Pertanyaan yang Berseliweran tentang Apakah Itu Identitas, Ekspresi Gender dan Orientasi Seksual?

*Muhammad Rizky- www.Konde.co

Saya banyak mendapatkan pertanyaan tentang: apa itu sebenarnya arti kalimat keberagaman gender dan seksualitas? Benarkah kalimat ini seperti kalimat yang membingungkan bagi banyak orang? Pertanyaan seperti ini juga sering muncul di diskusi-diskusi yang saya ikuti.

Pertanyaan lain yang juga sering ditanyakan adalah apa bedanya identitas gender, ekpresi gender dan orientasi seksual? Apakah itu transpuan, transman atau androgin? Apakah ini bisa dipertukarkan seperti konstruksi di masyarakat selama ini?

Saya akan mencoba menuangkannya satu-persatu. Tentu ini tak mudah, namun kita bisa menggunakan ini sebagai bahan dasar untuk memperdalam lagi arti kalimat-kalimat ini.

Keberagaman gender artinya beragamnya identitas gender, ekspresi gender dan orientasi seksual. Keberagaman gender dan seksualitas tersebut biasanya sering dikenal dengan istilah dalam bahasa Inggris yaitu SOGIE (Oetomo, 2016). SOGIE merupakan singkatan dari Sexual Orientation, Gender Identity and Expression. Saya akan menuliskan satu-persatu untuk mempermudah kita semua:

1. Identitas gender

Identitas gender adalah bagaimana pengalaman seseorang terhadap konstruksi gender yang dirasakan, bisa jadi sesuai ataupun tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Identitas gender juga merupakan identitas yang berpatok pada ekspresi gender. Ada laki – laki, perempuan dan transgender.

2. Ekspresi gender

Sedangkan ekspresi gender adalah bagaimana seseorang menunjukkan konstruksi gendernya meliputi tingkah laku, cara berbicara, cara bersolek dan lain sebagainya. Ada maskulin, feminin dan androgin.

3. Orientasi seksual

Sedangkan oientasi seksual adalah ketertarikan seseorang terhadap konstruksi gender tententu meliputi emosi, kasih sayang bahkan hubungan seksual. Ada heteroseksual, homoseksual, biseksual dan aseksual.

A. Identitas Gender

Jadi istilah SOGIE tidak hanya berhenti sampai di situ saja, layaknya pengetahuan yang terus berkembang. Isu – isu ketubuhanpun (bodily) ditambahkan menjadi SOGIEB. Berkembang lagi, untuk menjelaskan lebih dalam tentang karakteristik seks (sex characteristics) menjadi SOGIESC.

Apakah pengetahuan gender dan seksualitas berhenti pada istilah SOGIESC?. Identitas gender yang dipahami masyarakat awam umumnya masih biner yaitu laki – laki dan perempuan.

Padahal dalam ilmu pengetahuan, gender itu beragam tidak sebatas laki – laki dan perempuan saja. Beberapa kelompok kajian mulai mendiskusikan adanya gender ketiga yaitu transgender. Seseorang yang lahir memiliki penis tidak harus mengidentifikasikan dirinya sebagai laki – laki maupun sebaliknya, seorang yang lahir memiliki vagina tidak harus mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan.

Seseorang yang berpenis boleh saja merasa dirinya sebagai perempuan, inilah yang disebut trangender. Konstruksi gender yang melakukan penyeberangan dari seorang laki – laki yang dikontruksikan oleh masyarakat menjadi perempuan berdasarkan apa yang dia rasakan.

Hal lain, trangender itu tidak hanya sebatas laki – laki menjadi perempuan saja yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan waria, istilah lembutnya adalah transpuan.

B. Ekspresi Gender

Bagaimana perempuan yang melakukan “penyeberangan” gender menjadi laki – laki? Gender semacam ini juga ada, inilah yang dikenal priawan atau translaki. Laki – laki, perempuan dan diantaranya adalah gender ketiga tersebut yaitu transgender. Ini adalah sebuah spektrum dari gender, tetapi kembali lagi gender itu beragam. Tidak hanya digolongkan dalam tiga kotak ini, bisa saja seseorang yang di luar laki – laki dan perempuan tidak melakukan “penyeberangan” gender. Dengan istilah paling tepatnya adalah gender itu cair.

Ekspresi gender berbicara tentang tampilan seseorang berdasarkan gendernya. Tapi, perlu diingat, suatu identitas gender tidak harus berbanding lurus dengan suatu ekspresi gender.

Misal, seorang laki – laki tidak harus maskulin. Ini konstruksi yang dibangun oleh masyarakat, menjadi laki – laki harus maskulin dan sebaliknya perempuan harus berekspresi feminin. Maskulin dan femininpun adalah nilai ekspresi yang relatif, tergantung siapa yang memandang ekpresi gender orang itu.

Bisa jadi, dirinya merasa feminine tetapi kita yang memandang dia maskulin. Tidak ada nilai maskulin yang bernilai benar – benar maskulin atau 100% maskulin, pasti ada saja sisi femininnya. Boleh saja seorang perempuan berekspresi gender maskulin.

Ekspresi gender tidak hanya ada dua yaitu maskulin dan feminine, namun diantara itu ada yang disebut androgin. Androgin bisa juga penggabungan antara kedua ekspresi gender tersebut.

Sebagai contoh, penyanyi Korea yang beridentitas gender laki – laki yang memiliki wajah cantik tetapi cara berpakaiannya maskulin. Ini bisa dibilang dia berekspresi gender androgin. Ada juga yang tidak mau digolongkan antara maskulin, feminin atau androgin. Inilah aku, aku versi aku.

