Putri Komodo, Kisah Perempuan Korban Kekerasan di NTT

Febriana Sinta, www.konde.co.

Jogjakarta, konde.co – Kepulangan Fanty (Tenaga Kerja Indonesia (TKI) korban kekerasan dan perdagangan manusia) ke kampung halaman, justru membawa lebih banyak penderitaan saat tiba di Flores. Ia ditipu, diperkosa, melahirkan anak difabel penderita CP (Celebral Palsy), menjadi target pembunuhan, hingga menderita sakit.

Ada juga kisah perempuan lain, Kamelia.  Kamelia , adalah kisah perempuan patah hati keturunan bangsawan Portugis, mantan anggota Opus Dei.  Tur keliling Flores, menumbuhkan cinta sejati pada diri Kanis (mantan frater dan pemandu wisata yang bermimpi memiliki kapal Phinisi untuk wisata bahari serta cottage coffee demi kesejahteraan penduduk pulau).

Novel yang bercerita tentang kisah nyata perempuan Flores hasil tulisan Michael Yudha Winarno ini sengaja menampilkan kehidupan perempuan yang menjadi korban kekerasan di Flores, Nusa Tenggara Timur. Menurut laki – laki kelahiran Jombang, Jawa Timur, kehidupan perempuan di Flores lekat sebagai korban kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga, budaya patriarki yang digambarkan dengan pemberian belis. Yaitu perempuan yang akan menikah harus dibayar dengan belis atau mahar, kesepakatan ini seolah mempunyai arti perempuan milik suaminya yang bisa diperlakukan sekehendak suami. Tidak hanya itu beban hidup harian ada di pundak perempuan, hingga masalah incest (pernikahan dengan laki – laki yang masih termasuk keluarga dekat).

Kekerasan, budaya patriarki, dan kemiskinan yang mengukung perempuan inilah yang menarik perhatian Yudha untuk menulis novel pertamanya.

“Mereka tidak hanya terjebak dalam kemiskinan, tetapi banyak perempuan yang ditinggal lari suami,  kekasihnya, perempuan yang diperkosa. Ada juga yang korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” tutur Yudha.

Selain memaparkan kehidupan perempuan di Flores, NTT, lulusan Atma Jaya Yogyakarta ini tertarik untuk menceritakan perempuan NTT yang harus merantau menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) agar bisa terbebas dari kemiskinan.

“Sayangnya banyak juga dari mereka menjadi korban kekerasan, baik di daerah tujuan rantau maupun di kampung halaman sendiri.”

Padahal menurut Yudha, potensi wisata di NTT luar biasa indah, sayangnya hingga kini belum dikembangkan. Salah satunya di Pulau Flores, yang memiliki keindahan dan bentang alam (laut, pantai,dan gunung). Sehingga potensi wisata ini belum mampu mengentaskan kemiskinan di Flores.

Novel yang telah dirilis saat Hari Kartini, 21 April lalu di Jogjakarta, rencananya akan di-roadshow-kan ke sejumlah daerah. Roadshow dengan tema “Membangun Flores yang Sejahtera, Humanis dan Lestari dari Perspektif Novel Putri Komodo” rencananya digelar di sejumlah kota seperti Maumere, Larantuka, Labuan Bajo , Kupang, Bali, Surabaya,Jakarta, Batam, Medan. Serta Hong Kong, sebagai negara tujuan  kerja terbanyak tenaga kerja perempuan Indonesia.

“ Roadshow ini sekaligus untuk menarik perhatian publik tentang kehidupan perempuan di Flores,  dan harapan adanya aksi nyata untuk menghentikan kekerasan dan kemiskinan yang harus ditanggung perempuan NTT,” pngkas Yudha.

Sumber foto : dokumentasi pribadi

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!