Kami Merasakan Pahitnya di PHK

“Sistem outsourcing membuat para buruh terjebak dalam sistem kerja 12 jam per hari tanpa upah lembur. Akibat kerja berkepanjangan, buruh mengalami kelelahan dan rentan kecelakaan kerja. Dalam tiga tahun terakhir saja, 4 buruh tewas, sebagian mati terpanggang, akibat menyupir dalam kondisi kelelahan. Buruh juga terus dikontrak meski bekerja selama puluhan tahun. Dan tak semua yang bekerja sebagai sopir ini adalah laki-laki, beberapa diantaranya adalah perempuan.”

Luviana- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Sabtu pagi, 12 Oktober 2017 di alun-alun Cimahi, Jawa Barat.

Ati Nugroho tampak heran dan bertanya-tanya melihat aksi para buruh AMT Pertamina yang menggunakan baju zombie. Mereka melakukan aksi berjalan kaki ke Jakarta. Berpakaian putih, membawa jenasah.

Para buruh AMT Pertamina ini melakukan longmarch sejauh 160 kilometer. Mereka adalah Khaeruddin, buruh outsourcing, korban PHK yang telah bekerja selama 22 tahun. Di PHK sepihak, hanya di sms, lalu besoknya tak boleh kerja lagi. Padahal ia harus menghidupi istri dan anaknya. Anaknya sedang masuk kuliah di tahun ini. Jika ia tak bekerja dan tak mendapat pesangon, ia optimis anaknya bisa melanjutkan kuliah.

Selain Khaeruddin, ada Ade Lukman, salah satu relawan yang peduli dengan kasus buruh ini. Ade melakukan long march Surabaya-Jakarta. Ia berjalan kaki selama 33 hari dari Surabaya, untuk mendampingi para buruh bertemu Jokowi di Istana Jakarta.

Kurang lebih ada 50 buruh AMT Pertamina yang berjalan kaki ke Jakarta.Para buruh ini merupakan bagian dari 1095 buruh outsourcing Pertamina yang di PHK secara sepihak, tanpa pesangon dan kejelasan status.

Ati melihat puluhan rombongan buruh zombi Pertamina ini di Cimahi.

“Kasihan ya, nggak tega melihat ini. Nggak digaji lima bulan, nggak dapet pesangon. Di-PHK gitu saja. Diputus kontrak, outsourcing,” kisahnya.

Ati bisa merasakan ini, karena ia ternyata merupakan korban tak langsung dari PHK.

“Suami saya kemana juga habis di-PHK di salah satu pabrik di sini dan gak dapat apa-apa,” ungkapnya.

Alhasil, ia merasa barisan zombi ini mewakili keluarganya, “Saya ngerasain apa yang mereka rasain,”

Suami Ati bekerja di perusahaan di Cimahi, Jawa Barat, dan di-PHK dengan alasan efisiensi. Hubungan yang mudah memecat buruh ini membuatnya pusing tujuh keliling mengelola keuangan.

“Sedih mas, punya anak dua, muternya. Sampai sekarang suami saya juga belum dapat kerja,” tuturnya.

Ia berharap pemerintah serius menghapuskan outsourcing.

“Saya mah pingin dibuka selebar-lebarnya lapangan kerja. Nggak ada outsoucing, dihapus,” harapnya. Selain itu, ia ingin pemerintah menaikan upah minimum secara berarti.”

Buruh Aksi Zombie Sampai Jakarta

Sebanyak 50 buruh pertamina mengenakan kostum zombi, setelah sampai Jakarta, pada Jumat 20 Oktober 2017 kemarin melakukan aksi di istana Jakarta. Aksi Zombie buruh Pertamina ini dilakukan sejak Jumat, 13 Desember 2017 hingga tiba di Jakarta pada Kamis, 19 Oktober 2017.

Para buruh menyatakan dalam orasinya bahwa rute sejauh 160 kilometer itu ditempuh untuk menuntut penghapusan kontrak dan outsourcing di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kontrak dan outsourcing menurunkan daya tawar buruh dan membuat melanggengkan sistem yang mempekerjakan mereka lebih 12 jam tanpa upah lembur.

Setelah pemerintah menjanjikan pembekuan perusahaan outsourcing yang ilegal di Pertamina Patra Niaga dan PT.Elnusa Petrofin, manajemen malah melakukan PHK terhadap 1.095 buruh secara ilegal.

Aksi para zombie buruh awak mobil tangki Pertamina bermuara di Istana Negara. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo merapikan pengelolaan BUMN dan agar BUMN tidak lagi melanggar hukum dengan menggunakan sistem kerja outsourcing.

Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah menyatakan bahwa zombie buruh Pertamina akan menyambangi Presiden Joko Widodo untuk menagih janji tiga layak tersebut. Jokowi pernah menjanjikan upah layak, kerja layak, dan hidup layak bagi para buruh.

