Luviana
Konde.co,
Praktek pemberangusan kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia
menjadi sebuah catatan penting dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 8
Maret 2016.
Aktivis
LBH Jakarta, Veronica Conan dalam konferensi pers Hari Perempuan Internasional
yang diadakan Gerakan Perempuan Melawan Ketimpangan di Jakarta pada Minggu
(6/3/2016) di Jakarta menyatakan, bahwa kritikan tersebut ditujukan untuk pemerintahan
Jokowi dan Jusuf Kalla yang membiarkan adanya pelarangan- pelarangan kebebasan
bereskpresi. Salah satunya yaitu pelarangan pementasan festival belok Kiri yang
digagas oleh seniman-seniman perempuan di Taman ismail Marzuki pada akhir
Februari 2016.
Sebelumnya
juga telah terjadi pemukulan terhadap para aktivis Papua ketika melakukan aksi
unjuk rasa di Jakarta.
Setelah
itu, adanya kriminalisasi terhadap 23 buruh, 1 aktivis mahasiswa dan 2
pengacara publik LBH Jakarta ketika melakukan aksi menuntut kenaikan upah di
Jakarta pada bulan Oktober 2015 lalu. Saat ini para buruh termasuk buruh
perempuan, mahasiswa dan pengacara LBH Jakarta ini dijadikan tersangka oleh
Polda Metro Jaya.
Pelarangan
lain seperti disebutkan Yulis Rostinawati, aktivis dari Arus Pelangi yaitu
ketika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan pelarangan kepada kelompok
Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) untuk tampil di Televisi dan
Radio.
“Pelarangan
ini tidak hanya wujud bagi pengekangan kebebasan berpendapat di media, namun
juga mengakibatkan banyak orang yang kemudian bekerja di dunia penyiaran menjadi
kehilangan pekerjaan,” ujar Yuli Rostinawati.
Veronika
Conan menambahkan padahal seharusnya, pemerintah di masa ini membuka ruang
selebar-selebarnya untuk publik berekspresi dan berpendapat, namun yang terjadi
justru sebaliknya.
Di Hari
perempuan Internasional 8 Maret 2016, mereka menuntu agar pemerintah
menghentikan pelarangan-pelarangan ini.
“Pemerintah
seharusnya memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat yang sedang menyuarakan
haknya, menyuarakan pendapatnya,” ujar Veronika.