Pak Jokowi, Ingat Pesan Bu Patmi

Estu Fanani – www.konde.co.

Jakarta, Konde.co –  Koalisi Untuk Kendeng Lestari pada 27 Maret 2017 kembali melakukan aksi menyemen kaki hari ke-14 sejak aksi #DipasungSemen2.

Aksi ini juga sekaligus memperingati 7 hari meninggalnya ibu Patmi, salah satu Kartini Kendeng yang meninggal  karena serangan jantung pada 20 Maret lalu beberapa waktu setelah pasung semen dikakinya dilepas paska perwakilan petani Kendeng diterima oleh KSP.

Aksi #PasungSemen2 yang melibatkan 25 relawan dari berbagai elemen masyarakat sipil. (Foto: Estu Fanani, 27/3)

Aksi kali ini melibatkan 25 relawan yang dipasung kakinya dengan semen sebagai bentuk solidaritas pada petani Kendeng. Hingga kemarin (25/03/17) tercatat aksi solidaritas #KendengLestari ini terus meluas dan dilakukan di 35 lokasi di seluruh Indonesia.

Sayangnya, belum nampak niat baik dan pernyataan yang membesarkan hati petani Kendenh dari presiden Jokowi, selain “berpaling muka” dengan menyerahkan keputusannya pada Gubernur Jawa Tengah. Padahal persoalan Kendeng ini sudah mempunyai dasar hukum yang kuat dimana Mahkamah Agung sudah memenangkan petani Kendeng.

Ya, bu Patmi dan petani Kendeng lainnya berjuang dengan keyakinan hukum, putusan pengadilan dapat ditegakkan. Mereka juga percaya Pemerintah RI tidak akan diam melihat rakyatnya disengsarakan perusahaan pelanggar hukum. Bu Patmi dan petani Kendeng juga percaya Presiden adalah pimpinan tertinggi negara dan pemerintahan yang dapat menertibkan kepala daerah yang melanggar hukum.

Replika nisan dan lukisan ibu Patmi mewarnai aksi sekaligus doa bersama tujuh hari meninggalnya  (Foto: Estu Fanani, 27/03)

Tak Hanya Menyelematkan Kendeng, Namun Pulau Jawa

Sejatinya, sikap warga Kendeng menolak pertambangan dan pabrik semen tak semata untuk menyelamatkan pegunungan Kendeng, tapi menyelamatkan pulau Jawa. Bentang alam karst memiliki fungsi hidrologi yang mengontrol sistem ekologi di dalam kawasan, permukaan bukit karst berperan sebagai penyimpan utama air. Pulau Jawa memiliki luasan karst paling kecil  dibanding pulau besar lainnya di Indonesia.

Padahal sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa, sekitar 145.143.600 jiwa (BPS, 2015).  Sebaran batu gamping di Jawa hanya sekitar 1.112.418 hektar,  dan sekitar 11, 18 juta jiwa tinggal di dalam kawasan batu gamping. Tekanan terhadap kawasan karst  saat ini adalah pertambangan dan pabrik semen. Saat ini sudah ada 21 pabrik semen beroperasi di Jawa (Falah, 2016) baik yang dimiliki oleh perusahaan BUMN maupun swasta dalam negeri dan luar negeri. Bertambahnya tambang gamping dan pabrik semen akan memperburuk kualitas lingkungan di pulau Jawa.

Ditengah akhir penyusunan KLHS, terdengar kabar gembira lewat pernyataan dari Ketua Tim Penyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang menyebutkan  bahwa Daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang merupakan area tambang PT. Semen Indonesia adalah Wilayah yang tidak layak ditambang .

Jauh-jauh hari sebelumnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 16 Januari 2016 juga mengirim surat kepada Ganjar Pranowo mengingatkan daerah CAT WAtuputih mengindikasikan Kawasan Bentang Alam Karst yang tidak boleh ditambang. Ini semakin menegaskan kesalahan Gubernur Jawa Tengah dan PT. Semen Indonesia. 

Perginya bu Patmi ke Sang Pemilik Hidup tujuh hari yang lalu dalam aksi menolak pabrik semen, bukannya menyurutkan perjuangan. Justru memberikan energi baru terhadap perjuangan dulur-dulur Kendeng menolak pabrik semen di wilayah pegunungan Kendeng. Beliau pun juga menginspirasi gerakan penolakan terhadap pabrik semen di berbagai daerah seluruh Indonesia.

Sore tadi di depan istana – Koalisi untuk Kendeng Lestari meneruskan perjuangan sekaligus mengadakan selamatan Brokohan untuk mendoakan kepergian Bu Patmi dan keberhasilan perjuangan menyelamatkan pegunungan Kendeng.

Sayangnya  kematian Ibu Patmi hanya ditanggapi dengan ucapan belasungkawa oleh pemerintah serta pemberian uang santunan. Pemerintah seakan tutup mata dan pura-pura tidak memahami alasan kenapa Ibu Patmi memasung kakinya dengan semen hingga ajal menjemputnya.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!