Di Kota Groningen, Tak Banyak yang Bisa Kami Lakukan Ketika Corona

Di Kota Groningen, Belanda tempat saya tinggal, suasana mencekam karena Corona atau Covid 19 sudah dimulai sejak awal Maret 2020. Semua orang beraktivitas di rumah termasuk para pekerja. Sebagai salah satu pekerja kesehatan di sebuah instansi pemerintah di Kota Groningen, sesekali saya harus masuk kerja. Secara umum, semua orang di Belanda sudah tinggal di rumah, kami hanya keluar jika berbelanja atau olahraga saja.

*Nona Mariska- www.Konde.co

Di Groningen tempat saya tinggal, para orangtua hanya sesekali saja keluar dari rumah, sesekali belanja atau naik sepeda sebentar untuk mencari udara segar, setelah itu kami akan masuk kembali ke rumah.

Tak banyak aktivitas yang bisa kami lakukan sejak awal Maret 2020. Untuk orangtua yang punya anak kecil seperti saya, kondisi ini memang tak mudah. Anak-anak merasakan bosan dan bingung harus mengerjakan apa di rumah.

Maka ketika rasa bosan datang, saya mengajak anak saya untuk naik sepeda beberapa menit saja, hanya itu yang bisa kami lakukan di luar. Tak ada yang dilakukan selain itu. Restoran, museum, toko buku, bioskop, gedung kesenian semuanya sudah tutup sejak awal Maret 2020 untuk menghindari orang berkumpul.

Kondisi disini sangat sepi, hanya terlihat orang yang belanja dan olahraga saja di pagi hari. Ada mobil yang lewat tapi umumnya hanya mobil polisi, mobil distribusi makanan, pemadam kebakaran, dan orang-orang yang bekerja di bank, di kantor walikota dan pekerja kesehatan.

Rumah kami hanya kecil, hanya sekitar 70 meter, tidak seperti rumah-rumah di Indonesia yang lumayan besar. Waktu meninggalkan Indonesia sekitar 15 tahun lalu, saya bekerja sebagai tenaga kesehatan di kota ini.

Groningen merupakan kota kecil di Belanda, tak sebesar Amsterdam maupun Rotterdam. Orang menyebutnya sebagai kota kampus.  Terdapat 2 kampus besar disini yaitu University of Groningen (RUG), dan Hanzehogeschoo yang kampusnya tersebar di penjuru kota. Maka tak heran jika banyak orang Indonesia yang kuliah disini, kotanya sepi dan tak banyak turis.

Di seluruh Belanda, kota Groningen merupakan kota dengan jumlah penduduk nomer 8 dari sekitar 30 kota di Belanda. Jika dibandingkan dengan Indonesia, seluruh Belanda jumlah penduduknya hanya sekitar 17 juta, tak bisa dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 250 juta.

Virus Corona atau Covid-19 di Belanda saat ini jumlah pasien yang positif terkena ada 4204 dan yang meninggal ada 179 orang menurut data sampai tanggal 23 Maret 2020. Seperti kota-kota lainnya di seluruh dunia, suasana kami juga mencekam.

Ketika pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan agar anak-anak sekolah diliburkan karena Corona, semua orangtua merasa panik. Mengapa? karena tidak akan ada yang menjaga anak-anak di rumah. Kondisi disini tidak seperti di Indonesia yang hampir di setiap rumah tangga mempekerjakan Pekerja Rumah Tangga (PRT).

Disini tak ada PRT, jadi ketika anak-anak diliburkan, maka para pekerjapun juga harus libur. Sejak itulah tiap hari kami di rumah sudah hampir 3 minggu ini. Di rumah, kami memasak, membaca, menonton tv.

Hanya beberapa pekerja yang masih masuk kerja yaitu mereka yang dibutuhkan untuk masuk dalam situasi tertentu dan mereka masuk secara bergantian. Beberapa pekerja yang masuk antaralain: pekerja minimarket, polisi, petugas kebersihan, pemadam kebakaran dan petugas kesehatan seperti saya, seperti dokter dan perawat rumah sakit.

Saya bekerja di instansi pemerintah di bagian perawatan pasca pasien masuk rumah sakit. Beberapakali saya harus masuk untuk bekerja karena harus memastikan semua pasien tertangani dengan baik.

Di Belanda, pemerintah memang menjamin kesehatan karena pajak warganya yang tinggi. Walau ada jaminan kesehatan, inipun selalu membuat situasi kami masih mencekam. Pemerintah melakukan pemeriksaan pada orang yang Orang dalam Pemantauan (ODP) Vrus Corona. Jika sedang sakit, dokter datang ke rumah-rumah kami. Jika memang ada kondisi seperti Corona, pasien akan dibawa ke rumah sakit untuk dirawat.

Saya sedih membaca media di Indonesia yang menyatakan bahwa hanya beberapa rumah sakit di Indonesia saja yang bisa menjadi rujukan. Di Belanda, ketika Corona merebak, pemerintah langsung meminta semua rumah sakit melayani warga. Jadi kamipun walau merasa cemas, kami merasa aman karena pemerintah akan  menjamin akses kesehatan.

Keluarga saya semuanya tinggal di Indonesia, orangtua, kakak dan semua saudara. Sedih memang dalam kondisi begini, saya tidak bisa melihat orangtua saya yang sudah tua. Saya juga prihatin dengan Indonesia yang padat penduduk, banyak warga yang hidup menengah ke bawah. Namun saya lega karena di Indonesia gampang mendapatkan akses sinar matahari, tidak seperti disini. Saya berharap semoga ada perlindungan untuk warga Indonesia.

Saya hanya bisa mendoakan dari jauh, disini kami juga terus berjuang untuk melawan Virus ini. Membayangkan pulang ke Indonesia dan berharap situasi buruk ini akan cepat berlalu.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Nona Mariska, seorang pekerja tinggal di Groningen. Berharap bisa pulang ke Indonesia dalam waktu dekat.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!