Menjadi Janda Melawan Stigma di Masyarakat

Para
perempuan akan memperingati hari anti kekerasan terhadap perempuan sedunia yang
jatuh setiap tanggal 25 November. Dalam rangka memperingati hari anti kekerasan
terhadap perempuan, www.konde.co selama sepekan yaitu dari tanggal 20
November-26 November 2016 akan menampilkan sejumlah artikel khusus bertema:
kekerasan terhadap perempuan. Ini tak lain, untuk menyajikan fakta masih
banyaknya kekuasaan dan kontrol terhadap perempuan yang menyebabkan kekerasan
terus-menerus terjadi pada perempuan. Tulisan ini tak hanya menyajikan fakta,
namun juga menjadi bagian dari perjuangan perempuan untuk menolak kekerasan.
Selamat membaca.

Poedjiati Tan – www.konde.co

Beberapa hari ini saya melihat postingan koran yang di share di Facebook,
tentang banyaknya janda dengan headline yang negatif. Tidak hanya satu media
saja tetapi ada beberapa media dengan daerah berbeda yang membuat headline
negative tentang janda. Seperti Banjir Janda, Sebanyak 2.434 Janda Menanti Anda
atau Asik! Banyak janda. Media sering kali memuat berita tentang janda dengan
kesan yang negatif. Begitupula dengan masyrakat sering memiliki stigma yang
negatif terhadap perempuan yang menjadi janda. Mereka mengangggap perempuan
yang menjadi janda adalah peluang untuk dinikahi laki-laki.

Pagi ini saya juga membaca seorang ibu yang mengalami kdrt oleh suami dan
menggugat cerai malah dilaporkan suaminya dengan tuduhan pencurian dan
penggelapan uang perusahaan. Sehingga dia harus ditahan polisi dan gagal
menghadari sidang perceraiannya. Tidak hanya dia yang mengalami kekerasan
tetapi juga anak-anak mereka. 

Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) 2014 mencatat sejumlah 293.220 kasus Kekerasan
terhadap Perempuan. Seperti tahun sebelumnya, kekerasan yang terjadi di ranah
personal khususnya Kekerasan terhadap Istri tercatat  paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
institusi perkawinan belum menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Banyak
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga mencari jalan keluar dari
kekerasan yang dialaminya melalui perceraian. Sayangnya perceraian melalui
pengadilan agama, tidak mengadili tindak kekerasan yang dilakukan suami.

Budaya patriarkhi memberikan previlage pada jenis kelamin laki-laki untuk
mengakses material basic of power
dari mereka yang berjenis kelamin perempuan. Wacana perempuan sebagai makhluk
yang lemah begitu dominan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat seperti
melegitimasi wacana itu dan melestarikan. Hal tersebut menyebabkan perempuan
seperti kehilangan dimensi lain dalam realitas kehidupannya. Kurangnya
pemahaman masyarakat akan gender serta budaya patriarkhi yang berpusat pada
nilai laki-laki menjadi basis bagi suburnya perilaku bias gender, dimana
perilaku tersebut pada gilirannya menempatkan perempuan pada posisi yang
subordinatif dan marjinal, oleh karenanya dapat dikendalikan

Budaya negatif sering dilekatkan pada perempuan yang menuntut cerai. Seringkali
perempuan yang dianggap bersalah dan tidak bisa menjadi istri yang baik, tidak
peduli bila dalam perkawinan itu merugikan atau terjadi kekerasan terhadap
perempuan. Status janda bukanlah posisi yang menguntungkan bagi perempuan baik secara
biologis, psikologis, maupun sosiologis. Kondisi yang melingkupi perempuan
seringkali mengundang posisi tawar perempuan ketika berhadapan dengan laki-laki.
Status janda kadang ditempatkan pada perempuan sebagai posisi yang bersalah, atau
kadang dianggap lemah, sehingga dalam kondisi sosial budaya yang patriarkhi
seringkali terjadi ketidakadilan terhadap kaum perempuan, khususnya perempuan
dengan status janda.

Banyak pro dan kontra bermunculan mengenai persepsi terhadap status perempuan
yang menjadi janda di tengah masyarakat. Berbicara tentang janda, tidak
terlepas dari struktur yang ada dalam masyarakat. Struktur masyarakat Indonesia
masih menganut budaya patriarkhi, yaitu konsep bahwa laki-laki memegang
kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat dan pada dasarnya perempuan
tercabut dari akses terhadap kekuasaan itu sehingga keseimbangan kekuasaan
justru menguntungkan laki-laki. Keyakinan tersebut membuat peran perempuan
dalam masyarakat menjadi terdiskreditkan atau dinomorduakan. Laki-lakilah yang
memegang kekuasaan atas semua peran penting yang ada di masyarakat.

Setiap pasangan yang menikah karena keinginannya sendiri selalu berharap
pernikahan mereka langgeng sampai akhir hayat. Tidak ada perempuan yang
bercita-cita menjadi janda dan menggugat cerai suaminya karena iseng. Menjadi
janda bukanlah keputusan yang mudah untuk perempuan. Perempuan yang menggugat
suaminya karena melakukan kekerasan atau menelantarkan keluarga, seperti
dianggap kurang bisa menjadi istri yang baik. Perempuan dengan status janda
sering dipandang negatif dan tidak kompeten untuk menjadi kepala keluarga bagi
anak-anaknya. Mereka seringkali menghadapi tekanan dari keluarga, masyarakat
bahkan oleh media. Dan kembali perempuan harus mengalami kekerasan karena
menjadi janda.

  

Sumber :

http://www.jawapos.com/read/2016/11/16/64630/ibu-tiga-anak-korban-kekerasan-dalam-rumah-tangga-malah-ditahan/1

http://radarmalang.jawapos.com/read/2016/06/12/1620/kabupaten-malang-pusatnya-janda

http://forums.merdeka.com/threads/apa-kata-dunia/42705-wow-muncul-3119-janda-baru-di-kota-ini-imbas-medsos-banyak-banget-ya.html

http://www.metropolitan.id/2016/08/asik-banyak-janda-di-bogor/

http://cakrawalainterprize.com/2016/11/01/grobogan-banjir-janda-sebanyak-2-434-janda-menanti-anda/

http://www.komnasperempuan.go.id/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan-tahunan-catahu-2014-kekerasan-terhadap-perempuan-negara-segera-putus-impunitas-pelaku/

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.

Let's share!