Luviana- www.konde.co
Konde.co, Jakarta – Sejumlah organisasi perempuan di Jakarta, Makassar, Palu, Kendari, dan
Lampung mendeklarasikan gerakan “Perempuan Tolak Reklamasi” di Jakarta pada
Minggu (13/3/2016) hari ini. Gerakan ini diinisiasi oleh organisasi perempuan,
Solidaritas Perempuan.
Deklarasi
ini juga dihadiri oleh perwakilan dari ForBali, sebuah gerakan masyarakat Bali yang
menolak reklamasi.
Penolakan
terhadap reklamasi didasarkan pada fakta bahwa proyek reklamasi berdampak buruk
bagi kehidupan masyarakat, terutama perempuan. Reklamasi juga mengancam
keanekaragaman hayati pesisir Indonesia dan mempersulit nelayan untuk melaut,
sehingga akan mengancam kedaulatan pangan.
Akibat
dari reklamasi ini telah dirasakan oleh perempuan nelayan dan perempuan
pesisir, termasuk di Makassar dan Jakarta.
“Sebelum
reklamasi, seorang perempuan patude (pencari dan pengupas kerang di Makassar)
bisa memperoleh penghasilan Rp. 80.000 dalam sehari. Sejak reklamasi,
mendapatkan Rp. 20.000 saja sulit. Bahkan di Mariso, jumlah perempuan patude
semakin menyusut. Tempat tinggal dan sumber kehidupannya tergusur hingga banyak
dari mereka yang kemudian beralih pekerjaan menjadi buruh pabrik ataupun buruh
cuci,” ujar Nurhayati dari Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, Makassar,
Sulawesi Selatan.
Kondisi yang sama dirasakan para perempuan
pengupas kerang di wilayah Cilincing, Jakarta Utara.
Ela Sari dari organisasi Solidaritas
Perempuan Jabotabek mengatakan bahwa perekonomian yang semakin menghimpit
dirasakan oleh masyarakat pesisir Jakarta, khususnya perempuan pesisir.
Proyek reklamasi ini semakin
memperparah situasi kondisi perempuan disana. Peran gender yang dilekatkan
terhadap perempuan, menjadikan dampak buruk reklamasi dirasakan lebih berat dan
mendalam oleh perempuan pesisir Teluk Jakarta.
Tanggung jawab sebagai penyedia pangan
dan pengelola keuangan keluarga menjadikan perempuan harus bekerja lebih untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya. Ditambah dengan beban kerja domestiknya, ini
mengakibatkan banyak perempuan pesisir yang harus bekerja setidaknya 18 jam
dalam sehari.
“Situasi
perempuan tidak pernah diperhitungkan dalam berbagai kebijakan dan program terkait
pengelolaan pesisir. Termasuk soal reklamasi, tidak pernah ada data terpilah
gender dan kajian dampak spesifik yang berbeda terhadap perempuan yang
dilakukan oleh pemerintah.” ujar Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan
Solidaritas
Perempuan melihat hingga saat ini pemerintah masih mengabaikan berbagai dampak buruk reklamasi bagi
masyarakat, perempuan dan laki-laki, maupun lingkungan. Reklamasi justru terus
dibangun di berbagai wilayah di Indonesia dan menjadi persoalan nasional.
Semua
proyek reklamasi di Indonesia memiliki kesamaan, yaitu sarat kepentingan
pengusaha dan kemudian dilegitimasi oleh penguasa.
Para
perempuan yang hadir dalam konferensi pers di Jakarta hari ini mendeklarasikan
gerakan ‘Perempuan Tolak Reklamasi’.
“Reklamasi
hanya akan semakin menindas, memiskinkan dan memperkuat ketidakadilan terhadap
perempuan. Sehingga perempuan tolak reklamasi menuntut untuk dihentikannya
semua proyek reklamasi di Indonesia,” jelas Puspa dewy.