Apa bedanya pencabulan,serangan seksual,pelecehan seksual dan pemerkosaan?

Christophe Petit Tesson/EPA

Sarah L. Cook, Georgia State University; Lilia M. Cortina, University of Michigan, dan Mary P. Koss, University of Arizona

Warga negara Indonesia Reynhard Sinaga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Inggris, setelah dinyatakan terbukti bersalah melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap 48 laki-laki.

Di Amerika Serikat (AS), seorang psikolog di California menuduh kandidat hakim agung Brett Kavanaugh melakukan kekerasan seksual terhadap dia saat mereka masih di sekolah menengah.

Istilah-istilah “pencabulan” (sexual abuse), “serangan seksual” (sexual assault), “pelecehan seksual” (sexual harassment) dan pemerkosaan bertebaran di media.

Banyak orang ingin memahami perilaku ini dan bagaimana mencegahnya. Sehingga tentu akan berguna kalau kita bisa konsisten dan akurat saat menggunakan istilah-istilah ini.

Namun apa makna masing-masing istilah ini?

Kami memiliki spesialisasi dalam penelitian ilmiah terhadap pencabulan, pemerkosaan, kekerasan seksual dan pelecehan seksual selama beberapa dekade.

Mari kita bahas definisi masing-masing istilah ini. Lalu kita bisa lihat bagaimana perilaku ini kadang beririsan.

Pencabulan

Di AS, istilah ini ramai di media belakangan ini terkait dokter olahraga Larry Nassar yang diadili karena melakukan pencabulan, sebuah bentuk perilaku melecehkan anak-anak. Pencabulan digunakan untuk menggambarkan perilaku terhadap anak-anak, bukan orang dewasa.

Seluruh negara bagian AS memiliki hukum yang mengakui bahwa anak-anak tidak mampu memberikan persetujuan (sexual consent) yang layak terhadap tindakan seksual apapun. Di AS, usia seseorang sudah dianggap mampu memberikan persetujuan ini dimulai dari 16 hingga 18 tahun.

Pencabulan dapat mencakup banyak hal yang berbeda, dari menyentuh korban secara seksual, memaksa korban menyentuh pelaku secara seksual, hingga memaksa korban melihat organ tubuh seksual atau kegiatan seksual. Pencabulan pada anak-anak adalah tindakan kriminal.

Pemerkosaan

Pada 2012, FBI mengeluarkan revisi definisi pemerkosaan, yaitu “penetrasi, walau sedikit, terhadap vagina atau anus dengan organ tubuh atau objek apa pun, atau penetrasi oral dengan organ seks seseorang, tanpa persetujuan korban.” Revisi ini netral dalam gender, artinya korban bisa mencakup siapa saja.

Kalau dibaca lebih lanjut, definisi FBI ini tidak seperti bayangan sebagian besar orang terkait pemerkosaan – umumnya dilakukan oleh orang asing dengan paksaan. Definisi FBI ini tidak menyebut apa pun terkait hubungan korban dan pelaku. Persetujuan adalah kemampuan kita untuk membuat keputusan apa yang terjadi pada tubuh kita.

Pelaku dapat memaksa melakukan seks penetratif pada korban lewat berbagai cara. Pelaku bisa mengacuhkan penolakan verbal – misalnya dengan berkata “tidak”, “hentikan”, “aku tidak mau” – atau mengatasi penolakan fisik dengan menahan seseorang di bawah sehingga korban tidak bisa bergerak.

Seseorang dapat melakukan penetrasi seorang korban yang tidak mampu memberikan persetujuan karena dia mabuk, tidak sadar, tidur, atau memiliki keterbatasan mental atau fisik; atau dapat mengancam atau menggunakan kekuatan fisik atau senjata terhadap korban.

Intinya, cara-cara ini mengacuhkan atau menghilangkan kemampuan korban untuk membuat keputusan sendiri atas apa yang terjadi pada tubuh mereka. Hukum di negara-negara bagian AS berbeda-beda terkait menghilangkan kemampuan atau mengacuhkan penolakan.

Pelaku tidak dapat membela diri terhadap tuduhan pemerkosaan dengan mengklaim bahwa mereka sedang mabuk atau bahwa mereka memiliki hubungan perkawinan dengan korban.

Serangan seksual

Istilah pemerkosaan dan serangan seksual sering digunakan bergantian dalam berita terkait gerakan #MeToo. Praktik ini, walau tidak disengaja, membingungkan.

Definisi pemerkosaan itu spesifik, tapi istilah serangan seksual dapat digunakan untuk menggambarkan beberapa tindakan kejahatan yang sifatnya seksual, mulai dari menyentuh dan mencium, menggesek, meraba atau memaksa korban menyentuh pelaku secara seksual. Namun serangan seksual beririsan dengan pemerkosaan karena istilah itu mencakup pemerkosaan.

Peneliti bidang sosial dan perilaku sering menggunakan istilah “kekerasan seksual”. Istilah ini jauh lebih luas daripada serangan seksual. Kekerasan seksual mencakup tindakan yang secara hukum tidak termasuk kriminal tapi membahayakan dan menimbulkan trauma.

