Bias Pemberitaan Media Bagi Perempuan dan Anak

Luviana – www.konde.co

Jakarta, Konde.co – Ada fakta tentang bias pemberitaan dan stereotype  terhadap perempuan dan anak di media. Fakta ini disajikan oleh penelitian yang dilakukan Komnas Perempuan tentang kondisi media di Indonesia dalam memberitakan : perspektif korban kekerasan seksual . Penelitian yang dilakukan terhadap 9 media cetak dan media online di Indonesia ini dilaunching di Dewan Pers pada Rabu, 1 Juni 2016 kemarin.

Sejumlah judul yang memberitakan tentang “Karyawati jadi Korban Pelecehan” misalnya, didapati kalimat yang terkesan menyalahkan korban.  Seperti: korbannya berparas cantik atau himbauan agar masyarakat umum tidak menggunakan pakaian mini sehingga mengundang nafsu laki-laki.

Berita lain misalnya tentang “ Penumpang Transjakarta jadi korban pelecehan” , kemudian dalam kalimatnya terdapat saran: maka ke depannya akan ada armada khusus untuk wanita. Padahal apakah nantinya dengan adanya armada khusus dengan sendirinya pelecehan ini akan hilang?.

Pemberitaan lain yaitu soal perkosaan yang dilakukan terhadap anak-anak. Beberapa berita kemudian menuliskan identitas anak-anak. Jika tidak disebutkan nama anak, maka yang disebutkan adalah sekolahnya atau lokasi kejadiannya.

Ada lagi berita soal “Gara-gara pakai celana ketat, maka siswi dilecehkan guru.” Berita ini seperti menggiring opini massa yang mana beritanya kemudian melakukan penghakiman pada korban sehingga memperkuat stigma bahwa kekerasan seksual terjadi atas kontribusi korban yang memakai celana ketat dan berakibat pada pembenaran terjadinya kekerasan tersebut.

“Beberapa berita lain kemudian seperti disebutkan dalam penelitian tampak menggiring opini, padahal penggiringan opini ini merupakan kekerasan yang dilakukan oleh media,” ujar Mia Olivia, salah satu peneliti Komnas Perempuan.

Berita lain yaitu ada media yang melakukan wawancara terhadap anak-anak korban kekerasan seksual.  Penelitian Komnas Perempuan kemudian mempertanyakan hal ini: apakah pada tempatnya jika sebuah media mewawancarai anak di bawah umur untuk kasus kekerasan seksual yang dialaminya? Dan apa tujuannya mewawancarai anak di bawah umur untuk kasus kekerasan seksual?

Berita pembunuhan terhadap anak-anak misalnya, penelitian ini menemukan fakta bahwa masih banyak ditemukan pemberitaan yang menampilkan foto dan identitas korban. Hal lain yaitu yang marak ditemui adalah penggunaan narasumber yang bias, seperti misalnya kalimat dari tetangga korban yang mengatakan: jangan-jangan pelaku sedang mencari ilmu. Kalimat ini juga tidak tepat dan justru pernyataan atau kutipan narasumber tersebut jadi menjauhkan dari fakta yang sebenarnya.

Dalam kasus hukum kebiri dan hukuman mati misalnya, penelitian Komnas Perempuan menyebutkan bahwa media mempunyai kecenderungan untuk mengikuti arah pertentangan, padahal media seharusnya turut menghadirkan fakta yang berimbang. Artinya, penyelesaian di luar hukum kebiri juga harus diberitakan dengan menggunakan perspektif HAM.

“Hal ini penting agar pemberitaan media tidak mendorong opini publik ke arah penyelesaian kasus kekerasan seksual dengan cara-cara yang tidak manusiawi,” ujar salah satu peneliti, Christina Yulita.

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin menyatakan bahwa masih banyak berita yang menuliskan identitas korban dan menggunakan diksi yang salah. Misalnya pada berita tentang: pembunuhan sekretaris, ada sejumlah identitas yang disebutkan seperti nama korban, orangtua korban, alamat rumah dan nama mantan suami. Alasan penulisan identitas karena korban sudah meninggal. Padahal jika sudah meninggalpun, jika tanpa seijin, maka identitas korban tak boleh dituliskan.

Hal lain yaitu adanya penggunaan diksi yang bias, misalnya korban ditulis sebagai janda beranak dua itu, janda cantik itu, wanita cantik itu. 

“Kisah asmara kemudian menjadi bantalan berita yang sesungguhnya tidak menunjukkan berita yang sesungguhnya. Kalimat janda cantik dan wanita cantik kemudian digunakan untuk menarik perhatian pembaca,” ujar Mariana.

Perspektif Korban
Media adalah sumber informasi tercepat yang bisa diakses masyarakat, ia bisa berfungsi untuk menggiring kasus, mempengaruhi masyarakat, mempertentangkan maupun memberikan pemahaman masyarakat atas suatu kasus. Karenanya menuliskan pemberitaan dengan perspektif korban menjadi sangat penting untuk menjadi standar bagi jurnalis.

Penelitian Komnas Perempuan tersebut dilakukan pada Juli- Desember 2015 pada 9 media di Indonesia, yaitu: Media Online Tempo.co, kompas.com, Jakarta Globe, Media indonesia dan Jakarta Post. Dan media cetak Pos Kota, Indo Pos, Republika, Kompas dan Koran Sindo.

Penelitian ini ingin mengungkapkan: bentuk kekerasan seksual apa yang paling banyak diberitakan media, apakah pemberitaan media telah memenuhi kode etik jurnalistik dan apakah media telah menuliskan pemberitaan untuk pemenuhan hak korban kekerasan seksual?

(Foto/Ilustrasi: pixabay.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!