Catatan KTT ASEAN: Agenda Tersembunyi Bagi Perempuan

*Ega Melindo- www.Konde.co

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar di Philipina 13-14 November 2017 baru saja usai. Konferensi yang dihadiri para kepala negara di ASEAN ini ternyata mempunyai agenda tersembunyi perdagangan bebas yang sangat merugikan perempuan.

Sejumlah Organisasi masyarakat sipil (OMS) dari negara-negara anggota ASEAN juga berpartisipasi dalam Forum Rakyat ASEAN 2017 atau ASEAN People’s Forum 2017 yang diadakan di kota Quezon, Philipina, 13 November 2017 lalu.

Organisasi masyarakat sipil dalam forum tersebut menyatakan prihatin dengan adanya agenda perusahaan dan perjanjian perdagangan bebas ASEAN seperti TPP dan RCEP. Agenda ini dipastikan akan merugikan perempuan.

ASEAN People Forum merupakan forum tahunan Organisasi Masyarakat Sipil di negara-negara anggota Asean, yang diselenggarakan secara bersamaan sebagai pertemuan paralel dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang dhadiri oleh para Kepala Negara di Quezon, Philipina 13-14 November 207 lalu.

Aktivis perempuan dalam forum tersebut juga juga melakukan aksi melawan kesepakatan perdagangan bebas dengan secara simbolis mencabut pasal kesepakatan TPP dan RCEP agreement chapters and the ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang diputuskan dalam KTT ASEAN.

“Perjanjian Perdagangan Bebas seperti TPP dan RCEP akan memaksa privatisasi layanan publik kita, meroketnya harga obat-obatan kita, mendorong upah pekerja turun dan membatasi ruang pembuatan kebijakan dari pemerintah kita, mencegah negara-negara berkembang menggunakan kebijakan yang sama dengan negara maju telah menggunakan jalan mereka sendiri untuk pembangunan,” Kata Diyana Yahaya, Programme Officer at Asia Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD).

APWLD adalah jaringan organisasi feminis dan aktivis akar rumput terkemuka di Asia Pasifik. Sebanyak 200 anggota APWLD mewakili kelompok perempuan beragam dari 27 negara di Asia Pasifik. Selama 30 tahun terakhir, APWLD telah secara aktif bekerja untuk memajukan keadilan perempuan dan keadilan perempuan.

Di banyak negara Asia Tenggara, upah murah perempuan adalah sumber keunggulan kompetitif perusahaan dan ketika sebuah negara memutuskan untuk menaikkan upah minimum, perusahaan-perusahaan tersebut berkemas dan pindah ke negara lain dengan memberikan standar upah lebih murah.

“Di Kamboja kita melihat perusahaan asing mengancam untuk pergi setiap kali pekerja menuntut upah yang lebih tinggi. Kebijakan anti-rakyat ini dan berpacu ke bawah dengan upah buruh dan hak buruh hanya akan berlanjut di bawah TPP dan RCEP, “tambah Reasey Seng, dari SILAKA, Kamboja.

Masyarakat di Jakarta, terutama perempuan yang mengandalkan layanan air telah menderita selama bertahun-tahun di tangan kontraktor air swasta kota yang mengenakan biaya tinggi dan gagal memasok air bersih secara konsisten.

Bahkan setelah 13 tahun pertempuran hukum dan keputusan Mahkamah Agung bahwa privatisasi air adalah pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah kota Jakarta sejauh ini menolak untuk melakukan keputusan pengadilan.

“Perjanjian perdagangan seperti TPP dan RCEP akan mempromosikan privatisasi lebih lanjut, dan membuat sulit untuk membalikkannya,” Kata Arieska Kurniawaty dari Solidaritas Perempuan, Indonesia.

Koalisi masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Ekonomi sebelumnya juga pernah mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk tidak melanjutkan perundingan perdagangan bebas Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Hal ini dikarenakan perundingan perdagangan bebas RCEP ini hanya akan merugikan Indonesia ditengah berbagai negara mitra ekonomi ASEAN masih menerapkan tindakan proteksi terhadap pasarnya.

Perundingan Putaran ke-20 RCEP telah berlangsung di Incheon, Korea Selatan pada 17-28 Oktober 2017. Pada penutupan perundingan dikabarkan perundingan gagal mencapai beberapa target.

Tingginya komitmen yang ingin disepakati untuk membuka market akses perdagangan barang dan jasa hingga mencapai 90% sangat sulit untuk disepakati. Masing-masing negara memiliki kepentingan untuk menjaga pasarnya agar tidak dibanjiri oleh produk import.

Kerjasama perdagangan bebas RCEP ini pada dasarnya hanya akan menguntungkan negara mitra ekonomi ASEAN ketimbang masing-masing negara anggota ASEAN itu sendiri.

Kelompok masyarakat sipil mengeluarkan sebuah pernyataan kolektif yang mendesak negara-negara anggota ASEAN untuk mengambil pendekatan yang berpusat pada manusia, memperjuangkan manusia dan tidak memperjualbelikan hak asasi manusia perempuan dan harus mengambil jalan menuju pembangunan yang adil dan berkelanjutan.

Mereka menuntut langkah-langkah maju untuk diambil yang mengurangi ketidaksetaraan kekayaan, kekuatan dan sumber daya di dalam negara, di antara negara-negara dan antara kaya dan miskin.

(Referensi: https://igj.or.id/rilis-koalisi-masyarakat-sipil-untuk-keadilan-ekonomi/)

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay.com)


*Ega Melindo,
Aktivis Solidaritas Perempuan Jakarta

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!