Hari Aborsi yang Aman untuk Perempuan

Poedjiati Tan –
www.konde.co

Setiap tanggal
28 September, seluruh dunia memperingati Hari 
Global Day of Action for Access to Safe and Legal Abortion. Atau hari
aksi global dalam mengakses abosi yang aman dan legal, terutama untuk
perempuan. Bagaimana sebenarnya sejarah atau awal mula hari tersebut sehingga
diperingati hingga sekarang?

Aksi ini berawal
di Amerika Latin dan Karibia di mana kelompok-kelompok perempuan bergerak untuk
menuntut pemerintah agar melegalkan aborsi, menyediakan akses yang aman dan
terjangkau untuk layanan aborsi dan untuk mengakhiri stigma dan diskriminasi
terhadap perempuan yang telah memilih untuk melakukan aborsi.

Nama asli dari
kampanye di Amerika Latin dan Karibia adalah Campaña 28 de Septiember por la
Despenalización del Aborto. Tanggal – September 28 – dipilih dalam rangka
memperingati penghapusan perbudakan di Brazil yang kini dikenang sebagai hari
“free womb.” Hari ini juga digunakan untuk menuntut pelaksanaan
aborsi yang aman dan legal bagi semua perempuan.

Pada tahun 2011,
Women’s Global Network for Reproductive Rights (WFNRR)  menggunakan tanggal 28 September sebagai hari
untuk bersolidaritas bagi gerakan perempuan di Amerika latin ke tingkat global
untuk pengakuan bahwa pada kenyataan akses untuk aborsi yang aman dan legal
yang selalu ditolak oleh banyak negara.

Di sebagian
besar negara-negara Afrika aborsi dilarang sama sekali atau hanya diizinkan
untuk menyelamatkan nyawa ibu. Di beberapa negara Asia mayoritas aborsi
diizinkan oleh hukum, namun, masih sangat terbatas, dan bahkan ketika diijinkan
oleh hukum, perempuan masih harus bergulat dengan biaya yang mahal dan tidak
dapat diaksesnya perawatan aborsi yang tepat.

Sedangkan di
beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat, mereka menghadapi serangan sengit
dengan kelompok oposisi yang ingin membatasi kebebasan reproduksi perempuan
dengan memberlakukan pembatasan hukum dan keuangan, memproyeksikan stigma yang
lebih besar dan diskriminasi dan selanjutnya menghalangi akses ke perawatan
aborsi.

Semua faktor
tersebut di atas merupakan hambatan yang berat bagi perempuan untuk sepenuhnya
melaksanakan hak-hak mereka sebagai perempuan.

Di Indonesia,
dulu pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi, demikian yang
disebut dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (“UU Kesehatan”). Namun, larangan tersebut dikecualikan
berdasarkan [Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan]: indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.

Namun sejak ada
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, aborsi
bisa dilakukan namun hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus
pemerkosaan.

Di sejumlah
negara lain, prakteknya kadang masih sulit bagi perempuan. Bila terjadi
perkosaan terhadap perempuan yang mengakibatkan kehamilan, dan yang memperkosa
sebaya dan belum menikah, tindakan yang dilakukan adalah menikahkan mereka.
Tanpa memberikan pilihan kepada perempuan itu untuk memilih aborsi atau tidak.

Tidak hanya itu
saja, tetapi juga masih terjadi bagaimana tekanan masyarakat dan stigma yang
diberikan kepada perempuan yang melakukan aborsi. Mereka seperti tidak
memikirkan bahwa menjadi korban perkosaan sudah memberikan beban psikologis dan
kini juga harus menanggung malu karena kehamilan lalu mendapatkan stigma karena
melakukanaborsi.

Apalagi ketika
sang pemerkosa menyatakan akan bertanggung jawab untuk menikahi, dan perempuan
korban memilih menolak dan ingin menggugurkan kandungan, maka mereka akan
dianggap salah oleh masyarakat.

Bahkan sering
kali keluarga korban bersedia menerima tawaran damai dengan menikahkan anaknya
dengan alasan untuk menutupi aib atau malu tanpa memikirkan beban psikologis
sang anak. Mereka tidak pernah merasakan beban yang ditanggung anak yang mengalami. Oleh karena itu kampanye September28.org mengatakan Step into Our Shoes, mengajak orang lain berempati pada posisi mereka yang mengalami stigma karena aborsi.

Ini adalah
saatnya bagi semua perempuan untuk bersatu dan bersama-sama memperjuangkan
hak-hak seksual dan reproduksi perempuan. Menghilangkan stigma di masyarakat
terhadap perempuan yang melakukan aborsi dan meminta pemerintah agar perempuan
dapat mengakses aborsi yang aman, terjangkau dan terlindungi.

Sumber

http://www.september28.org/

http://wgnrr.org/

http://nasional.kompas.com/read/2014/08/14/06315911/Soal.PP.Aborsi.Ini.Penjelasan.Menteri.Kesehatan

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!