Jangan pernah Penjarakan Korban Kekerasan Seksual

Poedjiati Tan -www.konde.co

Belum selesai kita berduka dengan kasus eksekusi mati Tuti Tursilawati
oleh pemerintahaan Arab Saudi. Tuti yang mengalami percobaan perkosaan dan
kekerasan oleh majikannya, dan untuk melindungi dirinya dia melakukan
pembunuhan. Banyak aktivis migran yang memprotes tindakan pemerintah Arab
Saudi, karena Tuti adalah korban pelecehan seksual.

Kini di Indonesia, perempuan korban pelecehan seksual
secara verbal, Ibu Baiq Nuril Maknun sedang mengalami ancaman hukuman penjara
atau denda 500 juta.

Kasus yang menimpa ibu Baiq Nurul bermula di tahun 2017 ketika kepala SMA di Mataram
berinisial M. Bapak M menelpon dan menceritakan pengalaman hubungan seksualnya
dengan perempuan lain kepada Nuril.

Nuril lalu berinisiatif merekam pembicaraan kepala
sekolah untuk membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan M.

Salah satu teman Nuril kemudian menyebarkan rekaman itu ke
Dinas Pendidikan Kota Mataram dan pihak-pihak lain.

Kepala sekolah lalu melaporkan
Ibu Nuril ke polisi atas pelanggaran UU ITE. Meski  PN Mataram membebaskan Nuril, Mahkamah Agung
justru mengabulkan kasasi jaksa, dan menyatakan Ibu Nuril bersalah atas Pasal
27 ayat (1) UU ITE.

Bagaimana kita bisa melindungi para perempuan yang bekerja
di luar negeri bila perempuan di dalam
negeri yang menjadi korban pelecehan malah dihukum penjara. Bagaimana kita
sebagai perempuan bisa melindungi diri dari pelecehan apabila kita berusaha
merekam kejadian pelecehan dan dijadikan bukti malah terkena pasal UU ITE.

Percuma kita mengkampanyekan anti kekerasan terhadap
perempuan bila negara tidak pernah hadir, dan aparat negara justru menjadi alat
untuk membungkam suara perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.

Itu sebabnya menurut catatan tahunan komnas perempuan angka
kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sejak 2010 terus meningkat dari tahun ke
tahun. Peningkatan angka yang sangat tinggi terjadi antara tahun 2011 sampai
tahun 2012 yang mencapai 35%. Untuk tahun 2015 jumlah kasus meningkat sebesar
9% dari tahun 2014.

Dengan dipenjarakannya Ibu Nuril ini pasti akan berdampak kepada para
korban kekerasan ataupun pelecehan seksual. Para perempuan yang menjadi korban
akan takut untuk melaporkan kejadian karena akan ada kemungkinan dia yang
mendapatkan hukuman. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender memang selalu
berdampak kepada perempuan. Perempuan selalu memiliki posisi tawar yang rendah
dalam relasi kuasa dan selalu dikorbankan.

Ini saatnya bagi kita untuk sama-sama untuk memerangi
kekerasan terhadap perempuan. Memberikan keadilan dan perlindungan terhadap
perempuan bila kita tidak ingin makin banyak perempuan yang menjadi korban,
yang bisa saja perempuan itu anak perempuan kita, saudara perempuan kita, atau
ibu kita. Jangan pernah penjarakan korban kekerasan seksual. 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!