Menghapus Stigma Perempuan dalam Akun Instagram (2)

Poedjiati Tan- www.Konde.co

Bagaimana cara menghapus stigma yang banyak merugikan perempuan? stigma ini melekat erat dalam buku-buku bacaan sekolah, dan merambah hingga ke pergaulan dan ruang-ruang di media. Dalam jejak digitalpun kita sering melihat stigma yang melekat. Misalnya: perempuan harus cepat menikah agar bisa mengatasi persoalan hidupnya yang kampanyenya kemudian menyebar.

Ini menandakan bahwa media selalu menjadi ruang efektif untuk menyebarkan kampanye. Ika Ariyani, adalah seorang perempuan yang kemudian menggunakan sosial media, yaitu Instagram untuk menghapus jejak stigma pada perempuan ini. Bersama IG: @Masalahkitasemua yang didirikannya, Ika Ariyani kemudian sehari-hari mengelola akun ini.

Bagaimana cara IKa Ariyani bekerja dan mengapa ini kemudian mendirikan akun ini? Berikut wawancara Poedjiati Tan dari www.Konde.co bersama Ika Ariyani :

Konde.co (K): Mengapa anda membuat akun Instagram @masalahkitasemua?

IKa Ariyani (I): Saya membuat akun @masalahkitasemua pada Tanggal 9 Mei 2018 yang lalu. Sebelumnya saya suka membuat meme-meme yang merepresentasikan kegalauan saya terhadap dunia kerja dan kehidupan ini.

Ini karena saya merasa meme atau poster yang memuat kata-kata atau kalimat pendek lebih dapat mengekspresikan pikiran saya. Lalu saya berpikir, banyak sekali masalah sehari-hari di sekitar kita yang kadang sulit untuk diterima secara logika, seperti menganggap tabu menstruasi misalnya, seorang perempuan harus menjaga betul agar orang lain tidak tahu bahwa dirinya sedang menstruasi, karena hal itu berarti akan sangat memalukan, apalagi bila yang mendapatinya adalah seorang laki-laki, padahal menstruasi adalah bagian dari aktivitas dalam tubuh manusia.

Dan masalah-masalah lainnya yang seharusnya tidak menjadi masalah. Saya mencoba membuatkan kata-kata atau kalimat ringkas yang semoga bisa mudah dimengerti oleh pembaca dengan mempertanyakan kembali masalah itu, atau menyelipkan sedikit komedi agar masalah itu tidak menjadi serius lagi. Singkatnya saya ingin stereotype yang sudah kadung berkerak dalam masyarakat pelan-pelan ditinggalkan.

K: Bagaimana respon publik atas IG ini?

I: Sejauh ini respon followernya sangat baik, saya suka dan mengapresiasi sekali diskusi yang disampaikan lewat kolom komentar maupun direct message. Jika mungkin ke depan ada yang tidak setuju dengan postingan saya, saya sangat terbuka untuk mendiskusikannya, karena saya akui, saya menggunakan style yang lugas dan kadang sedikit menggunakan istilah yang mungkin tidak berkenan bagi orang lain. Dengan rendah hati saya sampaikan, bahwa itu hanyalah ekspresi yang saya maksudkan sebagai penekanan pesan, agar melekat dalam ingatan pembaca, bukan sebagai bentuk kebencian.

K:IG ini ditujukan untuk siapa saja?

I:IG ini dibuat karena saya pikir, mungkin banyak orang yang tidak punya waktu untuk membaca tulisan yang amat panjang, bahkan untuk membaca artikel pendek saja, mungkin sudah lelah. Tapi orang-orang selalu melihat handphonenya begitu ada sedikit waktu luang, berharap mendapat insight yang banyak dengan waktu singkat. Tentu saja sasaran saya para pengguna media sosial. Mengenai kelompok mana yang saya harapkan melihat akun @masalahkitasemua ini, saya harap semua bisa menerima gagasan yang terdapat dalam akun ini tanpa menyasar kelompok tertentu.

K:Mengapa penuh dengan pesan ideologis?

I: Sebenarnya tidak ada hal baru yang saya munculkan. Semua postingan dalam akun @masalahkitasemua adalah masalah-masalah yang ada di sekitar kita yang saya harap akan segera berakhir.

Saya sendiri amat menyayangkan orang-orang bahkan teman-teman dekat yang saya sayangi harus stress dan menderita hanya karena mengikuti stereotype tidak penting yang menyusahkan pikirannya, seperti desakan menikah, padahal sedang asyik-asyiknya menikmati hidup, bukankah menikah adalah pilihan atau selera, bukan kewajiban manusia, misalnya.

Atau hal-hal seperti sebuah rumahtangga dimana keadaannya si istrilah yang mencari uang, sementara suaminya di rumah dan mereka baik-baik saja. Namun karena hal itu bukanlah kebiasaan dimana yang dianggap normal adalah seorang suami adalah pencari nafkah utama, maka orang-orang mulai mengejek dan membuat hal tersebut menjadi isu, bahkan sampai mempengaruhi rumahtangga pasangan tersebut.

Saya gelisah dengan ini karena kenapa orang-orang suka sekali mengurusi keadaan orang lain yang baik-baik saja daripada mengurusi sesamanya yang mungkin hari ini tidak bisa makan atau berbagai kesusahan dan ketidakadilan lainnya yang terjadi di depan matanya namun ia lebih memilih menutup mata, hati dan telinga.

K: Siapa saja pengelolanya dan bagaimana cara kerja timnya?

I: Untuk sementara, pengelolanya saya sendiri. Untuk masukan dan pembahasan akun ini saya dibantu oleh sahabat-sahabat saya dalam komunitas yang kami bangun di Surabaya, yaitu Arek Feminis. Semoga ke depannya akun ini bisa memberikan manfaat bagi pembacanya dan kita sama-sama saling menyebarkan gagasan untuk menghentikan stereotype-stereotype yang merugikan.

(Foto: Instagram @masalahkitasemua)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!