Masih tentang Hak Maternitas Suami (2)

Melly Setyawati – www.konde.co

Aplikasi kalender di HP saya menunjukkan kalau kemarin, 19
Juni, merupakan hari bapak sedunia(Father’s
Day).
 Saya jadi teringat tampilan
firal foto – foto di media sosial yang menggambarkan hubungan bapak dan anak.
Ini masih terkait dengan tulisan saya yang terpublikasikan pada 10 Maret lalu di
konde dot co, tentang Hak Maternitas buat Bapak atau Suami. Ternyata ada respon
dari sahabat yang mengatakan kalau suami dapat cuti di Indonesia pasti terjadi
ledakan bonus demografi karena suami senang mendapatkan libur panjang. Sependek itukah
pemahaman tentang hak maternitas bapak atau suami?

Sahabat yang lain merespon balik ungkapan sahabat saya
tersebut, dengan menceritakan bagaimana peran bapaknya saat dia kecil dulu.
Bapaknya mau mengerjakan kerumahtanggaan dan membuat ibunya sangat terbantu.
Ini membuat dirinya juga sangat ingin mendapatkan suami yang juga mau membantu
dirinya saat hamil nanti.

Memang ini menjadidebatableyang mengasyikkan. Namun akhirnya saya merasakan sendiri pentingnya peran suami
pada saat kehamilan dan paska melahirkan. Saya sempat mengidapbaby blues, saya
panik karena ASI belum keluar lancar dan sangat cemas menghadapi bayi yang kehausan. Saya
mengalami kelelahan yang luar biasa akibat kurang tidur membuat saya nyaris
tidak mengenal anak saya, lupa hari dan kehilangan fokus. Lalu saya bilang ke suami
sepertinya saya sudah menyerah saat itu.

Kondisi saya ini membuat suami saya harus membolos kerja
hingga 2 minggu lamanya padahal cuti yang diberikan oleh perusahaan hanya 3
hari, sesuai dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan. Lingkungan tempat kerja suami kebanyakan adalah laki – laki. Desakan dari temannya di perusahaan mengatakan kalau suami saya harus profesional
untuk mengutamakan pekerjaan baru kemudian keluarga. Bahkan atasannya
menanyakan mengapa suami saya ijin terlalu lama. Akhirnya membuat suami saya
tidak mendapatkan uang makan yang jumlahnya cukup banyak.

Suami mengkhawatirkan kondisi saya dan anak saya apalagi
berbarengan dengan pemberitaan seorang ibu yang melempar bayinya dari lantai
satu di sebuah pusat perbelanjaan Bekasi. Saya mengikuti berita itu, dari
keterangan kerabatnya mengatakan ibu tersebut memang mengalami depresi karena
dirinya mengalami kesulitan ekonomi serta harus mengurus bayinya sendiri.
Seorang kerabat suaminya, yang bertempat tinggal serumah dengan ibu tersebut,
turut menyalahkan ibu tersebut kalau ibu tersebut suka menyendiri dan tidak
pernah bergaul sejak awal kehamilan. Hal yang saya alami membuat saya turut berempati,
memang minimnya peran suami bisa ikut memperparah kondisi psikologis ibu
tersebut.

Saya banyak bertanya dengan para sahabat, ternyata rata – rata mengalami hal yang serupa dengan yang saya rasakan.

Persoalan hak maternitas bapak atau suami masih dipandang
sebelah mata. Bahkan laki – laki yang menjadi bapak atau suami pun mendapatkan
tekanan dari laki – laki lainnya. Tetapi hal ini bisa disangkal oleh bapak atau
suami yang masih mempunyai empati dan keterikatan emosional pada keluarga. Ternyata
masih sulit juga untuk memperjuangkan hak maternitas bapak atau suami, kultur patriarkisme
masih melekat kuat menjadi mindset sehingga merepresi posisi perempuan dan
juga laki – laki yang memiliki anak.

Firal foto di media sosial yang menggambarkan dengan indah
hubungan bapak dan anak menjadi mimpi bagi para bapak atau suami pekerja di
Indonesia.  Bagaimana caranya memiliki
waktu luang yang banyak buat anak dan istri dalam masa tumbuh kembang jikalau
para majikan masih memandang hak maternitas hanya untuk buruh perempuan saja?

(sumber foto: www.google.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!