Gender Minoritas di Kongres Perempuan 2018

*Dewi Nova – www.konde.co

Jakarta, 2 Mei 2016, ruang pertemuan di Musium Nasional dipenuhi ratusan peserta yang berasal dari Indonesia Timur hingga Indonesia Barat. Enam pegiat gerakan perempuan duduk di meja talk show memberikan ulasan pada peluncuran buku yang berjudul :”Tumbuhnya Gerakan Perempuan Indonesia Masa Orde Baru”  karya (alm) Yanti Muchtar.

Buku yang diterbitkan Institut KAPAL Perempuan ini menjadi mata air di tengah kekeringan referensi gerakan perempuan sebagai gerakan sosial, terutama yang diteliti dan ditulis oleh yang terlibat langsung dalam pergolakan tersebut.

Darmiyanti Muchtar yang dikenal Yanti Muchtar mengawali karirnya sebagai peneliti, antara lain di LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) dan terlibat dalam gerakan perempuan di Solidaritas Perempuan (1992 – 2000). Selanjutnya ia mendirikan KAPAL Perempuan (Lingkaran Pendidikan  Alternatif Perempuan) yang mengembangkan  strategi pendidikan feminis, sebuah pendidikan kritis perempuan dalam  memperkuat otonomi, kepemimpinan  perempuan dengan  perspektif feminis dan pluralis.  Hingga saat ini, ribuan perempuan telah menikmati pendidikan yang Yanti dan tim KAPAL Perempuan yang kembangkan di 6 wilayah di Indonesia. Tak mengherankan, bila peluncuran bukunya, menjadi perhelatan nasional yang mempertemukan para pegiat perempuan yang berkiprah di desa-desa hingga kota Jakarta.

Gerakan Perempuan di Masa Orde Baru

Buku yang dikembangkan dari tesis Yanti Muchtar untuk meraih gelar “Master of Philosophy” di Murdock University, Australia itu memberikan analisis yang mengkombinasikan variabel- variabel politik makro dan politik-mikro kelahiran gerakan perempuan di masa  Orde Baru. Kombinasi antara politik gender Orde Baru dan proses demokratisasi yang berlangsung sejak akhir 1980-an dan wacana gerakan perempuan yang mulai lahir ketika perempuan memperjuangkan Women and Development (WID), Gender and Development (GAD), dan feminisme yang menjadi dasar ideologis untuk  pengembangan strategi dan program dari organisasi perempuan. 

Yanti Muchtar juga menyajikan 4 perkembangan utama yang menjadi ciri gerakan perempuan  di  era itu. Pertama, pergeseran sifat gerakan  dari apolitis menjadi politis. Dari kelompok pendukung politik gender orde baru  dan berfokus pada kepentingan developmentalis ke  gerakan oposisi dengan peningkatan kesadaran feminis.

Ciri kedua, basis sosial gerakan yang membawa lebih dekat kepada perempuan miskin dan kelas buruh yang merevitalisasi sifat politis gerakan perempuan sebagai bagian dari gerakan pro-demokrasi. Ketiga, kecenderungan ruang politik yang lebih luas dan membangun koalisi dan jaringan untuk memperoleh kekuatan dan akses atas ranah publik. Melalui jaringan dan koalisi ini, gerakan perempuan telah mengembangkan  basis sosialnya dalam hal kelas dan daerah.

Dan keempat, kecenderungan  partisipan gerakan perempuan masa orde baru untuk menggeser posisi atau sikap politik mereka terhadap negara dari kolaboratif menjadi kolaboratif kritis.

Analisa Yanti Muchtar terhadap gerakan di masa orde baru itu, disambut oleh pembahas pertama, aktivis perempuan dan mantan Ketua Komnas Perempuan Kamala Chandrakirana sebagai pegangan bagi langkah selanjutnya bagi gerakan perempuan. Untuk memahami gerakan perempuan dari jaman ke jaman, mengerti pilihan-pilihan yang diambil gerakan perempuan di setiap era. Dan perlunya membangun kesadaran diri gerakan perempuan sebagai gerakan kolektif. Sekaligus kesadaran kesadaran kritis pada gerakan, terkait keberhasilan, kegagalan dan ruang-ruang yang hilang di era setelah orde baru, yaitu di masa reformasi hingga kini.

Pembahas selanjutnya, aktivis perempuan Lies Marcoes menambahkan bila di masa orde baru  gerakan perempuan menghadapi tantangan rejim orde baru yang sangat mengatur seksualitas perempuan melalui paham ibuisme, hal ini mewujud dalam organisasi Dharmawanita, PKK sekaligus tekanan-tekanan dari aparat TNI. Di masa kini gerakan perempuan menghadapi ‘Tentara Tuhan’ yang bersaing dengan hukum  negara (politisasi agama) dan seakan-akan gerakan perempuan tidak bisa melawannya.

Karena itu, menurut Direktur Kapal Perempuan, Misiyah menjadi penting melakukan proses penyadaran kritis menghadapi lawan yang sudah tak jelas bentuknya.

Peluncuran buku kali ini, bisa disebut peluncuran yang kritis-aksi, karena buku tidak dibahas sebatas rujukan pengetahuan tetapi pijakan untuk pembangkit langkah selanjutnya. 

Gagasan Kongres Perempuan dan Isu Gender Minoritas

Kamala mengajak  peserta diskusi yang sebagian besar pegiat perempuan dan  pro-demokrasi untuk  melakukan refleksi kolektif perjalanan gerakan perempuan sebagai gerakan sosial paska reformasi yang dua tahun lagi (2018) genap 20 tahun.  Apa saja yang sudah didapatkan, apa yang hilang dan bagaimana melibatkan teman-teman baru atau generasi kini  menjadi bagian kesadaran kolektif yang kritis melalui  konggres perempuan.

Gagasan kongres disambut oleh Lini Zurlia, pegiat gerakan perempuan yang lahir di era Reformasi. Menurut Lini ada yang perlu segera dijawab  oleh gerakan perempuan kini, selain isu fundamentalisme atas nama agama. Arus utama gerakan perempuan masih biner  memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki, dan belum melihat pada perjuangan gender minoritas. Saatnya, heteroseksualitas tidak hanya dilihat sebatas kecenderungan orientasi seks tetapi sebagai rejim power  yang harus dijawab bersama oleh gerakan perempuan. 

Mungkinkah gerakan perempuan dalam dua tahun ke depan bersiap dengan  langkah-langkah terbuka dan sigap  untuk melanjutkan gerakan perempuan yang pluralis sebagaimana cita-cita (alm) Yanti Muchtar?. Mungkinkah perluasan menjawab tantangan kapiltalisme dan fundamentalisme global ke rejim heteronormatif dapat dilakukan oleh gerakan perempuan Indonesia?. Jawabannya ada pada kesadaran gerakan kolektif dan keterbukaan gerakan perempuan pada soal-soal baru yang muncul  di setiap  jaman.

(Para peserta diskusi dan peluncuran buku dan Lini Zurlia, pegiat atau aktivis perempuan menyampaikan pentingnya keterbukaan gerakan perempuan pada soal gender minoritas diantara pembicara lain dalam talk show dan pelucuran buku”Tumbuhnya Gerakan Perempuan Indonesia Masa Orde Baru”, karya Yanti Muchtar/ Foto: Rikky Muchammad Fajar)


*Dewi Nova:
Penulis Perempuan Kopi dan pendiri Perempuan Berbagi, dapat dihubungi melalui dewinova.wahyuni@gmail.com

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!