Kopi di Ujung Hari

Luviana – www.Konde.co

Tak ada yang sesibuk hari ini. Hari-hari lain tak kalah sibuknya. Tapi tak ada yang sesibuk hari ini. Ver, teman saya meneguk kopinya. Ia harus membalas ratusan surat di email. Ia bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan komunikasi. Perusahaan ini menjual jasa komunikasi.

Hari ini adalah hari paling sibuk dimana ada ratusan email sampai lebih dari seribu harus ia balas. Kontraknya sebenarnya hanya bekerja paruh waktu, namun yang terjadi ia bekerja sepanjang waktu.

Tuntutan pekerjaan sepanjang waktu itu termasuk ia mesti selalu aktif di sosial media setiap saat. Tidak di rumah, di jalan, waktu diskusi, waktu bareng teman ngobrol, harus selalu memantau terus pergerakan sosial media. Ia juga harus terus menambah followernya.

Awalnya pekerjaan ini menyenangkan karena ia bisa berbagi informasi pada yang lain, itu ujar Ver. Namun apa yang terjadi? lama-lama kerjaan ini tak mengenal libur. Bahkan mau hang out sama teman, ngopi sebentar, harus terus menyalakan handphone.

Padahal hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur bagi para pekerja. Tapi susahnya mengambil hari sebagai hari libur.

Dan tahukah anda, kenapa diantara 7 hari dalam seminggu, hari Minggu dipilih sebagai waktu untuk berhenti dari aktifitas kerja? Kabarburuh.com, situs yang berisi informasi dan advokasi untuk para pekerja menuliskan tentang sejarah hari Minggu ditetapkannya sebagai hari libur. Di hari itu kita harus benar-benar istirahat. Dan Sabtu-Minggu kemudian dijadikan sebagai hak libur bagi para pekerja.

History.com mencatat, bahwa ditetapkannya hari Minggu sebagai hari libur atau istirahat dari kerja, berasal dari kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh bangsa Romawi kuno. Bagi bangsa Romawi, hari Minggu merupakan hari pertama dalam satu minggu.

Dan hari Minggu merupakan hari yang dijadikan sebagai hari untuk beribadah oleh bangsa Romawi kuno. Bangsa Romawi kuno merasa meyakini, bahwa mereka adalah bangsa yang religius. Mereka mengaitkan antara keberhasilan mereka di dunia, dengan kesalehan mereka dalam menjaga hubungan baik dengan para dewa.

Oleh karena ibadah merupakan hal yang sakral, maka bangsa Romawi menghentikan seluruh kegiatan dan aktifitas mereka dalam dunia untuk beribadah. Mereka menandai waktu ibadah dalam kalendernya dengan warna merah. Warna merah kemudian digunakan secara umum di penanggalan internasional. Termasuk juga dengan warna merah bagi hari-hari yang mereka anggap bersejarah.

Kepercayaan agama Romawi kemudian diadaptasi oleh bangsa-bangsa jajahannya, termasuk juga dengan berbagai tradisi, yang diantaranya adalah menjadikan hari Minggu sebagai hari untuk berhenti bekerja.

Selama Belanda menjajah Nusantara, mereka juga menerapkan hari Minggu sebagai hari dimana mereka berhenti bekerja. Hingga akhirnya di Indonesia saat ini, juga menjadikan hari Minggu sebagai hari libur dari bekerja.

Kalau sudah seperti ini, saya lalu mengajak Ver, untuk berhenti bekerja sejenak. Atau melakukan alternatif lain, yaitu keluar dari pekerjaannya. Karena Sabtu dan Minggu adalah hari yang harus diperjuangkan pekerja untuk libur. Jika tidak, bagaimana mungkin kita harus melayani kantor selama lebih dari jam kerja setiap harinya tanpa jeda?

Istirahat sejenak, dan inilah bagian dari perjuangan para pekerja.

Ini kopi buatmu Ver, yuk kita berjuang sambil ngopi….

Ngopi di ujung hari.

(Referensi: http://kabarburuh.com/2016/10/02/asal-usul-hari-minggu-menjadi-hari-libur-kerja/)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!