8 Situasi Buruk Pekerja Perempuan Dalam Pandemi Covid

Ada delapan situasi buruk yang dialami para perempuan pekerja di masa Pandemi Corona. Pekerjaan informal yang bekerja dengan pengasuhan atau dan pekerjaan rumah tangga, selalu dianggap sebagai pekerjaan yang bernilai ekonomi rendah dan berketrampilan rendah



*Irinawati- www.Konde.co

Hari Buruh pada tanggal 1 Mei di tahun 2020, Konde.co mengedarkan poster tentang situasi buruk yang dialami para buruh dalam Pandemo Corona.

Bagi saya yang melihat kondisi para buruh secara langsung, saya setuju bahwa 1 Mei 2020 merupakan hari terburuk yang dialami para buruh.

Saya juga mencatat, ada banyak hal buruk yang terjadi pada pekerja perempuan di tahun 2020 ini. Catatan Komnas Perempuan menyebutkan, pekerjaan sektor informal yang selama ini banyak dikerjakan para pekerja perempuan seringkali masih dianggap sebagai pekerjaan yang bernilai ekonomi dan berketrampilan rendah. Termasuk di dalamnya pekerjaan yang bersinggungan dengan pekerjaan pengasuhan (caring-work) dan rumah tangga.

Akibatnya pekerjaan sektor informal masih minim pengakuan dan perlindungan hukum dan seringkali dipinggirkan dari pasar tenaga kerja.

Dalam situasi bencana pandemi, perempuan pekerja di sektor ini semakin rentan dalam hal keselamatan kerja serta keberlanjutan status kerja yang berdampak pada kondisi ekonomi dan kehidupan mereka.

Kementerian Tenaga Kerja mencatat, per tanggal 9 April 2020 sebanyak 160.067 pekerja termasuk pekerja perempuan telah mengalami PHK pada masa pandemi ini. Mereka potensial kesulitan mengakses bantuan sosial selama masa pandemi akibat kartu pra kerja yang tidak inklusif dan tidak sesuai kebutuhan mereka.

Pandemi COVID -19 juga berdampak serius terhadap kehidupan ribuan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Bentuk-bentuk kerentanan di saat pandemi ini merupakan kelanjutan dari kerentanan yang sudah berlangsung selama ini, antara lain minimnya fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja, diskriminasi dan pengabaian yang berkaitan dengan status pekerja migran yang bukan warga negara dan cara pandang bahwa pekerja migran adalah pekerja sekali pakai, sehingga dapat dideportasi dan diperlakukan semena-mena.

Pada masa bencana pandemi, kerentanan ini bertambah dengan risiko terpapar di tempat kerja dan menjadi pemapar COVID-19 saat kembali ke daerah asal. PRT migran juga menghadapi beban kerja tambahan dan kerentanan kesehatan fisik dan mental akibat kebijakan pembatasan sosial, ancaman kelaparan akibat kesulitan mengakses kebutuhan pangan, ketiadaan bantuan sosial dan kemungkinan tidak bisa pulang akibat pembatasan gerak lintas negara.

Sementara itu, Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020 mendokumentasikan sejumlah kasus diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh pekerja perempuan sepanjang tahun 2019. Kasus-kasus tersebut setidaknya melibatkan empat (4) perusahaan yang melanggar hak maternitas pekerja perempuan dengan mengorbankan ratusan pekerja perempuan. Bentuk pelanggaran yang dialami antara lain, pemutusan hubungan kerja karena hamil dan melahirkan, serta perampasan hak cuti haid.

Komnas Perempuan berpandangan bahwa pemenuhan dan perlindungan hak maternitas adalah bagian dari pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara dalam hal ini pekerja perempuan

Berikut adalah 8 fakta atau situasi buruk yang dialami para buruh terutama buruh perempuan dalam situasi Pandemi Corona atau Covid-19:

1. Jutaan Buruh di PHK dan Dirumahkan

Sebanyak 2,8 juta buruh di PHK dan di rumahkan termasuk buruh perempuan karena pandemi Corona. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan , Satrio Lelono seperti dikutip dalam CNBC Indonesia mengatakan, para buruh di PHK dan dirumahkan karena Corona.

Posko online Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia/ KPBI menerima ratusan pengaduan terkait masalah serupa. Sejumlah buruh mengalami PHK sewenang-wenang atau dirumahkan tanpa kompensasi, rata-rata yang diperlakukan sewenang-wenang adalah para buruh yang tidak memiliki serikat buruh.

