Kartini Kendeng: Tanam Kaki Kami Ke Dalam Semen

Estu Fanani – www.konde.co

Jakarta – konde.co. Diiringi
dengan tatapan mata basah dan perasaan campur aduk dari peserta aksi, satu per
satu kaki 9 Kartini Kendeng yang hebat itu mulai ditutup semen. Sedangkan 9 Kartini
Kendeng saling menguatkan satu sama lain, sebagian menitikkan air mata sembari
menyanyikan lagu Ibu Pertiwi atau merapal doa.

Aksi yang
berani Kartini Kendeng, penjaga rahim ibu bumi pertiwi dari keserakahan manusia
atas nama pembangunan yang destruktif dan atas nama kesejahteraan segelintir
orang. Bagi Kartini Kendeng ini, pembangunan yang menjaga sumber mata air dan
membiarkan mereka untuk bertani adalah yang diinginkan.

Aksi
Melawan Belenggu Semen ini bukan yang pertama dilakukan para Kartini Kendeng. Mereka
sudah melakukan banyak cara untuk menolak berdirinya pabrik semen di pegunungan
karst Kendeng. Pegunungan karst  Kendeng selama
ini menjadi sumber mata air untuk hidup maupun mengairi pertanian masyarakat
sekitar Kendeng yang meliputi banyak kabupaten di Jawa Tengah, seperti Rembang,
Pati, Grobogan hingga sebagian wilayah Jawa Timur. Dalam perlawanannya, mereka sudah
hidup di tenda perjuangan selama 667 hari. Mereka juga sudah melakukan banyak
aksi dari jalan kaki puluhan kilo meter hingga aksi gejog lesung menggemakan
panggilan darurat alam untuk mendesak pemerintah mengambil sikap penyelesaian
tegas pada persoalan yang mereka hadapi. Jalur hukum juga sudah mereka tempuh
baik di pengadilan umum maupun pengadilan tata usaha negara. Bahkan tidak
sedikit dari para Kartini Kendeng ini mengalami kekerasan dari aparat polisi,
TNI maupun preman dalam aksi-aksi yang mereka lakukan. Lagi-lagi pemerintah
masih bergeming dari tanggung jawab mereka melindungi warga dan sumber hajat
hidup orang banyak sebagaimana di Konstitusi Indonesia.

Kali ini, Kartini
Kendeng menanam kakinya dalam semen sebagai simbol bahwa jika tidak dihentikan
pembangunan berdirinya pabrik semen di pegunungan Kendeng, maka mereka semua akan
dibelenggu kehidupannya oleh semen. Kita hidup bukan makan semen, bukan minum
semen, ungkapan ini sering diucapkkan Kartini Kendeng. Jika pabrik semen itu
dibiarkan berdiri, akan menghilangkan ratusan sumber mata air yang ada di
pegunungan Kendeng ini. Seharusnya yang perlu air itu kita manusia dan makhluk
hidup lainnya, bukan semen. Pembangunan yang dilakukan pemerintah harusnya
pembangunan yang memanusiakan manusia dan menjaga kelestarian alam. Bukan
justru yang menghancurkan alam dan menghilangkan kemanusiaan orang lain. Kata
Pemerintah dalam berbagai kajian kebijakannya, Indonesia melakukan pembangunan
yang berpusat pada manusia, yang artinya pembangunan yang meningkatkan
kapasitas dan kemanusiaan rakyatnya. Jika menurut perempuan-perempuan pemberani
dari Kendeng ini, biarlah kami yang petani ini tetap menjadi petani, biarlah
yang melaut tetap melaut, jangan paksa kami menjadi orang lain. Pembangunan tak
harus mengubah itu.

Ibu Sukinah, Kartini Kendeng yang pertama kali sepasang kakinya disemen (Foto: Estu Fanani – 13 April 2016)

Namun
kesahajaan bersikap dan kebijaksanaan berpikir para Kartini Kendeng yang ingin
merawat ibu bumi pertiwi dan generasi penerus bangsa belum didengar oleh
pemerintah, pun oleh presiden Jokowi hingga saat ini. Sehingga aksi menanam
kaki ke dalam semen menjadi pilihan dan keinginan murni para Kartini Kendeng
sebagai bentuk kebulatan tekat perlawanan mereka menyelamatkan tempat hidup dan
sumber kehidupan mereka.

Pak Jokowi,
dengar, dengar, dengarlah suara ibu-ibu ini, berdialoglah dengan mereka seperti
dengan ibumu sendiri, dan bersikaplah tegas untuk menghentikan pendirian pabrik-pabrik
semen yang sedang mengancam Jawa Tengah. Maka keinginan menjadikan Jawa Tengah
sebagai lumbung padi akan terwujud. Dan selalu bersikap tegaslah untuk menindak
para perusak alam, dan bersikaplah mengayomi dan melindungi para perawat alam
dan penjaga kelestarian alam untuk generasi bangsa yang akan datang. Alam akan
mendukungmu kelak.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!