Wilda Yanti, Mengolah Sampah Pilihan Nomer Sepuluh

*Kustiah- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Jika ada kemauan kuat akan selalu banyak jalan untuk menggapainya. Demikian bunyi pesan bijak yang menjadi salah pijakan Wilda Yanti saat hendak memulai usaha yang dirintis dari ketidaktahuan. Dengan ketekunan dan semangat belajar yang tinggi Wilda berhasil membuktikannya:

Keluar Dari Pekerjaan, Berpikir Pekerjaan Lain

Belasan tahun lalu, Wilda Yanti, 43 tahun, adalah seorang pegawai kantoran. Berangkat kerja pagi pulang kerja tengah malam. Tak jarang Wilda pulang dini hari, selain karena banyak pekerjaan jarak tempuh tempat kerja dengan tempat tinggal yang lumayan jauh, Cibitung-Bekasi membuat banyak waktunya ia habiskan di jalan. Hidupnya antara kantor dan jalanan.

Anak dan keluarganya nyaris hanya mendapat sisa-sisa waktu yang sedikit. Ketika menjadi ibu satu anak, Wilda masih menjalani pekerjaannya seperti biasa. Apalagi anaknya sudah terbiasa ia tinggal.

Galau muncul ketika anak keduanya lahir. Meninggalkan dua anak di rumah dengan pengasuh membuat Wilda sering merasa tak tenang. Ditambah anaknya yang kedua sering rewel saat ditinggal pergi.

“Yang pertama tidak ada acara tangis-tangisan kalau ditinggal pergi. Tetapi yang kedua justru sebaliknya,” ujar ibu tiga anak ini kepada penuli di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, awal Mei 2017 lalu.

Akhirnya, demi anak Wilda mantap resign. Jabatan yang ia tinggalkan adalah direktur IT di sebuah perusahaan Jepang.

Sebelum keluar lulusan ekonomi bisnis ini mendata pekerjaan yang kira-kira masih bisa ia lakukan sembari mengasuh anaknya. Hasilnya ada sepuluh pekerjaan yang bisa ia pilih.

Pilihan pertama, berjualan produk fashion via online. Sampai saat ini usaha itu masih ia jalankan. Kedua, membuka bisnis makanan, juga berhasil. Sayang, ia memilih menutupnya setelah berjalan empat tahun karena tukang masaknya pulang kampung.

Dan pilihan yang paling mungkin ia lakukan ialah pekerjaan nomor sepuluh, mengolah sampah.

Ide pengolahan smpah muncul saat ia melihat banyak sampah rumah tangga terbuang begitu saja. Apalagi sampah rumah tangga dianggap sebagai sumber bau dan dianggap tak

memiliki nilai ekonomi. Namun, yang terpikirkan kemudian adalah jangankan membayangkan mengerjakan, mencium bau sampah saja sebenarnya membuat Wilda jijik.

“Dari kecil keluarga tahu. Masuk toilet saja saya jijik, apalagi memegang sampah,” katanya.

Berkat ketelatenanannya, bisnis sampah yang ia mulai dari sampah rumahan, dengan memilah organik dan non organik, mengolah yang organik menjadi kompos dan menjual non organik ke pengepul, bisnis Wilda berkembang menjadi bisnis besar.

Ia memulai usahanya dari dapurnya sendiri lalu meluas dari lingkungan perumahannya dan merambah ke pengepul sampah. Kini, usahanya telah merambah tak hanya mengurus pengolahan sampah, tetapi juga membina para petani organik di beberapa daerah di Indonesia.

Bahkan suaminya yang bekerja kantoran kemudian juga ikut-ikutan meninggalkan pekerjaannya dan banting setir membantu usaha yang dibangun istrinya.

