Kekerasan Seksual di Kampus Hanya Permulaan, Lainnya Akan Menyusul Menuju Permukaan

*Miladiyah Bariqoh- www.Konde.co

Saya termasuk orang yang sangat menyayangkan ketika kasus kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Agni diselesaikan dengan jalan “damai” oleh pihak universitas. Buat saya ini menandakan bahwa kampus atau universitas dimanapun masih menjadi tempat yang tidak aman bagi korban pelecehan seksual, dan jika ada kasuspun, akan banyak diselesaikan dengan jalan kompromi.

Selain Agni, saya juga menemukan banyak kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di kampus yang menjadikan perempuan sebagai korban. Beberapa waktu sebelumnya, ada media yang juga banyak meliput adanya dosen yang senang melakukan pelecehan seksual yang sudah menjadi rahasia umum di beberapa instansi kampus. Malah saya menduga bahwa di seluruh kampus, pasti ada salah satu atau lebih dosen yang memiliki otak mesum.

Beberapa mahasiswi yang menjadi korban atau yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban pelecehan seksual, masih berpikir tidak dapat bertindak lebih jauh ketika dirinya mengalami pelecehan seksual. Melawan dan melaporkan dosen masih memiliki dampak dan resiko yang tinggi karena mengancam pihak petinggi kampus yang memiliki otoritas lebih tinggi, memang tidaklah mudah.

Dosenpun dapat mengancam balik kepada mahasiswi yang berani melaporkan tindakan bejat dirinya. Mulai dari ancaman pemberian nilai jelek, skripsi yang ditolak atau dianggap tidak lulus hingga di drop out dari kampus.

Namun perlahan kasus ini mulai muncul dan diliput oleh berbagai media yang mengungkap kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di dalam lingkungan kampus. Hal ini akan sangat membantu para korban dan penyintas untuk berani melaporkan kasus yang menimpa mereka pada pihak atau lembaga yang siap membantu. Dan juga pengungkapan kasus pelecehan seksual di kampus akan menjadi peringatan bagi dosen-dosen yang senang melakukan pelecehan dan kekerasan seksual agar tak berani lagi macam-macam. Akhirnya semuanya perlahan terungkap. Ini berita bagus.

Namun saya masih khawatir bagaimana jika kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual di kampus, seperti yang terjadi di UGM dan Undip, hanya menjadi kasus yang sebagian kecil yang terungkap dari seluruh kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di berbagai kampus di negeri ini?.

Kasus yang beredar hari-hari ini memberitakan bahwa korban pelecehan seksual adalah korban yang menyadari dirinya adalah korban. Sebagai korban, dia berhak untuk menuntut keadilan yang terjadi pada dirinya menggunakan instrumen hukum. Namun, bagaimana nasib para korban pelecehan seksual yang belum menyadari bahwa dirinya korban? Atau yang takut untuk melaporkan sesuatu karena terancam?

Beberapa saat yang lalu saya mendengar sebuah kabar walaupun hanya kabar yang disampaikan dari mulut ke mulut. Namun jika ingin ditelesik lebih jauh, kabar itu lebih mengerikan dari apa yang saya bayangkan. Berbeda dengan kasus dosen yang melakukan pelecehan seksual selaku petinggi kampus, kabar pelecehan seksual tersebut terjadi di kalangan antar mahasiswa, lebih tepatnya dilakukan mahasiswa laki-laki.

Salah satu kabar yang saya dengar, terdapat sebuah jaringan forum online di media sosial yang beranggotakan para laki-laki mahasiswa di salah satu universitas. Forum atau grup tersebut khusus dibuat untuk mensharing foto-foto telanjang perempuan yang sebagian menjadi pacar para anggota mahasiswa laki-laki. Koleksi foto para perempuan yang telanjang menjadi ajang hiburan tersendiri bagi anggota grup tersebut. Bahkan, mereka membagikan foto tersebut sebagai rekomendasi antar sesama anggota grup dan menunjukkan perempuan mana saja yang bisa diajak kencan.

Pengalaman pribadi saya mulai menunjukkan bukti dari kabar tersebut. Kebetulan saya akrab dengan seorang teman lelaki satu jurusan saya. Melihat jaringan pertemanan teman lelaki saya ini yang cukup luas, akhirnya saya berinisiatif untuk melakukan sebuah penyelidikan kecil-kecilan. Penyelidikan yang saya lakukan mungkin beresiko namun saya berpikir bahwa harganya mungkin akan sepandan.

Saya berpura-pura meminta link atau video pada teman laki-laki saya. Tidak membutuhkan banyak basa-basi, saya dikirimkan deretan link platform penyimpanan data online seperti Google Drive dan Dropbox oleh teman lelaki saya tadi.

Saya mengira isinya hanya sekedar video yang bisa didownload di situs porno. Namun isinya melebihi apa yang saya perkirakan. Banyak foto perempuan-perempuan telanjang di dalamnya. Saya tidak tahu mereka semua itu siapa. Karakteristik fotonya diambil dengan menggunakan kamera ponsel pribadi yang kebanyakan jenis foto nude selfie. Saya bertanya kepada teman laki-laki saya dan dia mengatakan bahwa foto perempuan tersebut adalah pacar sekumpulan lelaki yang mengumpulkan foto-foto telanjang pacarnya untuk bisa dibagikan kepada teman lelakinya yang lain.

Para perempuan ini adalah korban penipuan berbasis revenge porn, namun para perempuan tersebut tidak menyadarinya. Awalnya mungkin kiriman foto perempuan telanjang tersebut kepada pacarnya dilakukan secara konsensual. Tapi naas-nya, pacar lelaki mereka menipu mereka dan menyebar foto telanjang mereka, yang jelas tanpa sepengetahuan si perempuan.

Kasus ini bisa saja terus-menerus menjadi kasus yang tersembunyi dan akan tersebar pada semua laki-laki yang menginginkan foto telanjang perempuan tersebut sebagai konsumsi publik.

Kasus tersebut hanyalah sebagian kasus kecil yang pernah saya temukan melalui penyelidikan kecil-kecilan saya. Saya meyakini adanya sebuah komunitas yang lebih besar yang didalamnya berisi anggota para tersangka penipuan berbasis revenge porn.

Saya mengajak kepada perempuan lainnya baik yang sudah mengetahui dirinya adalah korban maupun yang belum menyadarinya. Jangan mudah terperdaya oleh bujuk rayuan pacar lelaki. Fenomena revenge porn masih sangat sedikit sekali yang muncul di permukaan. Kasus yang belum terungkap, akan sangat jauh lebih mengerikan. Korban yang mengalami revenge porn akan memiliki dapat psikologis tersendiri seperti merasakan malu, hina dan menganggap dirinya sebagai aib. Maka dari itu, saya ingin semua pihak menyadari fenomena ini untuk lebih berhati-hati lagi dalam penyebaran sesuatu yang bersifat privat.

Kedepannya saya berharap di semua tempat baik di lingkungan kampus, tempat kerja, hingga di lingkungan keluarga akan menjadi tempat yang sepenuhnya aman bagi perempuan untuk terhindar dari pelecehan dan kekerasan seksual.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Miladiyah Bariqoh, mahasiswi teknik yang berproses menyelesaikan skripsi dengan segera namun juga tak buta dengan fenomena sosial. Bisa intip kehidupan pribadi saya di situs blog mildamiladiyah.wordpress.com

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!