Perempuan Mati di Bawah Jembatan, Lagu untuk Korban Kekerasan Seksual

Lagu “Perempuan Mati di Bawah Jembatan” diciptakan bagi para korban kekerasan seksual. Lagu dan video yang dibuat mencoba merepresentasikan salah satu respons fisik dan mental perempuan setelah mengalami kekerasan seksual

*Poedjiati Tan- www.Konde.co

Peristiwa ini tak pernah lepas dari ingatan Yab Sarpote. Pada suatu pagi, di Bulan Mei 2015, E.M., seorang perempuan penjual angkringan yang juga seorang mahasiwa Universitas Gajah Mada, ditemukan sudah tak bernyawa di bawah Jembatan Janti, Jogjakarta.

Puluhan orang hadir dalam acara yang diadakan untuk mengecam perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan terhadap E.M, termasuk Yab Sarpote, seorang penyanyi dan pengarang lagu

E.M. adalah korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh salah satu pelanggan angkringannya, RMZ. Pelaku merampas uang dan kemudian memerkosa E.M. Yab Sarpote kemudian menciptakan sebuah lagu kekerasan seksual bagi E.M.

Pada 28 April 2020, lagu berjudul “Perempuan Mati di Bawah Jembatan” yang diciptakannya kemudian dirilis ulang setelah dinyanyikan dalam panggung solidaritas untuk E.M. pada 10 Mei 2015 di Jogja

“Lagu ini dinyanyikan pertama kali di panggung solidaritas untuk para perempuan korban dan penyintas kekerasan seksual pada 10 Mei 2015 di Titik Nol Jogja,” kata Yab Sarpote kepada konde.co, 28 April 2020

Sebagai pelaku, RMZ kemudian dihukum penjara, namun nyawa E.M. tak pernah kembali. Yab menuliskan lagu sebagai bagian dari keprihatinannya pada nasib E.M. dan banyak perempuan lain yang terus terjadi.

Paralel dengan kejadian perkosaan dan pembunuhan tersebut, video klip lagu “Perempuan Mati di Bawah Jembatan”yang dirilis ulang ini juga mencoba menvisualkan trauma, depresi, gangguan mental, keterasingan, dan tendensi bunuh diri yang dialami oleh perempuan yang jadi korban kekerasan.

“Video ini mencoba merepresentasikan salah satu respons fisik dan mental perempuan setelah mengalami kekerasan seksual,” kata Yab Sarpote.

Lagu “Perempuan Mati di Bawah Jembatan” juga menjadi latar film dokumenter More Than Work (2019) karya Konde Production/ Konde.co bersama Ford Foundation dan Wikimedia Indonesia, sebuah film tentang eksploitasi tubuh perempuan di media

Lagu ini selalu mengingatkan Yab Sarpote pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diperparah dengan cara pandang dan perlakuan mayoritas masyarakat yang bias gender terhadap korban dan penyintas kekerasan, khususnya kekerasan seksual.

“Para perempuan yang menjadi korban dan penyintas seringkali bukannya memperoleh pembelaan, perlindungan, dan dukungan, tetapi tuduhan dan pengambinghitaman atau victim blaming. Para korban dan penyintas kekerasan seksual seringkali dipandang tidak dapat menjaga diri, tidak dapat berpakaian yang ‘sewajarnya’, dan tidak dapat memenuhi ekspetasi masyarakat dalam berperilaku.”

Kekerasan terhadap perempuan seringkali dimaklumi dan dicap bersumber dari kesalahan perempuan sendiri.

Dalam dunia yang mengancam seperti ini, perempuan, khususnya yang jadi korban dan penyintas kekerasan, harus berjuang sendiri untuk tetap bertahan. Korban dan penyintas kekerasan tidak hanya menghadapi trauma kekerasan dari pelaku, tetapi juga trauma kekerasan dari masyarakat. Maka, tak jarang para korban dan penyintas kekerasan mengalami depresi dan gangguan mental, bahkan memiliki tendensi bunuh diri.

