Perempuan di Balik Makanan Sehat

Berawal dari keprihatinan melihat banyaknya makanan yang diolah dengan menggunakan pewarna dan berbahan ‘tidak aman’, ia kemudian tertantang untuk membuat makanan sehat. Makanan dari umbi ia sulap menjadi makanan beraneka rasa, dari umbi-umbian juga ia membuat pewarna makanan. Ini dilakukannya karena  ia  menolak pewarna makanan yang kurang sehat.

*Kustiah- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co – Karena merasa prihatin melihat banyaknya makanan, yang kebetulan menjadi makanan favorit anaknya, dan diolah dengan menggunakan pewarna dan berbahan ‘tidak aman’, Ambarwati Hernawan kemudian memutar otak mencari cara bagaimana supaya anaknya bisa tetap makan cake enak, aman, dan sehat.

Kala itu tahun 2004. Ambarwati Hernawan melakukan investigasi dan penelitian kecil-kecilan. Mencari tahu bahan apa saja yang digunakan untuk membuat cake. Ibu dua anak ini tahu bahwa kue yang dimakan anaknya berbahan dasar tepung terigu, namun ia tak menyangka ternyata jenis dan variasi makanan yang di jual di pasaran menggunakan bahan berbahaya, antara lain zat pewarna kimia, formalin, boraks, dan pengawet.

Ia lantas berpikir keras untuk membuat kue sendiri dari bahan yang aman dan sehat.

Percobaan pertama yang ia lakukan adalah membuat cake dengan mengganti tepung terigu dengan tepung umbi-umbian.

Lalu untuk warna ia menggunakan umbi-umbian segar yang berwarna terang atau umbi yang sudah dalam bentuk tepung dengan tambahan warna dari tumbuhan yang mudah dicari seperti daun suji atau pandan.

Soal mengganti terigu dengan umbi-umbian Ambar punya alasan ideologis.

Ia tahu bahwa tepung terigu merupakan produk impor. Jika setiap membuat kue selalu menggunakan produk yang tak bisa ditanam dan diolah di Indonesia, ia membayangkan berapa besar biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk membiayai petani di luar negeri.

Sementara Indonesia memiliki produk yang tak kalah enaknya seperti umbi-umbian yang ditanam para petaninya.

Selain memiliki kandungan karbohidrat, umbi-umbian menurut Ambar jauh lebih aman, karena tak mengandung gula tinggi seperti yang terkandung dalam terigu. Lalu ia mencoba mengganti dengan bahan makanan yang mudah ditemukan di tempat sekitar.

“Sudah saatnya kita tak bergantung dengan negara lain. Kalau di negara sendiri, ada mengapa harus cari yang nggak ada,” ujarnya.

Satu kali percobaan tak berhasil, membuat Ambar tak menyerah. Ia mencobanya lagi dan lagi. Hingga tak terhitung jumlah percobaannya Ambar kemudian menemukan pengolahan dan resep olahan penganan berbahan umbi-umbian yang cocok di lidah anak-anak dan keluarganya.

“Tester saya anak-anak dan suami. Kalau mereka bilang tidak enak saya mencobanya lagi. Begitu seterusnya,” ujar Ambar.

Dia merasa puas saat anak-anaknya tak lagi melirik jajanan di luar selain buatannya. Yang membuat Ambar bangga anak-anaknya bahkan telah memiliki kesadaran memilih mana makanan yang menurutnya aman dan sehat dan mana makanan yang tidak sehat.

Bahkan dari promosi anak-anaknya pula teman-teman anaknya di sekolah dan orang tuanya memesan kue ke Ambar. Kebetulan teman anak dan tetangganya ada yang menderita autis.

Ambar kemudian membuat kue dari bahan umbi sebagai pengganti tepung. Pewarnanya juga ia buat dari umbi-umbian. Ini untuk menghindari makan makanan yang terlalu banyak tepung dan menghindari pewarna makanan yang kurang sehat.

Bagi penderita autis, tepung terigu merupakan bahan makanan pantangan karena mengandung gluten atau gula yang tinggi yang bisa menyebabkan anak autis makin hiperaktif jika mengonsumsinya.

Hatinya terketuk saat melihat beberapa teman anaknya yang juga tetangganya yang mengidap autis dan penyakit degeneratif. Ia lantas menyampaikan kegelisahannya kepada ibunya. Pertanyaan muncul, mengapa banyak orang tak sadar kalau penyakit yang mereka dan anak-anaknya idap awalnya bersumber dari makanan yang mereka konsumsi?

Ambar ingat bagaimana kemudian ibunya yang memiliki rumah makan di kawasan Bintaro ini menanggapi pertanyaan yang ia lontarkan.

“Mengapa kamu tak memulai lebih dulu,” ujar Ambar mengenang kata-kata ibunya.

Pertanyaan ibunya membuat Ambar termotivasi. Ia lantas berkreasi mengolah makanan yang berbahan umbi-umbian menjadi makanan cantik yang aman dan sehat. Ia memutuskan keluar dari pekerjaannya dan menekuni hobi masaknya. Ia ingat bagaimana awal mula ingin menyosialisasikan makanan olahannya kepada masyarakat luas.

Perlahan kelihaiannya membuat kue enak berbahan umbi-umbian tercium oleh banyak orang. Dan makin banyak pula orang yang memesan kuenya.

Ambarwati kini menjadi pemilik dan pengelola CV Arum Ayu, sebuah CV yang khusus mengolah penganan berbahan umbi-umbian.

Lalu apa yang dilakukan Ambar untuk membantu ekonomi para perempuan di sekitarnya dari pembuatan kue ini? (Bersambung)


(Ambarwati Hernawan/ Foto: Mongabay)

*Kustiah, Pengelola www.Konde.co dan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Sebelumnya, mantan jurnalis Detik.com 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!