Kekerasan Dalam Pacaran: Tulang Hidung Retak, Dianiaya Pacar

*Kustiah- www.Konde.co

Blora, Konde.co- Apa jadinya jika seorang perempuan mendapatkan kekerasan sejak dalam pacaran? Kekerasan ternyata tak hanya terjadi dalam ruang publik dan dalam rumahtangga. Ketika berpacaran, kekerasan pun kerap terjadi.

WMI, seorang remaja berumur 18 tahun, matanya masih sembab ketika menceritakan kejadian yang membuatnya celaka. WMI dianiaya mantan pacarnya FP (20) hingga luka serius. Penyebabnya, WMI tak mau diajak rujuk. Akibat perbuatannya, FP kini mendekam di penjara Polresta Blora.

Saat itu Senin (8/7/ 2017). WMI bersama temannya S yang mengendarai sepeda motor tak sengaja bertemu FP (20). FP adalah mantan pacar WMI. Mereka berpapasan dan FP menghentikan motor WMI.

Setelah sama-sama berhenti di dekat kantor kepolisian sektor Sogo, Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora WMI dan FP terlibat adu mulut. FP marah ketika WMI menolak ajakannya untuk rujuk berpacaran dan memukul wajah WMI.

WMI tak membalas lantas ia pergi bersama temannya meninggalkan FP. Tetapi FP mengejar dan menghentikan motor WMI di pinggir rel kereta api di samping jalan raya dan kembali memukul wajah yang mengenai hidung dan bibir WMI.

Karena ketakutan, WMI mengendarai sepeda motornya dan lagi-lagi dihentikan di jalan raya sekitar 2 kilometer dari kejadian pemukulan kedua. Beruntung ada pengendara motor yang melintas berhenti dan menghentikan aksi brutal FP yang memukul WMI.

Akibat perbuatan FP, WMI mengalami luka serius di hidung, bibir, dan bagian mata. Berdasarkan hasil visum rontgen tulang hidungnya diketahui retak dan WMI mengalami kesulitan saat bernapas.

“Di hidung bagian atas terasa nyeri saat bernapas,” ujar WMI kepada penulis Selasa (9/7) di rumahnya di Desa Jimbung, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora.

Menurut WMI awalnya ia urung melaporkan kejadian penganiayaan yang dialaminya hingga menyebabkan mukanya berdarah-darah. Pasalnya, ia tak ingin keluarganya mengetahui dan sedih melihat kondisinya. Juga takut masalah yang dihadapinya berlarut-larut.

Namun, temannya sekaligus saksi beralasan harus membawanya berobat yang ternyata membawa WMI ke kantor Polsek untuk melapor.

“Saya tak bisa bicara apa-apa karena kesakitan dan muka saya di bagian hidung dan bibir penuh darah. Saya juga takut karena FP mengancam,” katanya.

Pri, ayah korban mengatakan, ia menolak upaya damai yang diminta keluarga pelaku. Karena, selain keluarga pelaku menolak membiayai pengobatan korban, pelaku dan keluarga tak memiliki itikad baik dengan meminta maaf kepada korban dan keluarganya.

“Supaya ada efek jera. Jika tidak diproses hukum pelaku bisa mengulang perbuatan yang sama,” ujarnya.

Berdasarkan keterangan Kepala Polsek Kedungtuban AKP Sugiharto seperti yang dikutip dalam laman polresta Blora, pihaknya telah menangkap pelaku dan mengamankan barang bukti berupa satu unit Sepeda Motor Honda Vario bernopol K-5074-UY, jaket jeans warna biru muda yang ada darahnya, dan jilbab warna hitam yang juga ada bercak darah.

”Pelaku kami jerat dengan pasal 365 ayat 2 angka (1) KUHP dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan ataupun pasal 351 ayat 2 KUHP dengan ancaman  hukuman penjara 5 tahun,” katanya.

Kekerasan dalam PacaranTak semua relasi pacaran indah seperti yang diceritakan banyak orang. Kekerasan kerap terjadi sejak masa pacaran. Organisasi Sahabat Anak, Perempuan dan Keluarga (Sapa Indonesia) misalnya menuliskan bahwa Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sering terjadi ketika ada pemaksaaan yang seringnya dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan.

Ada proses ketergantungan yang diciptakan laki-laki terhadap perempuan sehingga perempuan sulit keluar dari relasi ini. Padahal dalam fase ini tak hanya terjadi proses ketergantungan, namun penundukan. Perempuan harus tunduk dengan kemauan pacarnya.