Kekerasan seksual mencakup penggunaan janji palsu, tekanan terus-menerus, kata-kata yang melukai, maupun ancaman terhadap reputasi seseorang untuk memaksa adanya tindakan seksual. Istilah ini juga mencakup tindakan non-sentuhan seperti catcall dan siulan, yang dapat membuat perempuan merasa diobjektifikasi dan dirugikan.

Kekerasan seksual mencakup penyebaran gambar-gambar tidak senonoh secara elektronis tanpa persetujuan, mempertunjukkan alat kelamin atau secara sembunyi-sembunyi melihat orang lain sedang telanjang atau melakukan hubungan seks.

Pelecehan seksual

Pelecehan seksual adalah istilah yang lebih luas dibanding serangan seksual, istilah ini mencakup tiga kategori perilaku yang tidak dibolehkan.

Pertama, pemaksaan seksual – secara legal disebut “pelecehan quid pro quo” – yang mengacu pada upaya implisit atau eksplisit untuk membuat suatu kondisi terkait pekerjaan bergantung pada perilaku seksual. Skenario klasik “tidur dengan saya atau kamu dipecat” adalah contoh pemaksaan seksual. Perilaku ini adalah bentuk yang paling umum dikenali sebagai pelecehan seksual, akan tetapi juga yang paling jarang.

Bentuk pelecehan yang kedua, dan lebih sering terjadi, adalah perhatian seksual yang tidak diinginkan: sentuhan, pelukan, elusan, ciuman yang tidak diinginkan, tekanan terus-menerus untuk melakukan kencan atau tindakan seksual. Patut dicatat bawah pendekatan romantis atau seksual dapat bervariasi dalam lingkungan kerja, tidak semuanya adalah pelecehan.

Untuk bisa disebut pelecehan seksual yang melanggar hukum, perilaku seksual tersebut harus tidak diinginkan dan tidak menyenangkan bagi korban. Menurut Mahkamah Agung AS, perilaku pelecehan seksual harus “cukup parah atau meluas” dalam “menciptakan lingkungan kerja yang membahayakan”.

Perhatian seksual yang tidak diinginkan bisa mencakup serangan seksual dan bahkan pemerkosaan, jika seorang atasan memaksa mencium atau meraba seorang resepsionis tanpa persetujuan, maka ini adalah contoh perhatian seksual yang tidak diinginkan sekaligus serangan seksual.

Namun, sebagian besar pelecehan seksual tidak melibatkan perilaku seksual. Kategori ketiga dan yang paling sering terjadi adalah pelecehan gender: tindakan yang merendahkan orang lain terkait gender, namun tidak melibatkan ketertarikan seksual.

Pelecehan gender bisa termasuk istilah dan gambar seksual yang kasar, misalnya komentar merendahkan terkait tubuh atau kegiatan seksual, grafiti yang merendahkan perempuan atau laki-laki. Seringnya, perilaku ini sepenuhnya seksis, misalnya komentar bahwa seorang perempuan tidak pantas memimpin atau laki-laki tidak bisa mengurus anak. Tindakan semacam ini termasuk pelecehan “seksual” karena berdasarkan seks (jenis kelamin), bukan karena terkait seksualitas.

Semuanya buruk

Dalam sejarah, sikap sosial terhadap tindakan-tindakan ini mendapat reaksi yang berbeda-beda. Grafiti seksis dan celaan dianggap menghina, tapi bukan masalah yang sangat besar, kan? Ucapan pastinya tidak seburuk tindakan fisik. Dan jika tidak terjadi penetrasi, maka belum tentu itu kejadian buruk.

Namun, asumsi-asumsi dipatahkan oleh temuan ilmiah. Misalnya, peneliti di University of Melbourne menganalisis data 73.877 perempuan yang bekerja. Mereka menemukan bahwa pelecehan sekual, diskriminasi seksi dan semacamnya lebih merusak dalam pekerjaan dan kesehatan jiwa, dibanding perhatian seksual yang tidak diinginkan dan pemaksaan seksual.

Kami telah mencoba mengklarifikasi istilah-istilah yang kini semakin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kehidupan itu rumit. Tindakan cabul, serangan atau pelecehan tidak selalu dapat dengan mudah dikategorikan satu sama lain – kadang satu tindakan dapat masuk dalam lebih dari satu kategori. Akan tetapi, menggunakan istilah-istilah ini dengan tepat tetaplah penting untuk mendorong pemahaman publik.

Pada akhirnya, kami memahami bahwa masyarakat saat ini berada dalam periode yang tidak pernah ada sebelumnya dan yang tidak kita sangka akan terjadi. Orang-orang merefleksikan dan membicarakan dan mempertimbangkan berulangkali pengalaman dan perilaku mereka. Definisi, baik yang kriminal atau tidak, berubah seiring berubahnya standar sosial. Tahun depan, mungkin kami akan menulis kolom baru.

Artikel ini telah diperbaharui dan ditambahkan konteks Indonesia. Artikel asli terbit pada 7 Februari 2018.The Conversation

Sarah L. Cook, Professor of Psychology & Associate Dean, Georgia State University; Lilia M. Cortina, Professor of Psychology, Women’s Studies, and Management & Organizations, University of Michigan, dan Mary P. Koss, Regents’ Professor of Public Health, University of Arizona

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!