10 Tanda Kekerasan yang Dialami Perempuan Muda

Para perempuan muda juga mengalami depresi karena kekerasan yang dialaminya. Mereka stress, depresi bahkan banyak yang ingin bunuh diri

*Sharfina Izza- www.Konde.co

Konde.co- Saya membaca di sebuah linimasa, ada anak berusia kurang lebih 18 tahun melalui akun twitternya, membuat sebuah utas dimana ia mengalami tindak kekerasan berupa dipukuli oleh pamannya sejak umur 6 tahun tanpa diketahui oleh orangtuanya.

Kejadian tersebut berlangsung hingga usianya 13 tahun. Pamannya mulai memukulinya ketika kalah judi. Lalu pada saat umurnya 16 tahun, ia mendapatkan kekerasan seksual oleh 2 teman lelakinya.

Ia tidak berani mengatakan cerita sesungguhnya kepada orangtuanya karena ia menganggap hal seperti itu sangatlah tabu untuk kedua orangtuanya. Lalu ia bergegas untuk mencari pertolongan dengan datang ke tempat perlindungan perempuan dan anak.

Ini membuktikan bahwa perempuan muda juga banyak mendapatkan kekerasan dari orang terdekatnya.

Kekerasan lain adalah kekerasan yang terjadi dalam pacaran. Ini juga banyak dialami perempuan muda. Fetty Fajriatin dalam laman konde.co pernah menuliskan tentang tanda-tanda kekerasan dalam pacaran. Terdapat 10 bentuk atau tanda kekerasan dalam pacaran atau oleh orang terdekatmu:

1. Menggunakan kekerasan fisik untuk menyakitimu

2. Mengecek ponsel, email dan sosial media tanpa izin

Masyarakat kita tahu apa yang baik dan benar tetapi kurang mengetahui tentang hak-hak mereka. Hal sesederhana privasi saja masih dianggap remeh. Banyak yang menganggap mengecek handphone atau sosial media bukanlah suatu bentuk kekerasan. So, kalau pasangan ngecek HP atau sosmed tanpa izin atau dengan paksaan itu bukan tanda sayang, melainkan: tidak sopan.

3. Posesif atau cemburu yang berlebihan

Kata orang sih cemburu itu tanda sayang, tapi kalo berlebihan apa iya masih bisa disebut tanda sayang?

4. Menguntit secara fisik ataupun digital

5. Menjauhkanmu dari keluarga dan sahabatmu

Kadang banyak pasangan lupa bahwa jauh sebelum pacaran, kita adalah individu dengan segala kehidupan dan aktivitasnya masing-masing. Lalu apa hak pasangan menjauhkan kita dari sahabat bahkan keluarga kita, seolah-olah kita hidup hanya untuk membahagiakan dan melayani dia.

6. Membentak dan mengatakan sesuatu dengan meledak-ledak

7. Selalu meremehkan dan mengejekmu

Saya sering sekali melihat teman saya dikatain ‘goblok’ ‘lemot’ atau bahkan menjadi bahan tertawaan pacarnya sendiri.

8. Memaksa berhubungan seks

9. Menolak menggunakan kontrasepsi

10. Tuduhan tanpa alasan

Banyak perempuan muda yang kemudian mengalami stress, tak mau kuliah bahkan depresi ketika mendapatkan kekerasan dalam pacaran. Data-data ini saya dapat dari berbagai kajian tentang anak muda dan kekerasan.

Dari sinilah saya sadar bahwa kekerasan terhadap perempuan tak pernah mengenal umur, dari yang muda hingga tua bisa mengalami kekerasan baik dari orang yang tak dikenal maupun dari keluarga terdekatnya.

Ada lagi yang lain, yaitu kekerasan yang terjadi di internet yang juga banyak menimpa perempuan muda. Penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten-konten yang merusak reputasi korban  atau malicious distribution merupakan kekerasan berbasis cyber yang dominan terjadi pada tahun 2018.

Data Komnas Perempuan menyebutkan, kekerasan ini ditujukan untuk mengintimidasi atau meneror korban, dan sebagian besar dilakukan oleh mantan pasangan baik mantan suami pada perempuan dewasa maupun pacar yang dialami perempuan muda.

Pola yang digunakan korban diancam dengan menyebarkan foto atau video korban yang bernuansa seksual di media sosial, jika korban menolak berhubungan seksual dengan pelaku atau korban tidak mau kembali berhubungan dengan pelaku.

Kekerasan berbasis cyber meningkat setiap setiap tahunnya, dan tidak sepenuhnya dikenali oleh korban.

Di sisi lain, data Komnas Perempuan juga menunjukkan bahwa layanan bagi korban kekerasan berbasis cyber belum sepenuhnya terbangun dan bisa diakses korban secara mudah, baik dari mekanisme pelaporan, maupun pendampingan korban.

Sementara hukum yang kerap digunakan untuk penanganan kasus-kasus seperti ini adalah UU Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, yang dalam penerapannya justru dapat mengkriminalkan korban.

Dalam hal ini perempuan korban mengalami ketidaksetaraan di depan hukum, karena hukum yang tersedia lebih berpotensi menjerat korban dan mengimpunitas pelaku kekerasan.

Apa yang membuat perempuan muda rentan sekali terkena kekerasan di dalam hidupnya? Menurut saya ini adalah kondisi patriarki dimana banyak orang beranggapan bahwa perempuan itu lemah, maka dianggap sah-sah saja jika mendapatkan kekerasan. Alasan ini membuat saya selalu marah jika mendengarnya.

Padahal dampak kekerasan pada perempuan sangat mengguncang kesehatan fisik dan mental korbannya, korban sangat berpotensi mengalami bentuk PMS  atau Penyakit Menular Seksual, mulai dari yang ringan hingga setingkat dengan HIV/AIDS apabila bentuk dari kekerasan itu adalah pemerkosaan.

Para korban juga seringkali tidak bisa menghindari kehamilan yang tidak di inginkan yang menyebabkan kerugian besar pada kesehatan reproduksinya, juga masa depannya.

Tidak hanya gangguan fisik, para perempuan muda juga rentan mengalami gangguan psikis seperti depresi, kegelisahan, bipolar hingga bunuh diri akibat dari trauma yang diterimanya.

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan pada perempuan muda dan anak banyak terjadi.

Maka diperlukan banyak lembaga serta tenaga untuk membantu memecahkan masalah tersebut, seperti konseling atau penanganan kekerasan dan penanganan trauma untuk anak muda. Serta diperlukan pendidikan tentang pentingnya kita semua harus peduli dengan para korban dengan tidak menyalahkannya tapi dengan mendukungnya bahwa mereka tidak sendirian dalam melawan kekerasan yang mereka alami.

Pemerintah Indonesia harus serius untuk memberikan rasa aman, mendirikan tempat pendampingan korban secara serius agar perempuan hidup tanpa rasa takut dan gelisah dalam menjalani aktivitas sehari-hari di negerinya sendiri.

Buat saya, ini adalah pekerjaan rumah pemerintah untuk perempuan-perempuan muda di Indonesia.

*Sharfina Izza, mahasiswi London School of Public Relation, Jakarta

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!