Laki-laki Feminis bukan Hal Tabu

Poedjiati Tan – www.konde.co

Kemarin, secara
tidak sengaja saya melihat di facebook teman saya yang aktivis, istrinya memuji
teman saya yang mau berbagi tugas rumah tangga dan merawat anak mereka yang
masih balita. Dia memuji suaminya yang tidak malu mengerjakan pekerjaan
“perempuan” dan membantu dirinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Saya juga punya teman
sesama dosen, badannya besar dan penuh tatto, tetapi dia tidak pernah malu
membawa tas bayi untuk anaknya, membeli pampers, susu bayi dan pembalut
istrinya. Meskipun dia sering digodain teman-temannya dengan julukan wajah
preman hati hello kitty, dia tetap cuek dan hanya ketawa saja.

Masyarakat kita memang sering memberikan label atau stereotype berdasarkan
gendernya. Misal perempuan itu lemah, perempuan itu tidak bisa menyetir mobil
dengan baik, perempuan tidak bisa membaca peta, perempuan tidak bisa
memperbaiki motor atau mobil, hingga merawat dan mendidik anak adalah tugas
perempuan. Ya, masyarakat masih banyak menganggap perempuan tugasnya di dalam
rumah. Laki-laki tidak suka menonton drama atau sinetron, laki-laki tidak punya
perasaan, laki-laki tidak suka memasak, laki-laki selalu minta dilayani. Tugas
laki-laki adalah pencari nafkah. Dan masih banyak lagi stereotype lainnya yang
diprasangkakan kepada perempuan atau laki-laki dengan sistem kebiasaan yang
sudah terjalin di masyarakat.

Pendidikan gender dan seksualitas memang perlu diajarkan sejak dini, misalnya
kita seharusnya membiarkan anak laki-laki untuk bermain boneka atau
masak-masakan sehingga nanti bila dia besar, dia bisa terampil merawat anaknya
dan bisa memasak sendiri. Anak perempuan sebaiknya dibiarkan bermain
mobil-mobilan atau memanjat pohon sehingga dia bisa menjadi anak yang mandiri
dan tidak tergantung dengan orang lain. Membiarkan anak perempan belajar ilmu bela
diri sehingga dia bisa melindungi dirinya. Membiarkan anak laki-laki untuk
menangis dan sensitif sehingga dia bisa mempunyai empati terhadap orang lain
dan dapat mengekspresikan perasaannya.

Di jaman yang sudah memasuki era milinieum ini, sudah seharusnya kita lebih
menghargai kesetaraan gender. Tidak lagi memandang perempuan sebagai orang yang
lemah dan menjadikan laki-laki sebagai subyek atau penguasa perempuan. Tidak
ada yang salah bila laki-laki menjadi sensitive, cengeng atau tinggal di rumah
dan merawat anak. Tidak ada yang salah bila perempuan menjadi tangguh dan
bertugas sebagai pencari nafkah. Tetapi masyarakat kita selalu menganggap itu
suatu yang aneh. Bahkan tak jarang muncul komentar jaman sudah terbalik,
perempuan jadi laki-laki dan laki-laki jadi perempuan. Konstruksi sosial memang
sudah mengakar di masyarakat kita dengan pembagian peran gender yang sepertinya
sudah paten dan tidak bisa diubah. Padahal, itu semua merupakan konstruksi yang
dimunculkan masyarakat sendiri dan dapat diubah sesuai dengan kemajuan pola
pikir kita.

Mungkin ini saatnya membangun kesadaran kesetaraan gender, mendidik anak
laki-laki untuk menjadi feminis. Agar mereka tumbuh menjadi laki-laki yang bisa
menghargai perempuan, bisa berbagi tugas domestik, tidak mempunyai keinginan
menguasai perempuan, namun membebaskan perempuan dengan pilihannya dan
karirnya. Laki-laki yang peduli dengan masalah reprdoksi perempuan dan mau ikut
ambil bagian mengenai kontrasepsi pasangannya, menghargai seksualitas perempuan
dan tidak menjadikannya objek seksual. Laki-laki yang menganggap perempuan
sebagai teman yang setara.

Laki-laki yang feminis bukan berarti dia akan kehilangan kelaki-lakiannya dan
menjadi perempuan atau tidak lagi maskulin. Tetapi laki-laki feminis adalah
laki-laki yang mau memperjuangkan kesetaraan dan menghilangkan penindasan
terhadap perempuan. Laki-laki feminis adalah laki-laki yang berani ambil bagian
dan melakukan tindakan dalam kesetaraan gender, menghilangkan diskriminasi
terhadap perempuan, dan menyelesaikan persoalan sosial dengan menjadikan
persoalan perempuan sebagai bagian yang tak terpisahkan.

Bila laki-laki menjadi feminis, niscaya keadilan gender akan terbentuk dengan
sendirinya. Maka kekerasan dalam rumah tangga yang dialami perempuan akan
berkurang dan begitupula dengan kekerasan seksual. Bila kita mengajarkan anak
laki-laki kita menjadi feminis dia tidak lagi melihat perempuan sebagai objek
seksual saja, dia tidak akan melihat perempuan sebagai objek penguasaan tetapi
melihatnya sebagai perempuan seutuhnya setara dengan dirinya dan bisa berlaku
adil.Laki-laki feminis, laki-laki yang peduli dan ikut memperjuangkan
kesetaraan dan keadilan gender.

Laki-laki yang feminis bukanlah hal yang tabu tetapi suatu kesadaran untuk
kebaikan bersama. Seperti kata Prince Harry “When women are empowered, they immeasurably improve
the lives of everyone around them—their families, their communities, and their
countries. This is not just about women; we men need to recognize the part we
play too. Real men treat women with dignity and give them the respect they
deserve.”

foto : UN Women 

– www.sheknows.com 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!