Belajar Toleransi dari Perempuan Kramat Jati

*Kustiah- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co – Setiap
kali menginjakkan kaki di kampung ini, saya merasa lega. Saya bisa merasakan
bagaimana rasanya menjadi warga Indonesia, penuh belas kasih, saling membantu
dan dengan semangat toleransi yang tinggi. Inilah yang saya rasakan setiap kali
bertandang di kampung ini:

Di tengah merebaknya isu intoleransi yang menyebar baik melalui orasi,
media sosial, demonstrasi, kehidupan warga di Kramat Jati dengan latar belakang
perbedaan agama ini hidup rukun memberikan warna lain, seperti oase di tengah
padang pasir. Warga diKramat Jati,
Jakartaini menjawab dengan tindakan nyata dan semangat cinta kasih.

Tak seperti kehidupan warga yang hidup di gang-gang di Jakarta pada
umumnya. Warga Gang Eka Dharma yang terletak di RT 001 RW 08 Kelurahan Tengah,
Kramat Jati, Jakarta Timur ini memiliki keistimewaan yang patut diteladani
masyarakat Indonesia. Keistimewaan tak hanya lingkungannya yang bersih. Tetapi
juga toleransi warga antar umat beragama yang tinggi.

Di gang ini kita bisa belajar banyak hal, menghargai perbedaan, menciptakan
kehidupan yang harmonis, dan memahami pentingnya bertoleransi.

Suatu kali Ketua RT 001 Neng Harti (50) kaget. Tetangganya yang belum lama
pamit pindahan ke Bekasi untuk menempati rumah barunya sudah kembali lagi
menempati rumah kontrakan yang ditinggalkannya. Beruntung rumah petak yang
dibiasa disewa bulanan ini belum diisi penghuni baru. 

Usut punya usut, kata Neng, tetangganya lebih memilih tinggal di Gang
Dharma dengan menyewa rumah petak ketimbang tinggal di lingkungan baru di
rumahnya di Bekasi.

”Katanya, di sini (di Gang Dharma) sudah kadung betah. Karena lebih
harmonis, antar tetangga rukun, dan guyub,” ujarnya kepada penulis.

Menemukan Gang Eka Dharma tidaklah sulit. Karena, gang ini cukup mencolok
dibanding gang lain. Meski sepanjang deretan depan gang tertutup toko
percetakan yang selalu ramai dan sibuk, ada jembatan dengan pot bunga berjejer
rindang memenuhi deretan pintu masuk gang yang bisa dijadikan penanda.

Jembatan yang menjadi pintu masuk gang di sisi kanan kirinya dipenuhi bunga
hijau yang diletakkan di pot hitam berpenyangga besi. Berjalan ke dalam, gang
yang hanya cukup dilewati satu motor ini asri dan bersih. Tak terlihat sampah
plastik atau sampah lainnya terserak di sepanjang jalan gang. Juga tak tercium
bau selokan seperti gang-gang di Jakarta pada umunya.

Ada dua plang penunjuk di pintu masuk gang, plang tertulis Gereja Kristen
Pasundan, Kampung Tengah dan plang penunjuk Mushala Al Mukhlashiin. Dua tempat
ibadah ini berdekatan dan bertempat di RT yang sama, hanya sekitar 50 meter
jaraknya.

Selain bersih kompleks rumah perkampungan di RT ini dikenal karena
toleransinya. Warga berbeda agama di gang ini hidup rukun dan berusaha
menanamkan cinta kasih antarsesama. 

Toleransi warga juga mewujud dalam hal bangun membangun. Dulu gereja seluas
20×20 yang jaraknya sekitar 100 meter dari mushala, menurut Neng dibangun
bergotong royong bersama warga muslim dan nonmuslim. Begitu juga pembangunan
mushala, warga non muslim ikut turut serta dalam pembangunannya. Banyak perempuan terlibat dalam pembangunan ini, mengajak perempuan lain saling bahu-membahu.

Menurut Neng Harti, Gang Dharma yang terdiri dari100 kepala keluarga atau
sekitar 400 orang ini 50 persen beragama Islam, satu dua beragama Katholik, dan
sisanya beragama Kristen. Meski terdapat dua agama yang memiliki pengikut sama
besarnya, di RT 001 tidak pernah terjadi konflik yang disebabkan agama.

“Semua berjalan tenteram dan damai,” ujar Neng.

Jika Hari Natal tiba warga muslim akan mengunjungi warga yang merayakan Natal.
Begitu sebaliknya. Jika Hari Lebaran, warga nonmuslim yang mendatangi rumah
warga muslim. Ketenteraman dan suasana harmonis di RT 001 diakui pengurus RW
Dandy Sendayu (46). 

Menurut Dandy, suasana di lingkungan tempat ia tinggal tak mudah ditemukan
di tempat lain. Meski ajaran bertoleransi diajarkan dan selalu digemborkan ia
masih sulit menemukan ketenteraman beragama dan bermasyarakat seperti yang ada
di RT 001(Bersambung).

*Kustiah,Penulis seorang freelancer dan Pengurus
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Mantan Jurnalis Detik.com

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!