Perempuan Pengusaha Sampah

“Jangan membenci atau tidak menyukai apa pun. Karena, bisa jadi yang awalnya tidak kita sukai itulah justru yang akan kita kerjakan”. Demikian pesan Wilda kepada para pekerjanya termasuk kepada penulis ketika sedang meliput di pengolahan sampah di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.

Siapa sangka dari sampah yang ia benci justru membuatnya sukses menjadi seorang pengusaha. Wilda kecil hingga dewasa masih sering jijik jika masuk toilet. Jika tak terpaksa bisa jadi ia tak akan pernah masuk toilet. Juga Wilda tak suka menjadi guru. Tapi nyatanya ia menjadi guru bagi ribuan pemulung dan petani organik yang menjadi binaannya.

“Karena orang tua saya guru, saya tahu bagaimana sengsaranya. Makanya saya tidak menyukai apalagi bercita-cita menjadi guru,” ujarnya.

Kini di daerah dan di beberapa tempat di Jakarta dan Bekasi Wilda justru menjadi guru sekaligus pengusaha yang mengambil semua sampah non organik dari bank-bank sampah.

Usaha sampah diakui Wilda memberikan keuntungan besar. Karena sampah berbau, orang malas melirik usaha ini.

Siang itu, mengenakan high heels, berpakaian blazer, di tempat pengolahan sampahnya di Cikini Wilda menunjukkan alat-alat pengolahan yang ia miliki. Mulai alat mengolah plastik kresek, plastik kemasan, hingga pengolahan sampah organik. Di tempat ini pembalut perempuan juga bisa dimanfaatkan. Dengan alat modern pembalut digunakan sebagai bahan bakar. Ia menunjukkan satu per satu alat beserta kegunaannya kepada tamunya. Selama kurang lebih dua jam berada di tempat pengolahan sampahnya penulis melihat Wilda telah menerima tamu belasan orang secara bergantian. Salah satu tamunya adalah ibu-ibu dari bank sampah di kawasan Jakarta Timur.

Eka, Direktur Bank Sampah Kelompok Kerja Perempuan, Jakarta Timur mengatakan, ia bersama teman-temannya sengaja datang ke lokasi pengolahan milik Wilda untuk menimba ilnu dan berkoordinasi tentang pengolahan sampah baik organik maupun non organik.

Selama ini kelompoknya tak mengalami kesulitan dalam mengumpulkan sampah non organik seperti kardus atau botol plastik kemasan. Karena, penjualan dan pengumpulannya relatif mudah. Justru yang ia keluhkan adalah pengolahan sampah organik atau sampah rumah tangga dan sampah non organik seperti sampah pembalut, kantong plastik, dan aneka sampah plastik yang biasa dibuang sembarangan.

Untuk sampah organik, setelah diolah menjadi pupuk organik Eka dan kelompoknya mengalami kesulitan dalam penjualannya. Sementara untuk sampah non organik yang dianggap tak bernilai kelompoknya belum tahu bagaimana mengolahnya.

Melalui pertemuannya siang itu ia berharap Wilda bisa menjadi distributor untuk pupuk organik buatan kelompoknya. Selain juga bisa bekerja sama dalam pengolahan sampah non organik.

“Di sini ternyata tidak ada sampah yang tidak bernilai dan terbuang sia-sia. Semua bisa diolah dan bermanfaat secara ekonomi,” kata Eka.

Menurut Eka, ibarat dunia persampahan perusahaan Wilda adalah tempat pembuangan sampah paling akhir. Karena, semua sampah yang tidak dibeli oleh pengepul bisa diolah semua oleh Wilda.

Kini usaha Wilda dengan bendera PT Xaviera Global Synergy telah berkembang pesat. Tak hanya fokus mengolah sampah, Wilda juga membina ribuan petani organik yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan membina sekaligus distributor olahan sampah milik bank sampah di beberapa tempat di Jakarta dan sekitarnya. 

*Kustiah, mantan Jurnalis Detik.com, saat ini pengelola www.Konde.co dan menjadi pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!