Ketika Ibadah Terlanggar karena Identitas Gender

Poedjiati Tan – konde.co

Agama memang sering menjadi sesuatu yang sensitif buat seseroang atau
kelompok tertentu. Dan tidak jarang dijadikan alat untuk mencapai kepentingan. Seorang
filosof berkembangsaan Pakistan, Sir DR Mohammad Iqbal, menulis bahwa
sebenarnya “agama” itu merupakan suatu pernyataan utuh dari manusia (Damani
2002). Hubungan anatara diri pribadi seseorang dengan Tuhannya.  Tidak dapat
dipungkiri, bahwa proses penanaman nilai agama tidak sekedar berisi tuntunan
menuju kebaikan, kriteria apa yang benar dan salah, yang boleh dan tidak boleh,
pahala dan dosa, tapi disitu terdapat proses penguatan sense of
identity
 – yang menegaskan siapa “kita”  dan “mereka”. Dan itu seringkali menjadikan alasan seseroang
atau kelompok tertentu untuk memaksakan nilainya.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Front Jihad
Islam (FJI) mendatangi Pondok Pesantren Waria Al-Fattah di Dusun Celenan, Desa
Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mereka meminta aparat untuk menutup kegiatanbelajar dan mengaji.  AkhirnyaCamat setempat menutup
dengan alasan tidak ada ijin.

Kegiatan belajar
agama islam yang diinisiasi oleh Maryani ini dan sudah berlangsung sejak 2008.
Kegiatan belajar yang dilakukan setiap hari minggu sore ini terpaksa harus
berhenti.Selain belajar agama mereka juga mengadakan tarawih, tadarus
Al-Quran, hingga sahur dan berbuka bersama ketika Ramadhan. Menjelang Idul
Fitri, mereka berziarah bersama ke makam keluarga dan waria yang sudah
meninggal.

Agama yang
seharusnya mengantar orang pada kehidupan yang lebih damai dan penuh
cinta-kasih inidirusak oleh kelompok
yang merasa dirinya paling benar.Islam adalah agama
rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan
kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan
jin, apalagi sesama manusia.

Apakah karena identitas gender mereka yang waria sehingga dilarang melakukan
kegiatan beragama?Indentitas gender
yang dianggap tidak sesuai dengan Identitas sosial mereka. Maskipun jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat (2) “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Tetapi ini tidak berlaku buat mereka yang
Identitas sosialnya tidak sama dengan mereka. Apakah mereka ingin menunjukan
kekuatannya sebagai kelompok yang berkuasa? 
Memang dalam Psikologi sosial dikatakan Setiapkelompokberusaha
membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain.Dalam perbandingan sosial itu,seseorang cenderung
menilai kelompoknya lebih positif atau lebih baik dari kelompok lainnya,
kelompok lain sering dianggap sebagai suatu hal yang negatif. Penilaian negatif
ini yang nantinya
berpotensi menimbulkan perilaku agresif.lalu apakah itu bisa dijadikan alasan
pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok lain? dan yang sangat
disayangkan ialah aparat negara (polisi) seringkali melakukan pembiaran dan
bahkan tidak jarang mendukung tindakan kelompok fundamental tersebut. Penegak
hukum yang seharusnya melayani dan melindungi masyarakat tidak menjalankan
fungsinya. Seperti yang dikatakan  Dewi
Candraningrum dalam jurnal perempuan, hukum di Indonesia yang kurang melindungi perempuan yang
dilacurkan adalah bahwa hukum kita agaknya tidak dibuat dengan empati dan rasa
adil. Keadilan yang tidak dimulai sejak dalam pikiran tersebut menyebabkan kita
lupa bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang memiliki hak untuk
diperlakukan setara dengan manusia lainnya.

Waria jugamanusia dan warga negara
Indonesia, sama seperti warga negara lainnya. Mereka memiliki
hak yang sama untuk melakukan kegiatan apalagi kegiatan itu menyangkut kegiatan
beribadah dan belajar. Mereka juga berhak diperlakukan sama dengan penduduk
Indonesia lainnya. Memang di Indonesia identitas gender masih menganut faham
patriaki. Tidak hanya kasus waria tetapi juga perempuan yang dalam melakukan
kegiatan atau pekerjaan harus sesuai dengan identitas dan peran gendernya .

Sumber:

http://www.jurnalperempuan.org/memahami-kekerasan-berbasis-gender.html

https://www.academia.edu/9838608/Agama_Dalam_Identitas

etiadi, B.N.
2001. terjadinya Tindak kekerasan Dalam Masyarakat: Suatu Analisa Teoritik.
Jurnal Psikologi Sosial. No IX/TH VII/Juni.

Damani, Muhammad, 2002. Makna Agama Dalam mayarakat
Jawa. LESFI. 

foto : www.islamiclife.com

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!