Jangan Paksa Anak untuk Keluar Dari Pekerjaannya, Karena Ia Seorang Perempuan

*Ruby Astari-www.Konde.co

Seorang kawan baru-baru ini curhat. Singkat cerita, sudah ketiga kalinya perempuan ini diminta untuk resign dari pekerjaannya oleh orang tuanya sendiri. Alasan mereka yang bikin saya kemudian sangat sedih. Orang tuanya masih berpendapat bahwa anak perempuan tidak perlu berkarir, apalagi sampai terlalu tinggi. Jika anak perempuan berkarir, ia takut akan ada banyak laki-laki yang akan lari.

Intinya, mereka mau anak perempuan mereka segera keluar dari pekerjaan dimana ia bekerja atau resign, bahkan disertai dengan ancaman serta ditakut-takuti dengan kata ‘durhaka’. Mereka ingin kawan saya ini selalu berada di rumah saja, segera menikah, punya anak, dan mengurus rumah.

Tentu saja, hal ini membuat kawan saya sangat sedih dan merasa tertekan. Pertama, pekerjaannya yang sekarang merupakan karir impiannya yang dulu pernah ia impikan. Pastinya itu membuatnya bahagia.

Kedua, apa salahnya bila anak perempuan mandiri dan dapat mencari penghasilan sendiri? Apalagi, penghasilan mereka dapat digunakan untuk membantu perekonomian keluarga, tidak hanya untuk diri sendiri. Mengapa masih saja ada anggapan bahwa anak perempuan adalah beban ekonomi hingga harus segera dinikahkan, padahal kenyataannya tidak selalu begitu di masa kini?

Sepertinya ini terjadi karena selama ini banyak orangtua yang punya kebiasaan untuk mendominasi. Alangkah baiknya bila semua dilakukan dengan diskusi dua arah yang terbuka dan adil, seperti memahami keinginan anak.

Sayang sekali bila kata ‘durhaka’ terlalu sering digunakan orang tua untuk mengancam anak yang tidak mau menuruti keinginan orangtua.

Ketiga, masa depan macam apa yang diinginkan orang tua ini untuk anak perempuan mereka? Karena bila seorang perempuan memilih untuk menikah, seharusnya hal itu karena keinginannya sendiri, bukan paksaan orang tua atau siapa pun.

Meskipun suami perempuan nanti adalah sosok yang baik, apa pun masih bisa terjadi. Bagaimana bila suatu saat tiba-tiba dia menderita sakit parah, sehingga secara fisik tidak bisa bekerja lagi?

Bagaimana bila suami mendadak meninggal, sementara istri tidak punya pengalaman kerja? Apakah perempuan itu harus selamanya tergantung sama orang lain, seperti keluarga, tanpa bisa berdaya sendiri?

Jangan pernah memaksa anak untuk resign dari pekerjaan mereka, apalagi hanya karena mereka anak perempuan.

Justru, orang tua harus bangga dengan anak perempuan yang berprestasi, mandiri, dan dapat mencari penghasilan sendiri. Perempuan seperti ini layak mendapatkan laki-laki yang juga percaya diri, mendukung perempuan dan tidak merasa terancam dengan kesuksesan perempuan.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Ruby Astari, pengajar, translator dan penulis

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!