Bersuara Lantang dan Lebih Keras untuk Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan

Poedjiati Tan- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Hear me Too atau dengarkan saya juga, merupakan tema kampanye hari anti kekerasan terhadap perempuan pada 25 November tahun ini. Tema ini juga mengandung arti untuk menyuarakan
secara lebih keras bersama-sama dan bersuara lebih lantang secara bersama-sama.

Setiap tahun, kampanye hari anti kekerasan terhadap perempuan dilakukan selama 16 hari, yaitu dari 25 November – 10 Desember 2018. Komnas Perempuan melihat bahwa hingga sekarang banyak terdapat kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak tertangani.

Di tahun ini, Ketua Komnas Perempuan, Azriana Manalu menyebutkan bahwa catatan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa tren kekerasan seksual yang mencuat menjelang hari anti kekerasan terhadap perempuan, antaralain:

1.Kekerasan Seksual pada Sektor Pendidikan

Yang terjadi di tahun 2017-2018 misalnya, penyelesaian kasus yang dialami mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), Agni (bukan nama sebenarnya) menunjukkan bahwa kekerasan seksual masih dianggap bukan pelanggaran berat di kalangan kampus dan belum ada prioritas pemulihan bagi mahasiswi.

2.Kekerasan atas dalih UU ITE

Yang kedua, dalam kasus yang menimpa korban UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril di Mataram, NTB memperlihatkan tidak dikenalinya kekerasan seksual yang melatarbelakangi kasus yang menjadikan Baiq Nuril sebagai korban.

3.Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Cyber

Hingga akhir tahun 2017, terdapat 65 kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang dilaporkan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan. Bentuk kekerasan cukup beragam seperti dilakukan oleh pacar, mantan pacar, suami.

Sedangkan di dunia maya, misalnya dilakukan oleh: kolega, sopir transportasi online dan orang yang tidak dikenal. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan cyber bukanlah bentuk kekerasan terhadap perempuan biasa namun juga kejahatan transaksional yang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah.

“Pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya terbanyak dilaporkan pada bulan Februari dan Desember 2017 lalu, dengan jenis kekerasan recruitment, malicious distribution, ilegal content dan cyber harasshment,” ujar Azriana Manalu.

4.Kekerasan Seksual pada buruh migran dan pekerja rumah tangga perempuan

Komnas Perempuan menerima 10 pengaduan kasus Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan pekerja migran perempuan. Mereka umumnya menjadi korban perdagangan orang dengan disertai kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kriminalisasi. Para korban umumnya diperdagangkan di dalam negeri atau di wilayah Indonesia dan diluar negeri untuk tujuan eksploitase kerja, eksploitase seksual hingga dugaan penjualan organ tubuh.

Dari kondisi ini, Komnas Perempuan dalam konferensi pers hari anti kekerasan terhadap perempuan di kantor Komnas Perempuan pada 23 November 2018 di Jakarta menyatakan, telah mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap para korban. Namun Panja Komisi 8 DPR RI terkesan memperlambat pembahasan.

“Tidak sensitifnya Panja DPR RI terkait kekosongan hukum dalam melindungi masyarakat khususnya perempuan dari kekerasan seksual ini mengakibatkan hingga saat ini proses hukum terhadap korban kekerasan seksual hanya berpegang pada KUHP dan KUHAP, yang tidak mampu memberikan perlindungan secara utuh bagi perempuan korban kekerasan seksual,” ujar Mariana Amiruddin, komisioner Komnas Perempuan.

Maka dengan kondisi ini, Komnas Perempuan kemudian mendesak pihak eksekutif dan legislatif untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Kemudian mendesak Presiden RI untuk memberikan arahan kepada pemerintah dan memperhatikan kasus kekerasan seksual dalam proses penyusunan payung hukum.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mengajak semua elemen masyarakat untuk bersuara secara lebih keras dan lantang untuk stop melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Selama 16 hari ini, Komnas Perempuan bersama jaringan organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia juga melakukan kampanye bersama stop kekerasan seksual tehadap perempuan. Di Jakarta ada pemutaran film 16 film festival, diskusi publik dan workshop tentang penghapusan kekerasan seksual. Sedangkan organisasi masyarakat sipil mengadakan beragam acara di kota-kota di Indonesia.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!