Anak dirawat oleh siapa ?

Melly Setyawati-www.konde.co

Ini dia problem setiap ibu pekerja, bisa kebingungan saat
masa cuti 3 bulan berakhir. Padahal bayi masih kriyip-kriyip butuh dekapan ibu. Tidak bisa memperpanjang cuti
karena Undang-Undang Tenaga Kerja kita sudah mengaturnya, payahnya tempat kerja
juga sangat kaku sekali menganut UU tersebut.

Ibu menjadi panik sebab dirinya harus bekerja namun tidak
tega meninggalkannya dalam dekapan pengasuh yang baru direkrut. Alhasil, ibu
bayi minta tolong kepada orang tua atau mertua atau saudara yang bisa
menemaninya.

Tetapi pertolongan dari saudara tidak selamanya
menyelamatkan. Mereka juga punya kehidupan sendiri yang harus dijalani seperti
bekerja, merawat peliharaan, keluarga dan lain sebagainya.

Alternatifnya ibu bayi dan bapak bayi mencari-cari
alternatif pengasuhan ke penitipan anak. Berseluncurlah ke dunia google, ternyata mereka menemukan testimoni di sebuah
web curhatan kaskus tentang orang tua
bocah yang mengungkapkan kekesalannya karena bocahnya  kelaparan setelah dijemput pulang dari TPA
(Tempat Penitipan Anak) di daerah Kalibata. Belum lagi, orang tua bocah itu
melihat sendiri salah seorang pengasuhnya melakukan kekerasan kata-kata atau
psikis kepada seorang bocah lainnya.

Ibu bayi dan bapak bayi semakin panik. Cak acak-acak,
pilihan harus ditetapkan. Sebab kita semua ini terjebak dalam sistem, yang memaksa
kita mau nggak mau harus tetap bekerja. Kalau tidak segera bekerja maka
pemasukan keluarga mandek dan mepet serta
produktifitas semakin lambat. Kalau bekerja maka si bayi bisa terlantar. Semua
harus diputuskan cepat dengan tetap menjaga keseimbangan.

Baiklah untuk sementara waktu minta bantuan tetangga yang
memang butuh pekerjaan. Hmm, niat ibu bayi dan bapak bayi memang menolong tetangga
dan tetangga juga menolong. Jadi kalau bisa saling tolong menolong.

Ternyata bertepuk sebelah tangan.

Jadi benar sudah Undang-Undang Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga (PRT) harus segera disahkan oleh Negara (DPR dan Pemerintah).
Sebab Undang-Undang tersebut melindungi kedua belah pihak supaya majikan tidak baper dan pekerja juga tidak tersakiti.
Seimbang. Jadi kebutuhan keduanya terpenuhi, kebutuhan majikan atau PRT.

Kembali ke perawatan anak yach. Ibu bayi masih merasa kalau
konstitusi itu manis dan imut sekali, yang menyatakan anak terlantar dirawat
oleh negara. Sebab kalau ibu bayi dan bapak bayi tidak sanggup maka negara bisa
mengambil alih. Tetapi kenyataannya beda, anak-anak terlantar masih benar-benar
terlantar.

Ibu bayi senang sekali waktu membaca sebuah postingan viral di negara Inggris, seorang dosen
menggendong bayi mahasiswanya di dalam kelas. Sebab si ibu bayi tidak menemukan
penitipan anak yang pas, pas di kantong dan pas di konsep perawatan. Lalu si
ibu mengajak bayi nya ke kelas perkuliahan. Si bayi menangis dengan sigapnya
sang dosen menggendong sambil terus mengajar. Ibu bayi yang membaca viral itu menangis tersedu-sedu,
seandainya itu disini. Di negara ini.

Lalu ibu bayi bersumpah kalau nanti menjadi dosen atau
pengambil keputusan kelak, akan menyediakan fasilitas khusus buat anak-anak
yang ibu dan bapaknya harus bekerja atau belajar.

Ini masih bersumpah.

Kalau seandainya negara ini mau serius
sekali menciptakan ruang-ruang khusus buat perawatan atau pengasuhan anak di
tempat kerja, di wilayah pemukiman dan sebagainya. Kira-kira negara akan meraih
keuntungan besar karena penduduknya berproduktifitas tinggi menghasilkan karya
tanpa terbebani oleh kerepotan pengasuhan anak. Selain itu anak-anak tetap
bahagia di ruang nyaman itu.

Ya sudahlah mungkin mengurus pemberitaan penipuan milyaran
rupiah itu lebih menyenangkan daripada menginvestasi kampanye pentingnya
ruang-ruang khusus perawatan atau pengasuhan anak di tempat kerja, di pemukiman,
di kompleks pekantoran dan tempat lainnya. Pasrah, semoga semesta dan Tuhan
membukakan hati dan pikiran para pemegang kebijakan serta penguasa lainnya

Anggaran yang diklaim sudah berperspektif gender itu
ternyata belum mengalokasikan terhadap hal-hal ini. Bukankah
perubahan dimulai dari hal yang dianggap kecil ini?

Ibu bayi dan bapak bayi
harus bisa berperan sebagai negara, yakni merawat anak (yang nyaris terlantar).
Sudah segitu saja.

(sumber foto: pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!