Lewat lirik, nada, dan komposisinya, lagu ‘Perempuan Mati di Bawah Jembatan’ Yab Sarpote mencoba menafsirkan dan merepresentasikan ketertekanan dan ketertindasan perempuan dalam dunia yang menormalkan kekerasan berbasis gender ini.

Selama rentang 2015-2019, hanya ada versi live “Perempuan Mati di Bawah Jembatan”, versi yang dijadikan lagu latar film dokumenter yang telah disebutkan sebelumnya. Baru pada akhir 2019.

Yab Sarpote memutuskan untuk merekam lagu ini secara serius dengan merangkul Rarya Lakshito (Cello) dan Sheila Maildha (Keyboard) untuk memperkaya lagu yang biasanya dibawakan hanya dengan gitar akustik ini. Hasilnya adalah rilis audio resmi saat ini.

Proses rekaman, mixing, dan mastering “Perempuan Mati di Bawah Jembatan” dilakukan di Studio Jogja Audio School oleh salah satu engineer studio tersebut, yaitu Eta. Karya visual lagu ini didesain oleh desainer grafis asal Bulgaria, yaitu Davey David, sementara seluruh produksi dan pascaproduksi video klipnya digarap secara mandiri oleh Yab Sarpote.

Audio lagu ini dapat disimak di iTunes, Spotify, dan platform digital lainnya. Sementara itu, video klipnya dapat ditonton di Youtube dengan mengeklik: https://youtu.be/hXGjHgw1Cok

Yab Sarpote adalah penyanyi solo dan pengarang lagu bergenre pop, folk, balada, dan akustik.

Dia memulai debut solonya pada April 2015 dengan merilis single ciptaannya “Jangan Diam, Papua” versi akustik trio. Lagu ini turut dirilis dalam album kompilasi “Papua Itu Kita” (2015), sebuah album solidaritas untuk Papua Barat, bersama musisi-musisi lain seperti Iksan Skuter, Sisir Tanah, Last Scientist, Simponi, Siksa Kubur feat. Morgue Vanguard. Album ini dirilis dalam sebuah konser pada Juni 2015 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Pada 16 Oktober 2016, dia merilis single keduanya “Benih” lagu persembahan untuk Munir, Marsinah, Wiji Thukul, Udin, Salim Kancil, korban tragedi ’98 dan orang-orang yang hilang atau dibunuh dalam perjuangannya demi keadilan dan kemerdekan di Indonesia. Single dan video klip “Benih” menjadi salah satu pemenang dan dikurasi di Museum Hak Asasi Manusia, Omah Munir, Malang, pada Juni 2019.

Pada 2017, Yab merilis singlenya yang lain yaitu ‘Sudah Tak Ada Lagi Pulang’ yang banyak berkisah tentang bagaimana pembangunan dan modernisasi menggusur ruang hidup masyarakat pedesaan, khususnya para petani.

Pada April 2020, Yab merilis single dan video klip ‘Perempuan Mati di Bawah Jembatan’, lagu yang telah diproduksi pada 2015 dalam bentuk audio live, dan pada 2019 digunakan sebagai lagu latar film dokumenter More Than Work (2019) karya Konde Institute bersama Ford Foundation dan Wikimedia Indonesia, sebuah film tentang eksploitasi tubuh perempuan dalam media.

Kini Yab menghabiskan waktu penulisan lagunya selama malam-malam singkat selepas kerja.

Lagu-lagu karyanya bisa dinikmati melalui Homepage: www.yabsarpote.com

Spotify: https://open.spotify.com/artist/2Ij462nyQ3J1lyqpvsSTCg?autoplay=true&v=A

Facebook dan YouTube: Yab Sarpote dan Instagram: @yab.sarpote

*Poedjiati Tan, psikolog, aktivis perempuan dan manager sosial media www.Konde.co. Pernah menjadi representative ILGA ASIA dan ILGA World Board. Penulis buku “Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!