Menghapus Kemiskinan Perempuan Desa

“Kami perempuan pedesaan adalah aktor strategis dalam pembangunan Indonesia. Kami telah bekerja keras sepanjang hidup kami untuk desa-desa. Kami perempuan pedesaan, telah memberikan sumbangan dalam program pengentasan kemiskinan serta kedaulatan pangan. Pantaslah jika Pemerintah mendengar pengalaman kami.”

Luviana- www- Konde.co

Jakarta, Konde.co- Tulisan di atas merupakan suara para perempuan di Nusa Tenggara Barat yang berjuang di desa untuk keluar dari kemiskinan.

Pengalaman perempuan pedesaan Nusa Tenggara Barat menunjukan bahwa mereka masih banyak mengalami buta huruf, dan hanya sedikit yang memahami program-program pertanian. Tidak jarang anak perempuan dikawinkan dengan alasan mengurangi beban keluarga.

Padahal untuk mengatasi kemiskinan, perempuan turut menggali tanah, menanam, merawat, hingga memanen dan menjual hasil kebun untuk penghasilan keluarga. Jika tanah telah habis terjual, perempuan mengambil alat tenun dan menghasilkan kain.

Dan jika ketrampilan menenun tidak dimiliki, perempuan akan berangkat ke luar Nusa Tenggara Barat dan menjadi buruh migran. Di masyarakat, perempuanlah yang menjadi pengajar Pendidikan Anak Usia Dini maupun petugas kesehatan di Posyandu. Pendidikan dan Kesehatan Dasar adalah bagian dari program Perlindungan Sosial untuk masyarakat miskin.

Kemiskinan Indonesia hari ini, adalah situasi kemiskinan yang mendalam yang terjadi di level multidimensi.

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) melansir data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 menunjukan bahwa 9,1 persen penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, dan pada September 2016 penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,76 juta orang atau 10,70 persen (BPS 2016).

Sementara kemiskinan yang terjadi di Nusa Tenggara Barat menunjukan angka 786,58 ribu orang (16,02 persen). Angka tersebut menjadikannya berada di antara 10 provinsi dengan jumlah kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Situasi semakin memprihatinkan pada Maret 2017 Indeks kedalaman kemiskinan Indonesia naik 1,83 ketimbang September 2016 (1,74). Indeks Kedalaman Kemiskinan di pedesaan sebesar 2,49 dua kali lipat lebih tinggi dari perkotaan (1,24). Situasi ini mengakibatkan semakin tingginya beban program pengentasan kemiskinan dan pemberantasan kemiskinan akan semakin sulit dilakukan, terutama di pedesaan.

Dunia memperingati 17 Oktober sebagai Hari Pemberantasan Kemiskinan Internasional. Peringatan ini ditandai dengan keputusan Majelis Umum Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengadopsi resolusi PBB No. 47/196 pada tanggal 22 Desember 1992. Dunia menyadari bahwa bebas dari kemiskinan, hidup sejahtera dan bermartabat sebagai manusia merupakan pemenuhan hak asasi manusia, serta upaya mewujudkan masa depan manusia yang berkelanjutan.

Sekjend KPI, Dian Kartikasari mengatakan bahwa Indonesia memiliki keprihatinan yang sama soal ini, salah satunya diwujudkan dengan meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), melalui UU No 7 tahun 1984, dimana Pasal 14 CEDAW mengatur tentang penghapusan diskriminasi terhadap Perempuan Pedesaan.

Sebagai anggota PBB, Indonesia juga terikat untuk melaksanakan Resolusi PBB 62/136 (12 Februari 2008) tentang Peningkatan Situasi Perempuan di Wilayah Pedesaan. Oleh karenanya, negara-negara peserta perlu melakukan upaya untuk menghapuskan kemiskinan dalam segala bentuk dengan mempertimbangkan pengalaman perempuan, dan memastikan peran serta aktif perempuan dalam pembangunan.

Pada tanggal 17 Oktober 2017, Koalisi Perempuan Indonesia di wilayah Nusa Tenggara Barat mendiskusikan situasi kemiskinan yang dialami perempuan pedesaan.

“Padahal untuk mengatasi kemiskinan, perempuan turut menggali tanah, menanam, merawat, hingga memanen dan menjual hasil kebun untuk penghasilan keluarga,” Ujar Dian Kartikasari.

Pengalaman Koalisi Perempuan menunjukkan bahwa sebagai kelompok, perempuan pedesaaan mampu mendiskusikan hak-haknya sebagai perempuan, mencari penyelesaiaan atas persoalan yang dihadapi desa, membahas isu pertanian serta soal kemasyarakatan lainnya.

Sebagai petani berkelompok, perempuan mengelola demplot dan memproduksi kacang-kacangan yang sudah terjual. Pemberdayaan perempuan sangatlah mungkin dilakukan.

“Oleh karenanya Koalisi Perempuan Indonesia menilai bahwa program pengentasan kemiskinan yang diselenggarakan pemerintah haruslah menyentuh perempuan di pedesaan. Pemberdayaan perempuan pedesaan untuk pengentasan kemiskinan mendapat peluang dari UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. UU Desa memberikan harapan baru untuk mewujudkan keberadayaan Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa. Perencanaan pembangunan desa perlu mealokasikan dana, program, dan pemberdayaan bagi perempuan pedesaan. Sehingga dapat mencapai janji pemerintah untuk mewujudkan: Membangun Indonesia dari pinggiran dan dari Desa dalam kerangka NKRI.”

Dalam memperingati hari Pemberantasan Kemiskinan, maka perempuan pedesaan di Nusa Tenggara Barat yang tergabung dengan Koalisi Perempuan Indonesia, memberikan rekomendasi pada Presiden Joko Widodo, mengakui dan menyuarakan peran strategis perempuan pedesaan dalam pembangunan di Indonesia.

Selain itu KPI juga meminta Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri memstikan komitmen untuk menuntaskan seratus persen (100%) kepemilikan KTP dan akta kelahiran.

“Kami juga meminta Eko Putro Sandojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk menerbitkan peraturan Menteri tentang pengarusutamaan gender dalam implementasi undang-undang desa serta menerbitkan surat keputusan bersama untuk mengalokasikan tiga puluh persen (30%) dana desa bagi pemberdayaan perempuan dan TGH Muhammad Zainul Majdi, Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat, untuk mengeluarkan peraturan Gubernur kepada para Bupati untuk mendedikasikan tiga puluh persen (30%) dari alokasi Anggaran Pembelanjaan Daerah bagi pemberdayaan perempuan di bidang pertanian dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan di Nusa Tenggara Barat.”

Selain itu juga meminta Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat melibatkan tiga puluh persen (30%) perempuan dan perempuan disabilitas dalam perencanaan dan penyusunan program desa. Karena dengan cara inilah, Indonesia mampu memutus kemiskinan di desa.

(Foto/Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!