Sapa Indonesia menulis bahwa seseorang yang pada dasarnya memiliki kebiasaan bersikap kasar pada pasangannya, akan cenderung mengulangi hal yang sama karena ini sudah menjadi bagian dari kepribadiannya, dan merupakan cara baginya untuk menghadapi konflik atau masalah.

Beberapa bentuk kekerasan yang sering terjadi di dalam pacaran, yaitu:

1.Kekerasan fisik, meliputi memukul, menendang, menjambak rambut, menampar, menonjok, melempar benda, membawa ke tempat yang membahayakan keselamatan korban.

2.Kekerasan seksual, meliputi setiap kontak seksual yang tidak diinginkan, rabaan, ciuman, melakukan hubungan seksual yang tidak kita kehendaki dengan berbagai ancaman.

3.Kekerasan emosional atau psikis, meliputi mengejek, curiga berlebihan, selalu menyalahkan pacar, mengekang, melarang atau membatasi aktivitas kita, memeras, melarang kita untuk menegur orang lain.

4.Kekerasan secara ekonomi, bentuk kekerasan ini memang tidak terlalu terasa dan bahkan menganggap tidak pernah ada, kekerasan yang sering timbul dalam hal ekonomi diantaranya berupa peminjaman uang dan/atau barang yang pada ketika ingin ditagih maka si peminjam beralasan yang macam-macam, kemudian dapat juga dengan pengendalian terhadap pengeluaran dari salah satu pihak, misal: selalu minta ditraktik dan belanja barang yang mewah, ketika tidak dituruti kemauannya maka akan berimbas kepada kekerasan yang lain, bisa fisik maupun psikis.

Hal lain yang menyebabkan perempuan menerima menjadi korban kekerasan oleh pasangannya dalam hubungan pacaran antara lain :

1.Mereka mengharapkan hubungan mereka berjalan dengan mulus, dan berharap pasangannya akan berubah pada akhirnya.

2.Mereka merasa takut atau khawatir bahwa pacar mereka akan menyakiti atau melakukan balas dendam

3.Mereka merasa bersalah atau malu

4.Mereka melihat bahwa tidak ada alternatif lain, dan tidak menyadari bahwa meminta pertolongan memang bisa dilakukan.

5.Mereka tidak memiliki dukungan baik secara sosial maupun individual

6.Mereka menganggap bahwa pasangan yang hanya sekali-kali melakukan kekerasan lebih baik dibandingkan tidak memiliki pasangan sama sekali

7.Mereka meyakini bahwa sebetulnya, tindak kekerasan seperti itu biasa-biasa saja

8.Mereka berfikir bahwa tindak kekerasan akan lenyap dengan sendirinya ketika mereka sudah menikah atau memiliki anak

Bagaimana Hak Korban dan Penyelesaiannya?

Dalam website Sapa Indonesia, dituliskan bagaimana penanganan KDP ini. Kepada korban, kita perlu meyakinkan dia untuk berkata tidak untuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya, membantunya melihat pilihan dan alternative yang mungkin dan menumbuhkan kepercayaan dirinya. Untuk korban yang mengalami trauma tentu dibutuhkan penanganan khusus oleh psikiater atau psikolog atau melalui pendamping korban untuk tahap awal.

Bagi pelaku kekerasan, kita telusuri apa penyebab dari perilakunya tersebut,apakah ada peristiwa buruk atau perilaku traumatic sehingga dia menggunakan cara penyelesaian konflik dengan cara kekerasan atau pada penyebab lainnya. Pelaku perlu mendapatkan konseling ataupun psikoterapi dari psikolog atau psikiater, juga perlu disadarkan bahaya dari perilakunya, baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi pasangannya. Alternatif pengendalian emosi juga bisa dianjurkan, misalnya dengan pelatihan yoga, latihan pernafasan, dan sebagainya.

Di Indonesia, telah ada hukum yang melindungi korban kekerasan (termasuk KDP) yaitu pasal 351-358 KUHP untuk penganiayaan fisik, pasal 289-296 tentang pencabulan, jika kita mengalami pelecehan seksual, pasal 281-283, pasal 532-533untuk kejahatan terhadap kesopanan, dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan dibawah umur. Sedangkan jika dalam kasus KDP ini menimpa anak yang masih dibawah umur (dibawah 18 tahun) maka perlindungan lebih lanjut akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

(Foto/Ilustrasi: Pixabay.com)

*Kustiah, Mantan Jurnalis Detik.com. Kini pengelola www.Konde.co dan Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!