2. Buruh Mendapatkan Kursus Prakerja, padahal tidak sesuai dengan kebutuhan buruh

Para buruh mendapatkan kursus prakerja, yaitu sebuah kursus yang harus diikuti para buruh secara online. Kursus prakerja ini dikelola oleh Situs Ruangguru. Para buruh diajarkan membuat kue secara online, membuat kampanye secara online. Pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp. 5,6 trilyun untuk membiayai kursus ini. Kursus menimbulkan kontroversi dan ditolak oleh para buruh, karena membuat kue, membuat kampanye, dll bukan sesuatu yang dibutuhkan oleh buruh, lagipula kursus seperti ini sudah biasa dilakukan oleh buruh sendiri. Selama ini untuk bertahan hidup, para buruh sudah terlatih untuk membuat makanan sendiri setiap harinya, berkampanye untuk memperjuangkan sesuatu. Buruh yang di PHK, dirumahkan dan dalam kondisi krisis, membutuhkan dukungan dana, bukan kursus online.

3. DPR Melanjutkan Pembahasan Omnibus Law dan Tak Mengajak Buruh

Gelombang protes terhadap Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR yang melakukan pembahasan Omnibus Law terjadi dimana-mana. Sebagai wakil rakyat, DPR tak mengajak buruh dalam pembahasan rancangan undang-undang yang membahas nasib buruh

4. Pekerja Masih Masuk Kerja

Sebagian buruh hingga akhir April 2020 masih masuk bekerja. Walaupun sudah dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar/ PSBB, namun para buruh tetap masuk kerja dan sebagian tanpa mendapat perlindungan dalam situasi Covid-19

5. Buruh Migran di Luar Negeri tak Bisa Pulang

Dalam situasi Corona seperti ini, banyak buruh migran di luar negeri yang tak bisa pulang. Dalam diskusi yang diadakan Migrant Care melalui Instagram pada 29 April 2020, disebutkan oleh peneliti Migrant Care, Zulyani Evi, para buruh migran yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga/ PRT bekerja lebih banyak karena semua majikan mereka berada di rumah dan PRT harus bekerja keras dalam melayani semua majikannya ketika di rumah. Sedangkan para buruk migran pekerja harian banyak yang dikuatirkan akan kehilangan pekerjaan dan tak ada jaminan kerja, padahal kondisi mereka berada di luar negeri

6. Pekerja Medis ada di Garda Depan Penanganan Corona

Para pekerja medis berada dalam garda depan dalam penanganan Corona. Namun hingga hari ini, sebanyak 44 perawat dan dokter meninggal dunia karena Alat Perlindungan Diri (APD) yang tak memadai

7. Buruh Melakukan Aksi Online di Hari Buruh

Karena tak bisa melakukan aksi turun ke jalan, para buruh melakukan aksi secara online. Para buruh melakukan aksi menolak Omnibus Law, selain itu mereka juga melakukan konferensi pers dan pernyataan bersama, serta aksi menolak Omnibus Law melalui Whats App dan SMS yang dikirimkan secara serentak kepada pemerintah dan anggota DPR

8. Pekerja Informal Kehilangan Pekerjaan

Para pekerja informal seperti pekerja rumah tangga, pekerja warung, ojek online, pekerja bangunan, pekerja dengan upah harian, dll banyak yang kehilangan pemasukan dan kehilangan pekerjaan. Padahal selama pandemi Covid-19, kebutuhan hidup melonjak tinggi. Situasi ini sangat buruk bagi para pekerja yang tak tentu mendapatkan uang setiap harinya

Dari kondisi ini, sejumlah rekomendasi dari Komnas Perempuan untuk kondisi perempuan pekerja yaitu meminta pemerintah memberi perhatian khusus terhadap kerentanan pekerja perempuan semasa pandemi ini, termasuk dengan menyediakan skema bantuan sosial khusus pekerja perempuan lintas sektor dan lintas negara dalam program jaring pengaman sosial

Pemerintah pusat dan daerah juga harus memastikan penyediaan layanan bagi pekerja migran Indonesia baik yang masih bekerja di luar negeri, maupun yang sedang atau sudah dalam proses repatriasi untuk keselamatan dan kesehatan mereka selama pandemi Covid-19 ini

Pemerintah dan penegak hukum agar memenuhi perlindungan hak maternitas pekerja perempuan dan pencegahan diskriminasi dan kekerasan, termasuk dengan melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar hak maternitas

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI segera meratifikasi Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Hak Maternitas, Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT, Konvensi ILO 177 tentang Kerja Rumahan dan Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja, serta RUU untuk perlindungan pekerja rumah tangga.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Irinawati, mahasiswa, suka membaca buku dan sedang magang untuk mempelajari isu-isu buruh

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!