Tatiek, Pejuang Ekonomi Kampung Wisata

www. konde.co

Tatiek adalah peremuan pelopor kampeong wisata di Bogor. Mulanya adalah rasa prihatin Tatiek Kancaniati  yang melihat banyak perempuan di desanya menganggur. Tatiek, lantas berpikir untuk memberdayakan para ibu, yang kebanyakan masih muda, supaya memiliki keterampilan dan kesibukan.

Kala itu tahun 2006 tepat pada bulan Ramadhan. Tatiek mengundang ibu-ibu untuk mengikuti pelatihan yang ia kemas dalam acara Ngabuburit Kreatif. Ternyata sambutannya lumayan, puluhan ibu antusias mengikuti pelatihan membuat karya tangan seperti pernak-pernik dari terigu atau cley, daur ulang kertas, munte aklirik, dan sejumlah karya kreatif lainnya. Tatiek menjadikan perkumpulan itu menjadi sebuah pertemuan rutin di bawah naungan Yayasan Kuntum (Yayasan Kreativitas Usaha Unit Muslimah) yang ia bentuk tak lama kemudian.

Kegiatan yayasan bertambah padat. Jumlah ibu-ibu yang bergabung mencapai 50 orang. Beruntung semua kegiatan ada sponsornya. Sehingga Tatiek dan yayasannya tak perlu mengeluarkan dana. Ia hanya cukup menggerakkan masyarakat dan menggali ide kreatif supaya produknya bisa dipasarkan dan memberikan nilai manfaat secara ekonomi.

Pada 2008 Tatiek mengikuti pelatihan social entrepreneurship yang diselenggarakan Yayasan Dompet Dhuafa. Saat pelatihan inilah Tatiek mendapat ide untuk melihat potensi yang ada di desanya.

Ia lantas mengunjungi satu per satu UKM yang ada di desanya. Saat itu ada sekitar belasan UKM yang kondisinya hidup segan mati tak mau. Di sela-sela kunjungannya lulusan Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Insitut Pertanian Bogor (IPB) ini bukannya senang karena melihat masyarakat mandiri karena memiliki usaha sendiri untuk menopang ekonomi keluarga tetapi malah mendapat banyak keluhan.

“Mereka punya problem pemasaran dan tidak memiliki teknik pengolahan produk yang inovatif,” ujarnya.

Misal usaha selai kelapa. Air kelapa sering dibuang karena yang diambil daging kelapanya, padahal air kelapa bisa dimanfaatkan menjadi produk seperti nata de coco. Berkat masukannya usaha rumahan ini malah lebih populer dengan produk nata de coconya ketimbang selai kelapa. Pemasarannya juga tak hanya di Bogor tetapi juga telah menjangkau daerah lainnya.

Dari kegelisahan para pemilik usaha di kampung inilah ide membuat kampung wisata makin tak terbendung. Saat ini, sejak Tegalwaru menjadi Kampoeng Wisata UKM terus berkembang. Yang semula berjumlah belasan kini bertambah menjadi puluhan UKM.

Ada UKM pembuatan tas, kerupuk, pembuatan ikan cue, obat herbal, kerajinan golek, wayang, daur ulang kertas, anyaman bambu, peternakan, pembibitan ikan, dan masih banyak lagi UKM yang tersebar di setiap RW di Desa Tegalwaru. Sebanyak 80 persen warga Tegalwaru memiliki usaha yang omzetnya mencapai miliaran per tahun.

Kemajuan pesat Desa Tegalwaru membuat Tatiek senang. Kondisi ini membalikkan hasil survei BPS pada 2005 yang menyatakan Desa Tegalwaru sebagai desa tertinggal dan miskin.

Tatiek bersyukur bisa menjadi bagian kesuksesan. Dan berhasil menepis keraguan warga mengenai usahanya untuk mengembangkan desa.

“Seseorang yang mengerti masalah di sekitarnya dan menyediakan solusinya itulah social entrepeneur yang baik,” ujarnya.

Saat membentuk kampung wisata Tatiek dicurigai sejumlah orang dan aparat kecamatan mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi dengan memanfaatkan UKM-UKM. Namun Tatiek bergeming. Ia membuktikan kepada warga desa, dan pemilik UKM dengan kerja nyata.  Salah satunya dengan membuat laman untuk memasarkan dan memperkenalkan kampungnya yang sudah dikunjungi sekitar 40 ribu pembaca.

Dari informasi yang ia unggah di laman blog Kampoeng Wisata Tegalwaru kini desanya  sudah didatangi  ribuan pengunjung dari Sabang sampai Merauke untuk berwisata melihat sentra-sentra produksi UKM. Tak hanya UKM yang diuntungkan dengan berdirinya kampung wisata ini, masyarakat sekitar juga ikut menikmati. Karena, kini tak ada lagi warga yang menganggur.

Warga yang tak memiliki UKM bisa menikmati geliat ekonomi dengan menjadi sopir odong-odong, kenek, tukang parkir, pendamping, bergabung bekerja di UKM, menjadi pemandu, dan banyak lagi pekerjaan baru lainnya.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!