Belajar Melihat Out of the Box Gender

Poedjiati Tan – www.konde.co

Beberapa hari ini, media sosial kita dihebohkan dengan berita perkawinan
Aming dan Evelyn. Ada media yang mengatakan Aming menikah dengan perempuan
ganteng. Bahkan ada anggota DPR yang meminta perkawinan Aming diselidiki. Ada
pula yang bingung, jadi Aming menikah dengan perempuan atau laki-laki?

Ini menujukan bahwa masyarakat kita masih buta dengan persoalan gender dan
seksualitas sehingga melihat pernikahan ini hanya dari permukaan saja. Masyrakat
kita memang mempunyai kecenderungan melihat segala sesuatu secara binary tanpa
mau menerima kenyataan bahwa ada yang namanya gender ketiga, ada pula yang
namanya ekspresi gender.

Masyarakat hanya mengerti gender yang binary dan sudah terkonstruksi sejak
bayi lahir. Mereka tidak memberikan ruang atau wilayah sosial bagi orang yang
gender atau sex biologinya berbeda. Misal bila seorang bayi intersex lahir
mereka akan segera mengadakan penyesuaian kelamin yang orang tuanya inginkan
tanpa menunggu perkembangan sang anak atau menunggu anaknya cukup umur dan bisa
dimintai pendapat, apa keinginannya. Kelaki-lakian dan keperempuanan seseorang
seakan-akan melekat pada sex biologinya dan bila ada ketidaksamaan maka
dianggap sebagai penyimpangan atau dianggap tidak normal dan dianggap harus
diobati.

Gender tidak hanya melibatkan tugas-tugas gender saja, Ketika seseorang
lahir dan kelaminnya terlihat maka pada saat itu label gender telah diberikan
beserta peran gendernya, atribusi gender, identitas gendernya, dan juga
ekspresi gendernya.  Begitupula dengan Atribusi gender. Bagaimana orang
lain memandang gender seseorang. Hal ini didasarkan pada penampilan individu
dan juga pada peran-perilaku yang secara kultural dikodekan sebagai maskulin
atau feminin. Atribusi gender dan peran gender yang berbeda atau mungkin tidak
bertepatan satu sama lain dan dengan status gender ketika dilahirkan.

Kebanyakan masyarakat Indonesia tidak bisa membedakan mana yang
seks,orientasi seksual, identitas seksual, dan ekspresi gender.

Seks : Merujuk pada sifat biologis yang membuat
seorang laki-laki berbeda dengan seorang wanita; atau seorang wanita yang
berbeda dengan seorang laki-laki,Bersifat Alami atau
ada sejak lahir,Tidak dapat dipertukarkan

Orientasi seksual : Pada gender mana kita
tertarik secara seksual: heteroseksual, homoseksual, biseksual.

Identitasgender : Perempuan, Laki-laki. Transgender perempuankelaki-laki (calalai [Bugis], tomboy. priawan), Transgender laki-lakikeperempuan (calabai [Bugis], wandu
[Jawa], waria)

Scarlett Johanson

Ekspresi gender : bentuk-bentuk karakteristik yang
terkait peran seseorang dengan jenis kelamin tertentu dalam kehidupan
sehari-hari, seperti gaya dan penampilan, cara berpakaian, bertingkah laku,
cara berbicara atau apa yang dikerjakan mereka.

Gendertercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatulingkup
masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ketempat
lainnya. Misalnya, laki-laki yang memakai tatto di badan dianggaphebat oleh masyarakat
dayak, tetapi di lingkungan komunitas lain sepertiYahudi misalnya, hal
tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima.Atau tatto diperuntukan laki-laki tapi sekarang
perempuanpun banyak yang bertatto.

Genderjuga berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan darisatu
generasi ke generasi berikutnya. Contohnya, di masa lalu perempuan yang memakai celana
panjang dianggap tidak pantas sedangkan saat inidianggap hal yang baik
untuk perempuan aktif.

Gender diperlawankan dengan ciri-ciriyang ditentukan secara biologis, gender merujuk pada perilaku yang
dipelajari dan tuntutan menaati citra seseorang tentang maskulinitas dan
femininitas. Sebagai variabel sosio-ekonomi dan politik untuk menganalisis
peran, tanggung jawab, kendala dan kesempatan, gender mempertimbangkan baik
laki-laki maupun perempuan.

Demikian pula dalamsebuah
perkawinan di masyarakat, mereka
tidak hanya melihat seks biologi tetapi juga identitas dan ekspresi gendernya.
Masyarakat hanya bisa melihat perempuan dan laki-laki dari apa yang tampak dan
harus sesuai dengan peran gendernya. Ketika apa yang terlihat berbeda dengan
yang mereka pikirkan maka akan dianggap menyimpang. Kita cenderung tidak
mempunyai keberanian untuk menerima kenyataan atau perbedaan diluar dikotomi
yang ada. Mungkin ini saatnya kita belajar tentang gender dan seksualitas dan
menerima perbedaan yang ada. Belajar tidak lagi mengkotak-kotakan seksualitas dan gender. Menerima bahwa setiap manusia itu tidak sama,
bahwa identitas gender dan ekspresi gender juga bisa berbeda dengan seks
biologi.   

Referensi :

David Valentine and Riki Anne Wilchins, “One Percent on the Burn Chart:
Gender, Genitals, and Hermaphrodites with Attitude,” Social Text, nos. 52–53
(1997) 

Niko Besnier, “Polynesian Gender Liminality through Time and Space,” in Th
ird Sex, Th ird Gender: Beyond Sexual Dimorphism in Culture and History, ed.
Gilbert H. Herdt (New York: Zone, 1996)

Amy Mullin; Book
Review : “ Private Selves, Public Identities: Reconsidering Identity Politics.
By Susan J Hekman, University Park: Pennsylvania State University Press.
2004 

Foto : 

harianjogja.com 

interfaithcrossing.wordpress.com

flickrhivemind.net

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!