Koin untuk Ming Pon

Luviana – www.konde.co

Konde.co, Jakarta – Sudah tiga kali Ming Pon Sehat Adha tak hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menghadiri sidang yang menyeretnya menjadi terdakwa. Bukan tanpa sebab jika ia tak datang. Ming Pon, tak punya uang transport untuk perjalanan dari Surabaya menuju Jakarta. Ia hanya buruh biasa dengan gaji pas-pasan. Uangnya tak cukup untuk membawanya lagi ke Jakarta.

Pada 30 Oktober 2015 silam ketika aksi buruh berlangsung untuk menolak Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang pengupahan, Ming Pon datang ke Jakarta untuk memberikan suara dukungannya pada para buruh. Namun aksi inilah yang justru menjadikannya sebagai tersangka, dan kini Ming Pon menjadi terdakwa.

Jarak persidangan yang jauh terasa berat bagi Ming Pon. Sidang yang harus dijalaninya seminggu sekali tak mungkin ia hadiri. Ia harus meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh di Surabaya dan harus tinggal di Jakarta selama masa persidangan.

Ming Pon merupakan  satu dari 26 aktivis buruh yang kemudian dijadikan terdakwa karena melakukan aksi menolak PP Pengupahan 78/2015 tersebut di depan istana pada 30 Oktober 2015 silam.  Sekitar 10 ribu buruh ketika itu melakukan aksi penolakan PP Pengupahan karena melanggengkan politik upah murah.

Usai sidang yang dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Senin (04/04/2016) kemarin, Gerakan Buruh Indonesia (GBI), jaringan yang terdiri dari kumpulan organisasi buruh kemudian menggalang koin keadilan untuk membiayai Ming Pon.

“Ming Pon urung hadir karena tidak mampu membiayai ongkos ke persidangan pada setiap Senin. Ini karena ia berdomisili di Surabaya, Jawa Timur sementara sidang berlangsung tiap Senin di Jakarta.  Maka kami melakukan gerakan ini,” kata humas GBI, Guruh Dwi Riyanto.

Akibat ketidakhadiran Ming Pon, pembacaan dakwaan untuk berkas 23 buruh mesti ditangguhkan untuk ketiga kalinya pada Senin kemarin.

“Oleh karenanya, sesuai dengan KUHAP kami meminta surat dakwaan dibacakan ketika terdakwa sudah lengkap,” kata pengacara Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) dari LBH Jakarta, Maruli Rajagukguk dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 4 April 2016.

GBI menilai negara lepas tangan dalam penegakan keadilan bagi rakyat kecil karena menolak membiayai Ming Pon. Padahal, sejak sidang pertama, kuasa hukum dari Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) sudah meminta negara menanggung ongkos perjalanan Ming Pon demi tegaknya keadilan.

“Bukan kita yang tidak patuh, tapi negara yang tidak mau berkorban meski satu juta untuk bung Ming Pon. Demi keadilan, demi rasa cinta dan hormat kita pada peradilan, pada negara ini, tentu Ming Pon akan hadir. Tapi ia tidak akan hadir tanpa bantuan kita kawan-kawan, kita sepakat membentuk koin keadilan,” ujar Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi setelah persidangan.

Rusdi menambahkan, GBI akan mengerahkan struktur organisasi untuk menggalang dana dukungan itu.

“KSPI dan elemen GBI sudah memerintahkan agar seluruh daerah mengumpulkan koin keadilan agar bung Ming Pon bisa hadir minggu depan.

Muhammad Rusdi juga merupakan salah satu korban kriminalisasi Polda Metro Jaya itu. Dalam penggalangan dana sore kemarin, GBI berhasil mengumpulkan hingga Rp. 1,5 juta untuk membiayai Ming Pon PP dari Surabaya – Jakarta.

(Foto: Koin yang dikumpulkan para buruh untuk Ming Pon pada Senin, 4 April 2016 kemarin/ Luviana).

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!