Bagaimana Kebijakan Berperspektif Feminis Untuk Tangani Corona?

Feminist Alliance for Rights (FAR), sebuah koalisi dari beragam organisasi feminis, pembela hak perempuan dan keadilan sosial serta komunitas akar rumput di dunia, mengirimkan surat terbuka kepada negara-negara anggota United Nations (UN) atau PBB agar pemerintahnya menangani Virus Corona dengan menggunakan perspektif feminis.

*Meera Malik- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Surat yang diinisiasi oleh Feminist Alliance for Rights (FAR) tersebut mendesak negara anggota PBB agar mengadopsi kebijakan yang berperspektif feminis dalam menangani pandemi Corona atau COVID-19.

Secara rinci FAR mengajak pemerintah merespon pandemi COVID-19 dengan bertindak sesuai dengan standardisasi hak asasi manusia dan menegakkan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi.

Tuntutan ini bersumber dari amatan bahwa negara-negara anggota UN sejauh ini belum memusatkan perhatian ke kelompok marjinal seperti perempuan, anak, orang tua, orang dengan disabilitas, orang dengan kesehatan yang terganggu, orang-orang di pedesaan, tunawisma, pengungsi, migran, penduduk asli, nirkewarganegaraan,, dan orang-orang dalam daerah perang. Menurut FAR, kebijakan feminis mengakui dan memprioritaskan kebutuhan dari komunitas yang paling rentan ini.

Situasi pandemi di masa-masa kritis seperti ini membuat pemerintah harus berupaya ekstra untuk memastikan semua orang mendapat akses informasi, sistem pendukung dan sumber daya selama krisis berlangsung.

Di lamannya, FAR menekankan 9 fokus utama berperspektif feminis yang harus dicermati dalam konteks penanganan krisis COVID-19, yaitu:

(1) Ketersediaan/Ketahanan Pangan.

Poin ini secara spesifik memerhatikan orang-orang miskin yang berada di pedesaan, khususnya perempuan, yang sulit mengakses kota dan pusat pasar. Pemerintah harus memastikan ketersediaan bahan makanan hingga ke daerah-daerah pedesaan.

(2) Sistem Kesehatan

Terutama bagi daerah pedesaan, perempuan hamil, orang tua, orang dengan disabilitas, orang yang sistem imunnya berisiko tinggi dan tidak memiliki sistem penopang hidup. Pemerintah juga didorong untuk serius merespon krisis kesehatan mental yang timbul akibat pandemi COVID-19.

(3) Sistem Pendidikan

Kebijakan jaga jarak fisik dan menetap diam di rumah bukan tanpa cela jika bersinggungan dengan kegiatan pendidikan anak dan keluarga. Pemerintah harus memastikan ketersediaan akses internet gratis untuk meningkatkan partisipasi anak dalam menggunakan platform pembelajaran daring. Juga memberi jaminan finansial dan dukungan kesehatan mental bagi keluarga yang merawat anak dengan disabilitas.

(4) Situasi Kesenjangan Sosial

Hal ini merujuk pada ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja rumah tangga, diskriminasi pada orang-orang migran dan disabilitas.

(5) Ketersediaan air dan sistem sanitasi

Pemerintah harus memastikan infrastruktur untuk penyediaan air yang bersih dan dapat diminum sampai ke daerah-daerah yang minim air bersih dan menyediakan tempat cuci tangan di tempat-tempat publik.

(6) Ketidaksetaraan ekonomi

Poin ini memberi perhatian pada situasi para pekerja informal dan orang miskin, orang dengan penghasilan tidak layak, serta ketiadaan pilihan perawatan dan kemampuan untuk membayar perawatan anak-anak, orang tua dan orang dengan disabilitas.

(7) Secara khusus memberi perhatian pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga/ KDRT, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan oleh orang terdekat

Seseorang dengan situasi tersebut akan sulit merasa aman dalam kondisi jaga jarak fisik, isolasi mandiri bahkan untuk meninggalkan negara mencari suaka karena penutupan wilayah atau larangan bepergian.

(8) Akses pada Informasi

Pemerintahkan harus memastikan kelompok rentan bisa mengakses informasi dengan segala platformnya serta mendapat informasi terbaru mengenai COVID-19 dari otoritas lembaga kesehatan nasional selama krisis berlangsung.

(9) Penyalahgunaan kekuasaan

Poin ini merujuk pada situasi khusus orang-orang di penjara, pusat administrasi migrasi, kamp pengungsi, orang-orang dengan disabilitas dan di lembaga atau fasilitas kejiwaan.

Sebelumnya, FAR menggalang dukungan terhadap surat terbuka ini hingga 24 Maret 2020.

*Meera Malik, jurnalis televisi yang murtad dan kini mualaf di Konde.co sebagai managing editor. Pengagum paradoks semesta, gemar membeli buku tapi lupa membaca.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!