Kesempurnaan sebuah kerja

Sica Harum – www.konde.co

I am careful not to confuse excellence with perfection. Excellence, I can
reach for; perfection is God’s business. (as Michael J Fox once said)

Saya banyak bertemu dengan rekan bisnis, terutama para perempuan. Dari
diskusi yang sering kami lakukan, saya sampai pada sebuah kesimpulan tentang
apa sih sebenarnya sempurna itu?

Sempurna itu overrated, saya rasa. Apa sih yang disebut sempurna? Enggak
salah dan enggak cela, plus lebih dari harapan? Kalau harapannya diturunkan,
bisa terasa sempurna juga kan?

Sebuah reportase dalam sebuah liputan yang benar, umumnya menjawab lima
faktor what, who, where, when, why dan how-nya. Tapi seperti apa reportase yang
sempurna? Apakah yang dapat menyegerakan sebuah kebijakan baru? Yang
berhasil mencopot pejabat publik korup? Yang didapat dengan cara-cara yang baik
-tidak mencuri data – atau menggunakan sumber yang bukan penipu?

Seperti apa desain yang sempurna? Seperti apa tulisan yang sempurna? Teman
perempuan saya ada yang menyarankan, lagi-lagi, akan disesuaikan dengan tujuan
awal. Dan jika sudah terkait “bagus atau enggak bagus”, biasanya jadi mengacu
pada “suka atau enggak suka”.

Makanya, sempurna itu enggak ada.

Sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan benar dan profesional pun belum tentu
bisa sempurna, belum tentu bisa memuaskan semua pihak. Begitu kami sering
berpikir dalam menjalankan bisnis. Jadi jika ada klien yang bilang “saya ingin
ini sempurna” segera tanyakan saja apa yang dimaksud sempurna versi si klien, dan
catat.

Again, perfection is overrated.

Saya sendiri belajar untuk memisahkan, mana yang merupakan hasil dan mana
yang merupakan proses. Hasil sempurna, urusan tuhan. Tapi proses yang dilakukan
dengan excellent effort masih bisa diupayakan. Lebih enak jika bisa
tegas dari awal.

Hal yang penting juga ialah, si pemberi brief haruslah orang yang memang memahami
situasi. Jangan sampai hal-hal yang sudah disetujui jadi mentah gara-gara
masalah otoritas. Yang kami pelajari, seorang PIC dari sisi klien belum tentu
pengambil keputusan. Dan untuk mengambil keputusan, klien butuh waktu. Makanya,
hati-hati dengan deadline. Deadline ketat dengan budget longgar saja
belum tentu bisa digarap dengan baik, apalagi jika budget ikut-ikutan ketat,
seketat deadlinenya. Leave it!

Pada akhirnya, hasil dan proses kerja kita yang akan bicara dan mendatangkan
peluang-peluang baru di kemudian hari. Bukan klien yang girang lantaran harga
murah. Serius.  Yang ini juga kesimpulan teman-teman perempuan saya, bahwa
proses, jauh lebih penting. Dengan banyak proses, kita lebih menghargai hasil.

Mungkin benar kesempurnaan itu gak ada di dunia. Proseslah yang menyempurnakannya.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!