Sudah Punya Calon Belum?

Poedjiati Tan – www.konde.co

“Sudah punya calon belum?.”



Kegalauan akan pertanyaan “Sudah punya calon belum? Atau pertanyaan “Kapan menikah?” selalu datang saat pulang kampung.

Bahkan pertanyaan: “Sudah punya calon belum?” ini seolah menjadi password di setiap perjumpaan dengan saudara.

Belum lagi sindiran-sindiran halus, “Teman SMA mu si Ani itu sudah hamil lho sekarang! Atau “si Ratna kemarin menikah, kamu diundang nggak?.”

Ini adalah percakapan teman-teman, para perempuan muda yang bertemu sebelum libur lebaran:

“Siapa sih yang nggak pengen nikah! Tapi kalau belum ada yang cocok masak harus sembarangan cowok diajak menikah!,” keluh Novi menghadapi tuntutan orang tuanya untuk segera menikah ketika lebaran tahun lalu.

“Itu sebabnya aku kadang agak malas kalau pulang lebaran,” katanya dengan lesu.

“Aku paling males kalau terus dikenalkan dengan anak kenalan bokap!,” Sahut Tina

“Kalau aku masih ingin berkarir dan tidak ingin menikah cepat-cepat! Aku ingin punya suami yang sejalan dan sepikiran sama aku!,”Jawab Indah.

“Tapi mana mengerti orangtuaku. Aku terlalu banyak baca buku!kata Ayahku,” lanjut Indah dengan perasaan kesal.

“Kenapa sih, kita harus menikah cepat-cepat!,” sahut Novi

“Kenapa kita tidak dibiarkan menjadi diri kita, meraih apa yang kita inginkan!, ini kata Tina

“Iya, ketika aku bilang mau kuliah S2, Ayahku malah bilang,

“Anak perempuan nggak usah sekolah tinggi-tinggi nanti laki-laki takut melamar! Sebel khan, kalo laki nggak bernyali ya pasti nggak aku pilih lah!,” kata Indah.

Itulah sekelumit curhatan perempuan-perempuan muda yang merasakan kegamangan ketika menghadapi lebaran dan mudik. Kegamangan ini hampir dialami semua perempuan muda, yang bila sudah berusia 25 tahun ke atas pasti akan ada dorongan untuk segera menikah oleh keluarga. Menikah seakan-akan kewajiban dan keharusan yang harus dipenuhi bila tidak ingin dikatakan menentang keinginan Orang tua.

Pasangan bagi Homoseksual

Bagi perempuan heteroseksual, mungkin ini tidak sesulit dibandingkan perempuan lesbian ataupun transmen/priawan. Bayangkan teman-teman lesbian dengan penampilan tomboy, transmen/priawan yan harus mengubah penampilan untuk lebih feminim.

Teman-teman transmen/priawan harus menyembunyikan indentitasnya agar orang tuanya tidak tahu. Teman-teman lesbian harus berpura-pura punya pasangan atau pacar laki-laki.

Banyak sekali perempuan lesbian yang harus melarikan diri dari rumah atau terjadi pertengkaran besar karena keluarga mengetahui kalau dia lesbian. Lebaran seperti menjadi mimpi buruk yang menakutkan dan harus dihadapi.

Lebaran memang menjadi sesuatu yang sulit untuk perempuan yang masih lajang, belum menikah atau bahkan menjanda.

Ada teman buruh migran yang sudah menjanda ketika pulang lebaran diminta menikah atau dinikahkan oleh keluarganya dengan seorang laki-laki tua yang tidak bekerja. Katanya tidak baik menjanda tanpa suami. Namun setelah libur lebaran diapun kembali keluar negeri dan harus menafkahi suaminya.

Berlomba Memperkenalkan Laki-Laki

Semua keluarga seperti berlomba memperkenalkan dengan para laki-laki yang siap dinikahi. Atau dengan sopan dan halus menyindir atau membandingkan dengan perempuan muda lain yang sudah berkeluarga.

Setiap tahun sindiran, dorongan, dan desakan akan semakin kuat intensitasnya. Apalagi bila usia sudah 30 tahun maka desakan itu akan semakin kuat dan keras, bahkan akan semakin lugas dan terang-terangan.

Mereka tidak pernah bertanya Apakah anaknya ingin menikah atau tidak? Apakah anaknya bahagia atau tidak? Mereka tidak pernah bertanya apa keinginan anaknya.  Menikah dan memiliki anak seperti tujuan akhir perjalan perempuan. Semua pencapaian perempuan seperti diukur dari bagaimana rumah tangganya, apakah dia bisa membahagiakan suaminya, bisa beranak dan merawat anaknya.

Tidak peduli setinggi apa prestasinya atau karir perempuan selama dia belum menikah maka bisa dikatakan dia belum sepenuhnya berhasil sebagai perempuan dan tidak bisa dibanggakan ketika lebaran.

Lebaran telah terlewati dan liburan akan segera berakhir. Pesan dan wejangan untuk segera memikirkan masa depan akan dituturkan. Kembali pulang dengan kegalauan yang membuntuti sambil memikirkan jawaban apa lagi yang akan diberikan tahun depan ketika ditanya :

“Sudah punya calon belum?.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!