Makanan Takjil dan Cerita Perempuan

Luviana – www.konde.co

Jogja, Konde.co – Kemarin, beberapa hari sebelum ramadhan usai, saya mampir ke daerah Kauman di Jogjakarta. Kauman letaknya di tengah kota, di samping Kantor Pos Besar di ujung Jl. Malioboro. Jalan yang biasanya sangat ramai kendaraan dan pejalan kaki, kemarin sudah mulai sepi. Banyak mahasiswa yang sudah meninggalkan jogja untuk pulang kampung.

Saya berhenti di Kauman untuk membeli Kicak, makanan takjil yang khas dijual di Kauman selama Ramadhan. Kicak adalah makanan khas Jogja yang terbuat dari ketan, parutan kelapa, pandan, vanili dan nangka. Rasanya mengenyangkan, bisa untuk pengganti nasi sementara. Cocok sebagai makanan pembuka puasa.

Kicak adalah makanan yang banyak dicari di Kauman selama Ramadhan. Selain khas rasanya, bau dan rasa nangkanya juga sangat terasa. Rata-rata pedagang disini adalah para perempuan yang rumahnya tak jauh dari Kauman. Beberapa penjual malah berjualan persis di depan rumah. Moment Ramadhan seperti ini memang digunakan penduduk dan pedagang untuk berjualan takjil.

Yuli Fani, salah satu pedagang Kicak tampak sibuk. Saya ada di urutan kesembilan untuk bisa mencicipi Kicaknya. Ia meletakkan Kicak di atas nampan putih. Nangkanya menyembul di permukaan panci. Semuanya antri berbaris membeli Kicak. Dalam beberapa jam Kicaknya pasti habis. Santannya kental, nangkanya banyak. Begitu sahut beberapa pembeli yang sedang antri. Kicak Yuli dibungkus daun pisang dan kertas. Kicak lain dibungkus di plastik, diberi nangka dan daun pandan.

Yuli tak sendiri, perempuan lain di Kauman ini juga menjual Kicak. Harganya Rp. 3 ribu. Perempuan lain berdagang aneka takjil seperti kolak, gorengan, wajik, tahu bakso dan beberapa minuman seperti setup jambu biji maupun jahe. Yuli, sehari-hari bekerja menjual mainan secara online, bulan puasa ini ia lalu mempunyai pekerjaan baru yaitu membantu saudaranya berjualan Kicak. Banyak perempuan penjual lain juga memanfaatkan waktu yang baik selama bulan Ramadhan ini untuk menjual takjil.

Ibu Marjatun misalnya, sehari-harinya ia merupakan ibu rumah tangga, di bulan puasa ini lalu diminta membantu tetangganya berjualan setup buah dan minuman jahe.

“ Lumayan untuk penghasilan. Bisa beli baju lebaran untuk anak-anak,” ujar Marjatun senang.

Ia sedang menuangkan setup jambu biji dalam beberapa plastik untuk para pembeli. Hari ini minuman yang dijualnya belum habis karena Kauman memang sudah mulai sepi pembeli di 4 hari menjelang lebaran ini. Pendatang yang kebanyakan anak-anak kost sudah pada pulang kampung. Jogja memang kota pelajar yang jika lebaran tiba suasananya lumayan lengang, walau kemudian keramaiannya digantikan oleh para pemudik yang pulang kampung.

Ramadhan juga memberikan pemasukan yang lumayan bagi perempuan penjual takjil yang lain. Sejumlah ibu yang jualan sayur dan jualan kerupuk serta makanan kecil di Kauman ini, jika pagi hingga siang hari berjulan di Pasar Beringharjo yang letaknya tak jauh dari Kauman. Nah selama puasa ini, mereka kembali berjualan di sore hari di Kauman. Kebutuhan lebaran banyak, maka moment ini mereka gunakan untuk mencari pemasukan lain. Mereka tak pernah merasa capek jika harus berjualan dari dinihari hingga sore hari menjelang berbuka puasa. Tawa mereka renyah, tetap ramah menawarkan dagangannya. Sesekali saling bercanda dengan perempuan penjual yang lain, menunggu buka puasa tiba.

Beberapa perempuan pedagang hanya tersenyum simpul ketika ditanya berapa penghasilan mereka selama bulan Ramadhan ini. Mereka hanya menyatakan lumayan untuk lebaran. Untuk Kicak, beberapa pembuat Kicak menghabiskan ketan 13 kilo seharinya.

Perempuan lain yang berjualan takjil di beberapa tempat di Jogja juga didominasi oleh perempuan. Mereka menjual bakmi, pecel dan makanan takjil. Ada makanan yang mereka beli dari pasar, lalu dijual lagi, namun tak sedikit yang membuat sendiri makanannya untuk dijual.

Ramadhan memang menjadi moment untuk mengembangkan sekaligus mencoba usaha baru mereka. Hal ini juga menjadi moment kemandirian ekonomi para perempuan.

(Foto: Savana Candid Nusantara dan Nakku Cinta Mentari Pagi)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!