Api Kartini Pada Perempuan-Perempuan Muda

Kartini (1879-1904) adalah perempuan, yang dengan berbagai cara kemudian melakukan perlawanan. Ia mencintai tradisi, namun ia juga melawan tradisi, ketika tradisi itu tak berpihak pada perempuan dan masyarakat kecil di lingkungan istana tempatnya tinggal, Jepara, Jawa Tengah. Dalam Edisi Khusus Kartini di bulan April 2017, Konde.co akan menuliskan Edisi Kartini selama sepekan, yaitu dari tanggal 16-22 April 2017. Sejumlah pemikiran akan kami letakkan dalam bingkai Kartini selama sepekan ini. Selamat membaca.

Raisya Maharani UL – www.konde.co

Perjuangan Kartini dalam mendobrak tradisi yang mengungkungnya semasa hidup, menginspirasi banyak perempuan muda. Ia menjadi simbol emansipasi dan intelektual karena menggerakkan perempuan untuk mengecap pendidikan di saat perempuan pada masa itu tidak diberi akses untuk berpendidikan tinggi. 

Di saat perempuan pada masa itu harus menikah muda, mengurus rumah dan menjadi istri yang kesekian-sekian dari seorang lelaki. Kondisi yang sangat timpang antara perempuan dan lelaki pada masa itu.

Semangat Kartini itu terus hidup di dalam jiwa perempuan dari generasi ke generasi. Perlawanannya itu mendorong adanya keterwakilan suara perempuan dalam ranah kebijakan dan di lingkungan sosial. Menyemangati para perempuan muda untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya, berani berkarya, mengembangkan kapasitas diri perempuan.

“Berkat dirinya, perempuan-perempuan muda kini mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam bangku sekolah. Saya tidak bisa membayangkan jika pada saat itu Kartini tidak memiliki pemikiran bahwa perempuan harus punya kesempatan yang sama dengan laki-laki, mungkin selepas sekolah dasar kita akan dipingit hingga akhirnya kita akan dinikahkan, mengandung, melahirkan, hanya itu,” kata Via, pekerja swasta dan penulis.

Nilai perjuangannya tidak luntur meskipun jaman berubah. Tetap lekat dan berkembang menyeimbangkan dengan konteks isu perempuan saat ini. Nilai itu hidup pada setiap orang yang menyuarakan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, hidup pada setiap perempuan korban pemerkosaan yang meminta keadilan dari negara dan lingkungannya, hidup pada buruh-buruh perempuan yang memperjuangkan hak kerja dan maternitasnya, hidup pada setiap orang-orang yang memperjuangkan hak asasi mereka yang direnggut karena identitas gender dan seksualnya, hidup pada ibu-ibu Kendeng yang menuntut tempat tinggalnya yang hancur karena pabrik semen.

Dan yang paling prinsip adalah perjuangan Kartini menyadarkan kita bahwa feminisme  adalah tentang pembebasan perempuan untuk bisa berpikir kritis, bebas berkarya dan menentukan pilihan hidupnya tanpa dijegal oleh budaya patriakat dan misogini yang ber-kamuflase dibalik norma dan moralitas.

Makna dari sosok dan perjuangan Kartini itupun hidup pada sejumlah perempuan yang konde.co wawancarai di bawah ini. Para perempuan muda, yang bebas berpikir, bersuara, dan berharap perempuan-perempuan lainnya juga memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki mimpi dan cita-citanya:

1.
Camelia Jonathan, 27 Tahun, Musisi dan Aktivis

Sumber: dokumentasi pibadi

“Jasa
terbesar Kartini adalah membuka pintu diskusi mengenai konsep kesetaraan
gender di tengah masyarakat yang hidup
dalam budaya yang sangat sangat sangat patriarkat. Dan hal tersebut bukanlah perkara
kecil. Kartini mungkin bukan orang yang pernah mengangkat senjata melawan
penjajah atau jadi saksi di medan perang. Namun perjuangannya tetap memiliki
badassery (karakteristik) dan apinya
tersendiri. Karena kesetaraan perempuan dan laki-laki tidak terbatas pada
kesetaraan kekuatan dan fisik saja, namun juga mengenai kesamaan derajat dan
hak. Perempuan itu harus punya ambisi. Perempuan itu harus bisa mengurus
dirinya sendiri. Perempuan harus yakin, bahwa keberadaannya tidak sekedar untuk
mengabdi kepada keluarganya saja, melainkan untuk cita-citanya sendiri dan orang-orang
di sekitarnya. Oleh karena itu peliharalah rasa ingin tahu yang besar, jangan
berhenti belajar, dan jangan pernah merasa menjadi manusia kelas dua hanya
karena
gender yang dimiliki.”

