Kenapa Mau?

*Ika Ariyani-
www.Konde.co

Belakangan aku sering menjadi tempat curhat
dari saudara dan teman-teman
perempuan. Rata-rata semua curhat soal masalah hubungan yang renggang,
sakit hati, marah, putus asa kepada orang terdekatnya entah keluarganya
sendiri, atau pasangannya.


Mungkin karena rumahtanggaku juga tidak
harmonis, sehingga mereka merasa nyaman untuk menceritakan masalahnya
kepadaku. Aku tidak pernah keberatan,
tapi aku ini bukan tipe orang yang bisa hanya mendengarkan dan berkata
,Sabar ya..” atau “Berdoa pada Tuhan ya,” setelah mereka selesai bercerita.


Aku juga bukan tape recorder atau badut penghibur. Maka jika bercerita padaku, aku akan bantu cari akar
masalahnya dan kukatakan
pendapatku yang sebenarnya, walau mungkin pahit.

Perempuan butuh teman bicara. Dan aku sering
jadi teman bicara mereka. Ada yang minta saran, ada juga yang ingin sekedar
didengarkan
.

Meluangkan waktu untuk mendengarkan orang
lain bercerita tentang dirinya sendiri
memang membutuhkan waktu. Namun ada banyak hal yang kupelajari dari sini:




1.    
Banyak Perempuan Berulang Menceritakan Masalah yang Sama

Sejumlah teman perempuan ada yang bercerita sambil menangis tersedu-sedu, bahkan histeris ketika menceritakan pasangannya. Betapa ia sangat disakiti dan ingin segera keluar dari
persoalannya.

Aku dengan sabar mendengarkan dan mendukung
keputusannya untuk memilih hidup sendiri.
Walau tak berapa
lama ia kembali mesra dengan pasangannya. Lalu tak berapa lama lagi setelah
itu, ia kembali c
erita mengenai masalah yang sama. Dan begitu
seterusnya.


Kadang memang saya sedih mendengarnya, dalam hati saya selalu ingin bilang:
kenapa tidak katakan saja kalau
masih mencintai pasangannya, dan tidak ingin meninggalkan? Tidak semua orang
yang disakiti oleh pasangannya harus berakhir dengan meninggalkan pasangannya
kan?


Ada banyak cara memperbaiki hubungan. Namun rata-rata para perempuan yang saya
temui ini adalah
perempuan yang tahan penderitaan
. Dari curhatnya, mereka orang yang tahan menderita.


Kuakui, tidak semua orang mudah untuk
mengabaikan perlakuan tidak adil yang dialaminya. Ada yang kuat dan
mengabaikan, ada yang perlu teman bicara atau pendengar. Aku cuma ingin agar
mereka menjadi kuat, bukan kuat dalam arti bersabar dan bertahan mendapat
perlakuan buruk, tapi agar mereka juga bisa kuat untuk lepas dari masalahnya.




2.    
Minta saran

“Say, ada waktu nggak? Aku mau curhat nih.”

Reaksi alamiku kalau mendengar
kalimat ini pastilah aku berpikir kalau temanku sedang membutuhkan bantuanku
atau saran dariku. Setelah cerita panjang lebar, maka akupun memberi saran
sebisaku.


Walau ini kadang sulit mereka terima, karena problemnya kadang kompleks dan
tak sama. Ada juga yang
mendengarkan saranku tapi tak pernah dilakukan, dan
kadang datang kembali padaku dan bercerita hal yang
sama.
Saya paham,
betapa kompleksnya persoalan perempuan.

3.    
Terlibat dalam Konflik

Sejumlah teman perempuan juga kadang
melibatkan kita dalam konfliknya.
 Tak mudah memang menemukan
orang yang mengerti kita, apalagi berharap mereka memberikan jawaban dan
membuat kita lega.


Mereka tidak bisa disalahkan. Kultur yang
begitu jahat mendidik
perempuan untuk harus
bersabar dan menjadi orang ‘baik’, menurut pada orangtua, dan setelah menikah
, perempuan harus menurut pada suami. Kalau mereka tidak
menurut, maka berbagai sindiran dan julukan yang menyakitkan diberi
kan pada mereka dan akan membuat mereka merasa
tertolak bahkan oleh lingkungan terdekatnya.


Betapapun kita menyayangi seseorang, bila ia
secara sadar atau tidak sadar menyakiti, ungkapkanlah, bicara pada orang yang
menyakiti kita, speak up!




4.    
Ada yang Sulit Berbicara

Namun di luar semua itu, ada banyak
teman perempuan yang enggan berbicara karena takut akan
mendapatkan reaksi yang tidak diinginkan seperti ditinggalkan, mendapat
kekerasan verbal dan fisik, atau diabaikan.


Lalu, bagaimana caranya? Setiap kasus memang memerlukan pendekatan
yang berbeda. Tapi yang paling ingin aku sampaikan kepada sahabatku, saudaraku,
atau anak perempuanku kel
ak, jangan
pernah biarkan dirimu sakit karena perbuatan orang lain. Siapapun orangnya,
tidak berhak menyakitimu. Jika perlakuan buruk itu sangat mengganggumu,
pertanyaanku cuma,
Kenapa
mau??”.

Jangan diam saja, banyak hal yang bisa
dilakukan untuk menyelesaikan persoalanmu. Kita harus melakukan sesuatu, jangan
terus-terusan berharap
keadaan berubah esok hari, ditambah berharap ada orang yang akan menyelamatkan
hidup
kita.


Tidak akan ada yang memujimu karena kamu kuat
dan tahan menderita, lagipula untuk apa pujian itu
, kalau toh yang kamu dapatkan hanya rasa
sakit?


*Ika Ariyani, Saat ini sedang mempelajari Human Resource dan
fakta sosial perempuan Indonesia. Sehari-hari tinggal di Surabaya, Jawa Timur

(Poster : Karya Tony Surya Alumni Universitas Ciputra Surabaya)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!