Akademi Berbagi, Perempuan yang Menginisiasi Kelas Gratis

*Kustiah- www.Konde.co

Ainun Chomsun sungguh tak menyangka jika pertanyaan dan permintaan yang ia utarakan kepada seorang CEO Hotline dan pakar advertising Subyakto dalam sebuah live tweet pada Juli 2010 mendapatkan sambutan.

Padahal Subyakto tak mengenal Ainun, dan perempuan kelahiran Salatiga ini juga tak pernah bertemu. Ia hanya tahu bahwa Subyakto merupakan pakar advertising dan Ainun biasa mengikuti cool tweetnya.

Namun, jawaban Subyakto membuat Ainun senang bukan kepalang.

“Saat itu saya  memberanikan diri menyapa Pak Subyakto dan bertanya, kalau saya ingin belajar copy writing di mana pak ya?” ujar Ainun kepada penulis di rumahnya di kawasan Pondok Indah beberapa waktu lalu.

Tak lama kemudian yang ditanya langsung membalas. “Dia bilang, saya mau ngajarin, asalkan kamu bisa ngumpulin 10 orang,” katanya.

Merintis Kelas Berbagi

Sebenarnya Ainun bisa saja mengambil kursus untuk belajar copy writing. Namun, ia urung karena kesulitan  mencari guru yang cocok dan kalaupun ada biasanya pengajarnya bukan praktisi, juga faktor biaya kursus  yang tinggi.

Akhirnya, setelah mendapatkan jawaban dari Subyakto, Ainun bergegas mencari teman 10 orang untuk diajak bergabung belajar bersama dalam kelas coppy writing yang akan dipandu Subyakto. Kebanyakan yang diajaknya adalah para perempuan.

Tak disangka, ajakan yang ia bagikan melalui media sosial mendapat respon positif. Puluhan orang menyampaikan keinginannya untuk bergabung. Kuatir kelasnya tak efektif Ainun membatasi peserta hanya sekitar 20 orang saja. Padahal yang ingin bergabung banyak.

Setelah kelas coppy writing yang berlangsung hingga beberapa kali yang dilakukan di kantor Subyakto selesai ternyata para peserta ketagihan. Mereka usul ke Ainun supaya mengadakan kelas lagi dengan tema baru.

Selanjutnya di waktu-waktu sesudah itu, menyusul ada kelas jurnalistik yang dipandu Budiono Darsono, yang saat itu menjabat Pemimpin Redaksi Detik.com. Kelas yang dilaksanakan di kantor detik ini juga banyak peminat bahkan berlangsung hingga empat kali.

Kelas yang diinisiasi Ainun tak terasa berlangsung hingga beberapa kali selama hampir tiga bulan. Seorang teman menyarankan supaya Ainun memberi nama kegiatannya yang selalu ia bagikan dalam: live tweet.

Muncullah ide untuk menamai berbagi ilmu secara cuma-cuma dengan peserta dari berbagai latar bekang dan uasi ini dengan nama Akademi Berbagi (Akber). Nama ini ia pilih karena sifat kelas Ainun yang tak pernah menarik biaya sepeser pun kepada peserta yang bergabung. Dan yang unik, kelas ini selalu dilakukan berpindah-pindah dengan pengajar yang juga tak pernah dibayar.

“Semua cuma-cuma. Baik pembicaranya maupun peserta kelasnya tak ada yang dibayar dan membayar. Karena semangatnya berbagi,”  kata ibu satu anak ini.

Akademi Berbagi, Perkembangannya Kini

Tak terasa, Akademi  Berbagi atau Akber kini telah berkembang di 50 kota dengan 200 relawan, 3.000 lebih peserta yang bergabung, dan 200 lebih praktisi yang mengajar. Sistem kepengurusan untuk menjalankan kelas yang ada di tiap kota pun unik.