2.
Cindy Deka, 20 tahun, Editor

Sumber: dokumentasi pribadi

“Buat
saya, Kartini telah memberikan semangat kepada perempuan-perempuan Indonesia untuk tidak menjadi lemah. Membuat kita tidak dipandang rendah karena punya bekal
pendidikan. Sebagai perempuan kita bisa tinggi karena pendidikan. Kita tidak
bisa direndahkan oleh semua kalangan terutama laki-laki. Di masa sekarang,
perjuangan Kartini bisa kita teruskan dengan menjadi orang yang kreatif. Zaman
sudah serba canggih, memudahkan kita untuk bisa berkarya kreatif, bekerja,
menjadi pintar. Lewat cara-cara itu, kita bisa membuktikan bahwa semangat Kartini
masih ada hingga saat ini.”

3.
Pia Larasathi, 17 Tahun, Aktivis Perempuan

Sumber: dokumentasi pibadi

“Kartini, betapapun
suka tidak suka adalah ikon perjuangan empansipasi perempuan Indonesia dari
generasi ke generasi yang tak lekang dimakan waktu, semangat perjuangannya itu
yang saya kagumi. Semangat yang mampu terus bertahan meski waktu berlalu dan
terus menginspirasi perempuan Indonesia dari generasi ke generasi. Kualitas Kartini
masa kini yang menurut saya paling penting adalah kemampun untuk
stay true to herself  (jujur apa adanya). Untuk melakukan apa yang benar-benar ia inginkan tanpa
menghiraukan apa yang menurut orang lain seharusnya ia lakukan.
Double standards (standar ganda) sekarang
sepertinya lebih parah, kita di
expect
(diharapkan) untuk meniti karier dan juga membangun rumah tangga, disinilah dimana
doing what really matters the most to you is important. (melakukan apa yang
menurutmu paling penting).”

4.
Via Mardiana, 23 Tahun, Pekerja Swasta dan Penulis

Sumber: dokumentasi pibadi

“Berkat Kartini, perempuan masa kini mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam
bangku sekolah. Saya tidak bisa membayangkan jika pada saat itu Kartini tidak
memiliki pemikiran bahwa perempuan harus punya kesempatan yang sama dengan
laki-laki, mungkin selepas sekolah dasar kita akan dipingit hingga akhirnya
kita akan dinikahkan, mengandung, melahirkan, hanya itu. Tak ada kesempatan
mengembangkan diri, tidak ada kesempatan belajar, pun tidak ada kesempatan
memiliki hidup yang lebih baik. Pemikiran Kartini ampuh melesat jauh ke masa
depan, dimana buah pemikirannya tentang emansipasi perempuan dapat mengubah
pandangan masyarakat Indonesia tentang wanita itu sendiri. Sayangnya perjuangan
Kartini belum selesai, Indonesia masih membutuhkan Kartini-Kartini muda yang
bisa mengawal kesetaraan terhadap kaum perempuan dalam berbagai hal.”

5.
Kharissa Dewidya Ristanto, 19 Tahun, Mahasiswi

Sumber: dokumentasi pibadi

“Kartini adalah sosok yang memberikan pandangan baru mengenai peran
perempuan dalam kehidupan. Kartini membuktikan bahwa kaum perempuan berhak
memperjuangkan pemikirannya dan berhak mendapatkan posisi setara dengan
laki-laki. Kartini membuka pikiran saya bahwa walaupun perempuan saya berhak
memiliki mimpi dan mewujudkan mimpi-mimpi saya. Berkaca dengan kehidupan saat
ini, menurut saya perempuan perlu memiliki kualitas seorang Kartini. Kemauan untuk
belajar, kemampuan untuk berpikir kritis dan keberanian menyuarakan pendapat
harus dimiliki oleh perempuan masa kini. Dengan mudahnya akses teknologi
informasi, perempuan bisa dengan mudah mengetahui apa yang terjadi di belahan
dunia manapun, dan dapat dengan mudah menyampaikan pendapatnya. Perempuan harus
berani beropini, dan memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di
sekitarnya.”

6.
Marsha Anjani, 22 Tahun, 
Mahasiswi

“Sejarah
Kartini adalah contoh nyata atas manfaat pendidikan. Dari membaca, menjadi
manfaat dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan. Perjuangan yang
senada dengan Kartini bisa kita teruskan dari hal hal sederhana. Misalnya
membaca, melihat, mendengar, peka tehadap lingkungan, memiliki kesadaran untuk
merespon hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Jangan pernah berhenti belajar. Belajar
untuk kebaikan diri sendiri terutama dan orang lain.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!