Transportasi yang Ramah Perempuan

Luviana – www.konde.co

Kemarin tanpa sengaja saya mendapati busway atau bus Trans Jakarta berwarna pink di halte Sawah Besar Jakarta. Ketika itu saya mau beranjak pulang, sehabis memberikan dukungan pada kawan-kawan buruh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas persidangan kasus kriminalisasi yang menjerat mereka. Saya yang tergesa, langsung menaikinya sambil mendengarkan teriakan petugas busway.

“Ini khusus untuk perempuan ya pak. Khusus untuk perempuan.”

Sejumlah laki-laki yang akan melompat ke busway langsung mengurungkan niatnya. Ups. Saya menoleh dan mendapati sejumlah laki-laki sudah berada dalam busway. Sopir bis menghentikan busway dan membukakan pintu lagi untuk mereka. Ukuran busway ini sama besarnya dengan busway lainnya, hanya tempat duduknya tidak berhadapan namun berderet ke belakang di bagian depan.

Sedangkan di bagian tengah, dibuat saling berhadapan. AC-nya masih dingin karena ini merupakan bis baru.

Busway ini memang dibuat khusus untuk perempuan. Apa karena itu lalu warnanya pink ya?. Teman saya bilang: ada-ada saja ya, apakah perempuan selalu identik dengan warna pink?. Hmmmm. Busway berwarna pink ini memang dibuat khusus untuk perempuan. Diluncurkan pada 21 April 2016 lalu oleh Pemerintah DKI Jakarta, karena banyaknya kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan.

Tak mudah memang hidup di Jakarta. Kota besar yang penuh dengan kemacetan juga kejahatan. Kota yang sangat jauh dari ideal. Apakah peluncuran busway khusus perempuan ini sesungguhnya bisa menyelesaikan persoalan kekerasan yang dialami para perempuan?

Pemetaan yang dilakukan Solidaritas Perempuan, ELVA dan Perempuan Komunitas yang dilaunching pada Juni 2016 misalnya mendapatkan data bahwa perempuan di Jakarta memang selalu diperhadapkan dengan situasi ketidakamanan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, baik di ranah domestik maupun publik, termasuk di transportasi publik.

Sebanyak 88,15% perempuan menyatakan bahwa transportasi umum Jakarta sangat buruk tingkat keamanannya. Ketidakamanan dirasakan perempuan dalam berbagai faktor, seperti pencopetan hingga kekerasan seksual.

Perempuan yang terlibat di dalam pemantauan tersebut menyampaikan bahwa mereka mengalami sejumlah ancaman kekerasan seperti ekshibisionis atau laki-laki yang memperlihatkan alat kelaminnya sebanyak 18 kasus, 78 kasus pelecehan verbal (kata-kata, siulan,dll), 4 kasus pemerkosaan, 291 kasus sentuhan fisik (colek, pegang-pegang, dll), dan 278 kasus tatapan yang membuat tidak nyaman.

Sayangnya, tidak semua perempuan di Jakarta melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya. Salah satu faktornya adalah karena mereka tidak mendapatkan informasi tentang layanan pengaduan dari pemerintah. Ini terlihat pada hasil pemantauan, dimana 78.6% masyarakat tidak mendapat informasi terkait dengan layanan pengaduan dari kepolisian. Sehingga tidaklah heran jika kasus yang dilaporkan pun sangat sedikit jumlahnya. Korban juga sulit melaporkan karena sulit untuk mendapatkan bukti, dan kerap malah disalahkan ketika melapor. Dalam beberapa kasus di mana korban melapor, seringkali tidak ada respon atau tindak lanjut yang memadai, sehingga korban tidak mendapatkan keadilan.

Dari fakta-fakta ini, tentu kita menjadi semakin tahu bahwa Kota Jakarta pasti bukan kota yang penuh dengan warna cerah seperti pink ketika kita masih terus mendapatkan kekerasan terhadap perempuan terutama di jalan dan di moda-moda transportasi. Karena sebuah kota seharusnya dibangun dengan warga yang saling hidup nyaman dan tidak melakukan kekerasan satu sama lain.

Data-data yang didapatkan oleh Solidaritas Perempuan menunjukkan bahwa perempuan di Jakarta masih merasa tidak aman di ranah publik. Negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,dengan aparat keamanan dan institusi lainnya seharusnya mampu menjamin rasa aman untuk perempuan yang selama ini masih mengandalkan transportasi publik untuk beraktivitas.

Jadi tak cukup memang menyediakan busway berwarna pink seperti ini, namun pemerintah harus menjamin rasa aman kepada perempuan dengan tak hanya menyediakan transportasi namun juga keamanan yang memadai, desain kota, tata ruang yang ramah untuk perempuan.

(Foto: skyscapercity.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!