C. Orientasi Seksual

Setelah berbicara identitas gender dan ekspresi gender. Selanjutkan kita akan membahas tentang seksualitas, khususnya orientasi seksual. Orientasi seksual itu adalah ketertarikan seseorang terhadap gender tertentu meliputi emosi, kasih sayang dan hubungan seksual, yang sudah dijelaskan di atas. Laki – laki tidak harus tertarik kepada perempuan. Lagi – lagi, inilah yang dikonstrusikan secara sosial, oleh masyarakat.

Misalnya laki – laki harus menikah dengan perempuan. Berbicara soal seksualitas, seksualitas itu beragam. Bisa saja laki – laki tertarik kepada laki – laki. Perempuan bisa saja tidak hanya tertarik pada laki – laki saja. Seseorang bisa saja tidak memiliki ketertarikan kepada siapun.

Ada 4 orientasi seksual secara sempit yaitu heteroseksual, homoseksual, biseksual dan aseksual. Heteroseksual adalah ketertarikan seseorang kepada lawan gender, misal laki – laki suka kepada perempuan. Homoseksual adalah ketertarikan seseorang kepada sesama gender. Ada istilah masing – masing, laki – laki suka kepada laki – laki menggunakan istilah gay. Sedangkan perempuan suka perempuan menggunakan istilah lesbian.

Biseksual adalah ketertarikan seseorang kepada lawan gender dan sesama gender. Ada yang memahami, biseksual ini tidak setia pada satu gender. Belum tentu, bisa saja seorang perempuan yang mengaku dirinya sebagai biseksual, bertemu dengan perempuan yang dia cintai. Diapun akan tetap setia pada perempuan tersebut.

Aseksual adalah istilah dimana seseorang tidak memiliki ketertarikan kepada siapapun. Apakah orientasi seksual itu hanya dibagi empat golongan ini? Tentu tidak, kembali lagi seksualitas itu beragam dan cair.

Masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat Indonesia masih memahami gender dan seksualitas itu seperti hitam dan putih. Hanya ada dua pilihan atau golongan, laki – laki atau perempuan. Laki – laki ya harus menikah dengan perempuan. Di luar itu, dianggap atau disebut tidak normal. Laki – laki yang berekspresi femininpun dianggap aneh terlepas dari orientasi seksual.

Belum tentu laki – laki yang feminin itu orientasi seksualnya sebagai homoseksual. Seharusnya masyarakat sekarang mulai untuk memahami keragaman gender dan seksualitas. Bukan hanya untuk menghindari perbuatan stigma dan diskriminatif pada orang lain saja. Setidaknya dengan memahami itu, orang tersebut tidak salah paham akan dirinya sendiri (Hendra, 2019).

Mungkin saja orang yang belum paham akan ragam gender dan seksualitas, terjebak akan norma – norma yang dibangun oleh masyarakat.

Apa yang Harus Dilakukan untuk Memahami Ini?

Maka pendidikan itu penting membuka jembatan antara tahu dan tidak tahu. Bisa saja orang yang belajar ragam gender dan seksualitas itu mengatakan ini tidak sesuai dengan ajaran agama. Sedikit membahas agama di sini. Selalu disangkut – pautkan oleh kisah nabi Luth. Padahal ayat Luth itu menceritakan atau melarang perilaku anal seks secara pemaksaan.

Kisah Luth hanya membahas perilaku seksual bukan orietasi seksual yang didasari akan adanya cinta. Kalau memang agama yang dipahami seperti itu, terkesan pengetahuan tidak boleh berkembang karena dibatasi oleh paham agama yang keliru.

Belajar tentang ragam gender dan seksualitas itu karena masyarakat harus memahami betul fenomena adanya gender lain dan seksualitas selain heteroseksual. Fenomena ini tidak terjadi hanya pada tahun – tahun sekarang saja. Fenomena ini sudah ada pada jaman kerajaan ratusan tahun lalu. Budaya leluhur juga ada fenomena homoseksualitas.

Suku Bugis yang menjunjung tinggi akan adanya lima gender yaitu laki – laki, perempuan, calalai, calabai dan bissu. Memahami tentang ragam gender dan seksualitas juga bagi pemangku kebijakan bertujuan agar tidak salah langkah untuk mengambil sebuah kebijakan (Arifah, 2019). Bahkan agar tidak sampai menciderai hak – hak dasar sebagai manusia seutuhnya. Hak dasar atau yang dikenal sebagai Hak Asasi Manusia yang bersifat universal, berlaku untuk semua manusia tanpa pandang bulu.

Belajar memahami keragaman gender dan seksualitas tidak hanya lewat teori atau buku saja. Di masa digital seperti sekarang ini, sudah tersedia video – video yang memberikan pengetahuan kepada khalayak masyarakat, sebut saja platform YouTube. Ada juga podcast yang disediakan oleh platform – platform audio. Karena belajar bisa memanfaatkan indera apapun, tidak hanya indera penglihatan saja. Ada orang yang memang tidak suka membaca, dia lebih suka belajar dengan nonton YouTube.

Ada juga orang yang belajar melalui diskusi – diskusi atau kajian – kajian. Di jaman sekarang, Indonesia sudah bebas tidak seperti jaman orde baru yang memiliki batas – batas yang banyak orang tidak berani melewati. Diskusi ataupun kajian tentang keragaman gender dan seksualitas sudah sering diselenggarakan oleh individu maupun lembaga independen.

Jadi selamat belajar mengenai keberagaman gender dan seksulitas.

*Muhammad Rizky, penulis dan aktivis

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!