja keras orang tua mengajarkan kepada kami sejak kecil,” ujarnya.

Semangat toleransi sangat terasa di kampung ini. Tak heran jika semuanya betah tinggal disini. Bahu-membahu sesama umat yang berbeda agama sangat sekali terasa.(Selesai)

*Kustiah, Penulis seorang freelancer dan Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Mantan Jurnalis Detik.com 

(Foto Pendeta Yolin, Courtessy: Detik.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!