Masing-masing kota memiliki minimal tiga pengurus yang teridiri dari kepala sekolah atau koordinator kelas. Jabatan kepala sekolah akan mereka gilir minimal 1,5 tahun sekali ke tiap pengurus. Cara ini Ainun gunakan untuk melatih leadership para pengurus. Jadi, pengurus tak hanya sekadar mengatur kelas tetapi juga diharapkan bisa membangun kelas supaya bisa berjalan dan hidup. Dari sistem yang Ainun gunakan saat ini kebanyakan dari mereka sudah banyak yang menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing.

“Karena problem kita di mana pun itu soal kualitas manusianya,” ujarnya.

Aiunun senang Akbernya terus berkembang. Ia berharap semangat berbagi ilmu pengetahuan ini bisa menjalar ke tiap kecamatan. Supaya sumber daya manusia di negeri ini tak mengalami ketimpangan seperti yang terjadi saat ini.

Ia mencontohkan bagaimana pengetahuan dan SDM di daerah dan di perkotaan. Di daerah masyarakat cenderung kesulitan mendapat akses informasi dan pengetahuan. Berbeda dengan pusat kota seperti Jakarta yang mudah sekali  ditemukan praktisi dengan berbagai ilmu dan kapabilitasnya.

“Jadi, tugas Akber salah satunya adalah membagikan ilmu kepada siapa saja yang membutuhkan. Tak ada alasan karena berada di daerah mereka tak bisa maju,” katanya.

Ainun tak pernah membayangkan jika keinginan kecilnya belajar coppy writing akhirnya berkembang menjadi kelas berlajar bersama yang diikuti ribuan orang. Dan yang membuat dia senang tak terkira adalah ternyata masih banyak orang baik yang mau membagikan ilmunya cuma-cuma.

Padahal jika dilihat dari jam terbang dan kapasitas para pengajar bisa saja menolak dengan alasan kesibukan. Tetapi, para praktisi yang sudah punya jabatan tinggi di perusahaan justru tak pelit berbagi ilmu.

Akber juga menerapkan sistem partisipatoris. Selain mendapat ilmu cuma-cuma para peserta juga bisa mengajukan usulan tema ajar. Yang sudah-sudah materi yang diajarkan di antaranya ilmu marketing, leadership, manajemen, jurnalistik, dan masih banyak lagi.

Semua tema ajar biasanya ditentukan bersama berdasarkan kebutuhan atau usulan calon peserta. Begitu juga kelas Akber di daerah. Setiap kota/daerah mengusulkan kepada relawan atau pengurus kelas dan mereka akan mencari pengajarnya.

Permintaan tema ajar di daerah tak selalu sama dengan daerah atau kota lainnya. Karena Ainun selaku supervisor tak pernah menunjuk. Semua harus berasal dari inisiatif masyarakat. Karena mereka sendiri yang bisa mengidentifikasi kebutuhannya.

Kelas Akber di beberapa daerah tak selalu mulus. Kadang peserta bersemangat mengajukan tema tetapi pengajarnya ternyata tidak ada. Jika lokasinya dekat Ainun bisa saja menanggung  biaya pengajar dari penggalangan dana. Tetapi, kebanyakan kekurangan SDM pengajar terjadi di daerah-daerah pelosok. Kasus ini terjadi di beberapa daerah di antaranya di Gorontalo, Bangkalan, Madura, dan beberapa daerah lainnya.

Sementara untuk komunikasi dengan para koordinator atau relawan di daerah Ainun mengandalkan teknologi. Semua dikendalikan melalui media virtual. Kecuali even dua tahunan. Sejak adanya penggalangan dana dari para relawan kini Ainun bisa mempertemukan semua koordinator dalam sebuah workshop untuk pengembangan kapasitas ataupun empowering volunteer.

(Foto: Indonesiaproud.wordpress.com)


*Kustiah,
Mantan Jurnalis Detik.com. Kini pengelola www.Konde.co dan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!