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan 13 tahun 2003, Pertamina dilarang menggunakan sistem outsourcing untuk para awak mobil tangki karena masuk dalam golongan pekerjaaan inti. Pada September 2016, nota pemeriksaan Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara menyimpulkan Pertamina Patra Niaga demi hukum mesti mengangkat buruh Awak Mobil Tangki (AMT) menjadi karyawan tetap. Pertamina menggunakan outsourcing yang tidak sesuai dengan undang-undang baik di Patra Niaga maupun anak perusahaan lainnya, PT.Elnusa Petrofin. Ini karena keduanya tidak mendaftarkan pemborongan tenaga kerja tersebut ke suku dinas terkait dan menggunakan outsourcing untuk produksi inti.

Kerja Berkepanjangan dan Kecelakaan Kerja

Pada 2013, Panja Outsourcing BUMN di Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat menghasilkan 13 rekomendasi untuk perusahaan-perusahaan pelat merah. Di antaranya adalah tidak adanya outsourcing di BUMN dan kewajiban BUMN memenuhi hak-hak normatif, seperti upah lembur.

Dilansir dalam www.buruh.co, sistem outsourcing membuat para buruh terjebak dalam sistem kerja 12 jam per hari tanpa upah lembur. Akibat kerja berkepanjangan, buruh mengalami kelelahan dan rentan kecelakaan kerja. Dalam 3 tahun terakhir saja, 4 buruh tewas, sebagian mati terpanggang, akibat menyupir dalam kondisi kelelahan. Buruh juga terus dikontrak meski bekerja selama puluhan tahun.

Bukannya menjalankan perintah Dinas Tenaga Kerja, kedua anak perusahaan PT.Pertamina itu malahan memecat secara sepihak 1.095 buruh di 10 depot di berbagai provinsi. Pertamina juga tidak memberikan pesangon sama sekali dan selama ini tidak membayarkan BPJS bagi buruh Awak Mobil Tangki.

PHK seperti ini tak hanya dirasakan laki-laki, namun juga perempuan. Bagi buruh, PHK merupakan kejahatan perusahaan karena dengan tiba-tiba memutus rantai ekonomi keluarga, untuk yang berumahtangga, ini akan berimbas pada anak-anak. Hal ini tak hanya dialami buruh laki-laki namun juga buruh perempuan. Totalitas buruh dalam bekerja seolah tak dihargai. Tiba-tiba mereka harus menanggung keputusan perusahaan yang sepihak.

Pola seperti ini lazim dijalankan perusahaan. Abu Mufakir di Majalah Perburuhan Sedane mencatat PHK sebagai sebuah keniscayaan dalam setiap relasi kerja upahan. PHK merupakan peristiwa harian, di banyak tempat dan di berbagai sektor industri formal. Kedua, PHK memiliki dampak yang beragam. Saya tahu bagaimana rasanya kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba; dibuang begitu saja setelah menyerahkan sebagian besar waktu dan energi di tempat kerja.

Karena itu PHK bukanlah problem remeh.

Keniscayaan PHK juga harus dikaitkan dengan suatu pola yang membentuk hukum atas peristiwa tersebut. Bukan sebagai pembenaran moral, tapi sebagai pemahaman atas logika yang menggambarkan bagaimana gerak dari peristiwa itu bisa terjadi.

Hukum yang dimaksud adalah hukum besi kompetisi dalam proses akumulasi kapital yang berhubungan dialektis dengan proses dan hubungan kerja. Dalam prosesnya, buruh sebagai kekuatan produksi utama semakin diperlakukan sebagai salah satu variabel dan faktor temporer dalam proses produksi yang semakin fleksibel. Sementara kapital semakin terpusat di segelintir pemilik.

Disinilah letak titik persoalannya.

Menurut Abu Mufakhir, PHK merupakan laju perputaran manusia dalam pasar kerja formal. PHK adalah penanda kuat bahwa pasar kerja formal semakin memburuk disebabkan faktor-faktor struktural. Untuk itu kita memerlukan data sejarah PHK yang dikombinasikan dengan data pasar kerja untuk mengetahui berapa rata-rata persentase manusia ditarik masuk dan dibuang dari pasar kerja, atau angka turn-over rata-rata. Melalui hal tersebut kita dapat membaca perputaran manusia di pasar kerja melampaui paradigma supply and demand atau paradigma rigid-tidaknya pasar tenaga kerja. Angka rata-rata tersebut akan memberikan pemahaman pasar tenaga kerja di Indonesia semakin memburuk atau tidak. Dengan demikian, data sejarah PHK bisa kita gunakan untuk melihat persoalan yang lebih struktural: seberapa banyak dan seberapa mudah orang ditarik dan dibuang dari pasar kerja.

(Aksi dukungan dari para perempuan mendukung aksi buruh Zombie AMT Pertamina di Jakarta, Kamis 19 Oktober 2017)

1. Sejumlah informasi Dilansir dari www.buruh.co

2. Referensi: http://majalahsedane.org/phk-massal-dan-akumulasi-kapital/

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!