Indonesia Development Forum 2019 Menampilkan Para Pembicara Perempuan

Sejumlah pembicara perempuan akan tampil mengulas dalam Indonesia Development Forum (IDF) 2019, pada 22-23 Juli di Balai Sidang Jakarta Convention Center. Para pembicara perempuan ini terpilih dari total 61 proposal. Tema besar IDF 2019 adalah,Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif.

IDF 2019 diadakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas bersama Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative (KSI) dan mengundang 250 pembicara Indonesia dan luar negeri yang berfokus pada prioritas pemerintah di masa yang akan datang yaitu Sumber Daya Manusia (SDM).

Para pembicara perempuan tersebut antaralain Thalita Amalia adalah Direktur Education and Development di Solve Education, Zakiyah Eke pegiat kesehatan masyarakat, Moya A.D. Martiningtyas mahasiswa The University of Sydney jurusan International Public Health, dan Fatma Aldila, mahasiswa Master of International Public Health di School of Public Health and Community Medicine – The University of New South Wales.

Dalam IDF 2019 ini, Zakiyah Eke, pegiat kesehatan masyarakat, akan menampilkan paparan “From Education to Employability: Preparing Indonesian Youth Health Worker for The Job- Case Study of Pencerah Nusantara”. Pencerah Nusantara adalah gerakan sosial hasil kolaborasi antar-profesional untuk mengerahkan tenaga kesehatan ke pelayanan kesehatan primer di pedesaan.

Sedangkan pembicara Fatma Aldila, mahasiswa Master of International Public Health di School of Public Health and Community Medicine – The University of New South Wales, akan hadir dengan karya berjudul “Strategic Use of Social Media for Mental Health Promotion”. Fatma menyebut media sosial dapat dipertimbangkan untuk promosi kesehatan mental. Alasannya adalah aksesibilitasnya yang tinggi dan pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia yang cepat.

Selanjutnya akan ada paparan berjudul “A Holistic Approach to Creating Inclusive Employment Opportunities for Low-income Communities” yang akan dibawakanThalita Amalia, Direktur Education and Development di Solve Education. Ia memperkenalkan Solve Education!, organisasi teknologi edukasi nirlaba yang bertujuan agar semua pelajar dapat memberdayakan diri. Menurut Thalita, Solve Education berupaya menggunakan teknologi untuk menghadirkan perangkat lunak yang menarik.

Pembicara lainnya adalah Moya A.D. Martiningtyas, mahasiswa The University of Sydney jurusan International Public Health, yang telah menyiapkan paparan berjudul“Program Advanced Technology for Midwife’s Assistance (ATMA) untuk Meningkatkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di Lombok, Indonesia”. Aplikasi P4K melalui fitur berbagi data (data sharing) hadir untuk membantu menjembatani koordinasi dan komunikasi antara bidan di desa dan kader di dusun dalam mengawasi kesehatan ibu hamil.

Bidan akan mencatat identitas, status, dan rencana persalinan ibu hamil di desanya dan data tersebut akan dikirim ke kader sesuai dengan dusun tempat tinggal ibu hamil. Kader akan mengetahui jumlah dan kondisi ibu hamil di dusunnya.

Aplikasi P4K juga memudahkan bidan memantau pasien-pasiennya. Untuk antisipasi ketersediaan transportasi dan golongan darah yang minim, kader dapat membantu dengan mencatat penduduk yang memiliki kendaraan dan mengetahui golongan darah di wilayahnya, sehingga mudah dihubungi dalam keadaan darurat.

Sementara itu, puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten dapat mengawasi implementasi program P4K melalui penunjuk laporan (reporting dashboard) yang merangkum jumlah ibu hamil dan bayi hidup atau meninggal, serta identitas individu. Dengan demikian, pengawasan berlaku dalam waktu nyata (real-time). Diharapkan akan mempercepat pengambilan keputusan dan intervensi demi meningkatkan kualitas pelayanan dan kesehatan ibu hamil di Lombok.

Beberapa pembicara lain yang mewakili organisasi masyarakat sipil misalnya Anis Hidayah dari Migrant Care, Nani Zulminarni dari Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), dari kelompok disable, ada pula seniman yang selama ini bekerja untuk kemanusiaan dan keberagaman seperti Ria dari teater boneka Pappermoon, Ukke Kosasih dari boneka Circa, dari komunitas film Kupang, dll.

(Sumber: www.indonesiadevelopmentforum.com dan facebook IDF)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!